Kontak

Manusia ini ibarat butiran-butiran yang berada di dalam tampah (nyiru) yang bermahnit. Karena gerakan tampah itu semua bergerak tidak menentu arahnya saling bersilangan semua bergerak tidak menentu arahnya saling bersilangan. Yang lahir di Surabaya, besar di Bandung, mati di Bombay. Yang lahir di New York, mati di Irian. Dalam perjalanan hidup ini manusia mulai membuat kontak dengan manusia lain. Mula-mula orang serumah, terutama ibunya, meluas ke kaum keluarga, lingkungan atau jiran dan seterusnya. 

Ada yang kontaknya hampir-hampir abadi, yaitu dalam keluarga, meskipun kadang-kadang hanya tinggal sebutan saja. Kontak harus berunsur kasih sayang. Ada kontak keterpaksaan; misalnya antara murid dengan guru, buruh dan majikan, bawahan dan atasan. Kontak ini mungkin tak ada unsur kasih sayang sebab hanya berdasarkan saling membutuhkan atau yang sepihak berkewajiban dan sepihaknya berkeharusan. 

Di sekeliling kita banyak manusia, tetapi belum tentu ada kontak yang baik. Pedagang dimana kita sering berbelanja, dengan adanya kontak tanpa hati, ia butuh uang, kita butuh barang. Didalamnya tidak ada hati. Di dalam kendaraan umum kita berjumpa dengan seorang Afrika, kita kontak dengan “Good morning” sedetik lagi kita masing-masing berpisah. Selama hidup mungkin kontak kita hanya satu kali itu. 

my dad ~ IPM Ranuhandoko & mom/(Courtesy CP)

Seorang kawan menceritakan; Dulu waktu aku duduk di H.I.S mempunyai guru namanya Van den Meer, orangnya baik dan ramah, aku diajar waktu kelas empat. Entah dimana guru yang baik itu. Itu kontak dengan hati tetapi kelangsungannya tak bisa dipertahankan. 

Kontak ada beratus-ratus jenisnya. 

Ada dua orang yang berkenalan di dalam bus selama 3 jam, saling memberikan alamat, dilanjutkan dengan korespodensi, mengikat janji dan menikah. Setelah beranak seorang, saling tidak sesuai lalu bercerai. 

Lamanya kontak antara manusia tidak selalu menunjukkan mutu keeratan hubungannya. Bahkan kadang-kadang menjadi akumulasi kebencian yang mengendap. Ada pertanyaan: Hati saya lega sekarang karena Bapak itu dipindah ke kota lain. Selama tujuh tahun ini saya menahan perasaan terus karena beliau selalu menekan saya. Isinya sudah jelas dalam kontak tersebut. 

Butir-butir mahnit yang disebut manusia itu ada yang disebut; kenalan, kawan, kawan akrab, sahabat, ada sahabat kental, meskipun yang tersebut terakhir ini adalah jarang. 

Pernah diajukan pertanyaan; apakah suami istri selalu bersahabat karib? Jawabnya: Tidak! Bahkan jangan terkejut bahwa ada pasangan suami istri yang di tempat lain saling mengatakan kejelekan pasangannya. Bagaimana orang bisa saling cocok dalam pergaulan? 

Sesungguhnya dua orang yang sesuai dalam segala hal, bagaikan baut dengan sekrupnya: tidak ada 

Kalau ada beberapa unsur yang sesuai itu, sudah menjadi jalan untuk berkontak, dan bila terdapat ketidakcocokan bisa segera berpisah tanpa permasalahan. Tetapi kalau hal itu mengenai perkawinan orang harus hati-hati karena akan mengandung resiko yang besar. Konon kata masyarakat bahwa suami atau istri telah ditentukan sejak kita diciptakan. Dua golongan pro dan kontra mengenai hal ini sama gigihnya. 

Bagi yang pro bahwa jodoh itu telah ditentukan mengatakan: Semula si A bercita-cita mempunyai istri yang begini atau begitu, bahkan sudah bertunangan dengan si anu sekian lamanya, tetapi semua gagal dan sekarang beristrikan seorang yang tak pernah diduga sama sekali. 

Apakah benar bahwa pasangan sebagai suami istri merupakan paduan kompak memuaskan kedua insan itu? Pertanyaan ini agak lucu diajukan. 

Kalau demikian halnya, lalu tidak ada perceraian perkawinan, tidak ada berita suami memukul istrinya atau bahkan membunuhnya. Ada istri menyembelih suami atau meracunnya, dan masih banyak ragam peristiwa akibat ketidaksesuaian suami istri ini. Bacalah surat kabar yang terbit hari ini atau yang sudah bekas, pasti anda mendapati berita perceraian atau penyiksaan. 

Kalau begitu, memang tidak mudah memilih pasangan sebagai suami istri itu. Memang benar! 

Kadang-kadang ada pasangan yang harmonis sampai menimbulkan iri hati orang lain: yang pria gagah, sopan, sarjana, yang wanita cantik, sopan dan ramah, tahu merendahkan hati. Tetapi ada pasangan yang gaduh terus menerus, yang jadi tetangganya ingin segera pindah rumah, karena tidak jarang berperang secara fisik. Untuk menjadi seorang suami atau istri yang baik tidak ada fakultasnya, segala sesuatu harus dirumuskan sendiri, maksimal minta nasehat kepada orang dianggap tahu. Inipun bukan jalan yang pasti jitu karena manusia sekian banyak ini sekian banyak pula ragam karakternya, jalan pemikirannya dan yang terpenting ialah pandangan hidup yang dianutnya. 

Teori dalam mendirikan rumah tangga atau maksud mengadakan perkawinan amat mudah dikalimatkan: Ingin hidup bersama, cinta mencintai, hidup bahagia, mendidik anak-anaknya dsb, tetapi dalam prakteknya tak ada masalah, tak ada masalah dunia yang lebih rumit daripada ini. 

Banyak pria yang sukses dalam pekerjaan dan ekonomi, tetapi tidak sukses dalam pernikahan. Dalam pekerjaannya ia dihormati oleh anak buahnya, tetapi dalam rumah dia dijajah oleh istrinya, sering dikatakan sebagai hewan. Jika kontak itu diberi batas, akan menimbulkan rasa rindu kangen. Rindu ialah adanya rasa haus akan kontak. Dalam kontak itu akan dikeluarkannya uneg-uneg (rasa hati) kepada orang yang dirindui itu, yang diharapkan akan mendapat respons yang memuaskan. 

Muncul suatu problema: Mungkinkah dalam kehidupan ini ada dua orang yang serba cocok segala-galanya sehingga memenuhi istilah “sahabat karib” atau kamerad? 

Secara teori itu mungkin saja, tetapi menurut doktrin dari Dr. Prentice Mulford, mungkin dua orang itu dilahirkan dalam abad yang berlainan atau bisa disimpulkan tidak mungkin. 

Cara berkontak dalam masyarakat modern ini ada banyak macam; dari kontak bertatap muka, berkorespondensi lewat telepon, Skype, aplikasi Whatsapp, radio, dsb. Kontak yang tersebut belakangan ini mungkin fantastis karena hanya membaca surat atau melihat photo atau mendengar suaranya, bisa ditentukan pribadinya. 

Banyak orang telah menjadi korban dari kontak tidak langsung ini: karena kalimat dari suratnya, foto atau suaranya lewat telpon. Sedangkan pribadi yang kita hadapi secara langsung saja bisa bermain sandiwara. 

Perjodohan suami istri kadang-kadang merupakan tragedi!



Quote: Fugit irreparabile tempus 
Waktu yang hilang tidak akan kembali lagi

Related posts

** Artikel ini menjadi tulisan pertama penulis di www.kompasiana.com category Humaniora - Sosbud. 

Comments