Untuk Kekasih Hati

 

Dear Kompasiana, Happy 12th anniversary, 22 Oct 2020 (Photo CelestineP)

Perjumpaanku dengan Kompasiana seperti sudah menjadi guratan peruntunganku. Menemukan kawan penolong untuk berbagi.

Awal keintimanku dengan Kompasiana, saat industri pariwisata mulai terpuruk awal April lalu. Hampir seluruh hotel merumahkan seluruh karyawan untuk bekerja di rumah. Sebagian hotel mulai tutup tidak beroprasi.

Hari ini tepat 2 bulan 3 hari, kumengenalnya. Meski masih planga plogo dunia bloger, keder juga dibaca para senior. Jadi kupaksa diri agar tulisan sedikit  berbobot. Malu dong dibaca kakak Junior, group Taruna, geng Penjelajah, kaum Fanatik, para Senior, apalagi golongan executive Maestro.

Sebenarnya ada hal penting dipikiranku yang takdapat tercurahkan. Semacam beban dihati yang harus dilepaskan.  Bahwa disana ada yang harus diluruskan. Sesuatu yang perlu dibenahi oleh kami, hotelier. Itulah alasan awal keinginan menulis.

Saya memaksa diri untuk setia pada buku maupun bacaan online. Setelah ke-3 blog penting berhasil kutulis; Kacamata Sales Marketing terhadap hotel, Sang Ahli Waris Hotel Anu, Tim Kecil yang kompak, entah mengapa beban dihati terasa ringan. Serasa kuingin menghentikan saja kegiatan menulis ini.  Tapi,,,

Meninggalkan Kompasiana begitu saja, kupandang tak elok. Sudah terlanjur sayang pada semua saudaraku disana. Di komuniti blogger ini, saya merasakan racikan bumbu hospitality.  Mengenakan baju etika dalam berkomentar, menyapa Kompasianer serta saling menghargai setiap tulisan.

Kompasiana wadah bersosialisasi kaum intelektual seperti komentar Capt Maha Dewa Agni Jatayu dalam tulisan Ibu Yana Haudy berjudul “Jumlah penulis bertambah tapi pembaca berkurang”

 “Pembaca Kompasiana rata-rata pembaca arus menengah ke atas sedangkan jarang untuk pembaca arus bawah. Silahkan koreksi saya jika salah. Pembaca sekarang (50%) lebih suka hal yang berbau gossip dan ngetrend di Indonesia. Sedangkan sisanya (10%) Politik dan keamanan. Gaya hidup (15%). Pendidikan (15%). Lain-lain 10%. Survey di atas pernah saya coba lakukan sendiri kepada 50 orang teman & kerabat saya dengan bermacam:profesi, usia, pendidikan, dan lain sebagainya”

Saya setuju dengan komentar itu. Takbanyak orang gemar membaca. Jaman now, jaman social media minded.

Hal ini pernah kubuktikan ketika kuposting satu tulisan melalui WAG. Dalam tulisan itu tersirat sindiran ditujukan sales marketing hospitality. Hanya 3 orang saja yang berkomentar. Takada reaksi bukan berarti tidak membaca. Mereka membacanya namun tidak perduli.

Idolaku di Kompasiana? Hmm, banyak. Hampir semua tulisan saya baca. Itulah positivenya, membaca dan menulis.

Saya menyukai politik karena background studi hukum. Dibidang ini tulisan Pak Fery W hampir tak pernah terlewatkan. Khusus wisata tulisan Pak Tonny Syiariel tak luput pula. Karena kumasih belajar ngeblog, Akun Ruang berbagi - RB, Krishna Pabichara , mengarahkan tulisanku.

Tulisan Bapak Tjiptadinata dan Ibu Rose Tjiptadinata, menjadi teladan semangatku.

Jadi kusebut semuakah?  Hmm… Ada sih idolaku. Ia tambatan hati, penolong, penyemangatku.

Followerku, idolaku. Follower adalah prioritas, pemegang kartu privilege. Secara teratur, tulisan follower pasti saya baca. Beberapa tulisan yang bersifat pelajaran (long term) kusimpan di kamar favorit agar dapat disentuh lagi kemudian hari.

Dihari ulang tahunnya yang ke 12, kumau berpantun untuk Kompasiana.

Makan nasi dengan sayur lodeh

Buat mie goreng dari mihun

Kuucapkan selamat deh

Buat Kompasiana yang berulang tahun

 

“Selamat ulang tahun Kompasiana!

Semoga dapat menjaga reputasi  baik dan menjadi kekasih hati para blogger di Indonesia dan luar negri. Suatu hari nanti bila kutak lagi disini, kutetap mencitaimu.

Dear Kompasiana, Kita masih saling mencintai kan?

 

 Perjumpaanku dengan Kompasiana seperti sudah menjadi guratan peruntunganku. Menemukan kawan penolong untuk berbagi.

Awal keintimanku dengan Kompasiana, saat industri pariwisata mulai terpuruk awal Aprilt lalu. Hampir seluruh hotel merumahkan seluruh karyawan untuk bekerja di rumah. Sebagian hotel mulai tutup tidak beroprasi.

Hari ini tepat 2 bulan 3 hari, kumengenalnya. Meski masih planga plogo dunia bloger, keder juga dibaca para senior. Jadi kupaksa diri agar tulisan sedikit  berbobot. Malu dong dibaca kakak Junior, group Taruna, geng Penjelajah, kaum Fanatik, para Senior, apalagi golongan executive Maestro.

Sebenarnya ada hal penting dipikiranku yang takdapat tercurahkan. Semacam beban dihati yang harus dilepaskan.  Bahwa disana ada yang harus diluruskan. Sesuatu yang perlu dibenahi oleh kami, hotelier. Itulah alasan awal keinginan menulis.

Saya memaksa diri untuk setia pada buku maupun bacaan online. Setelah ke-3 blog penting berhasil kutulis; Kacamata Sales Marketing terhadap hotel, Sang Ahli Waris Hotel Anu, Tim Kecil yang kompak, entah mengapa beban dihati terasa ringan. Serasa kuingin menghentikan saja kegiatan menulis ini.  Tapi,,,

Meninggalkan Kompasiana begitu saja, kupandang tak elok. Sudah terlanjur sayang pada semua saudaraku disana. Di komuniti blogger ini, saya merasakan racikan bumbu hospitality.  Mengenakan baju etika dalam berkomentar, menyapa Kompasianer serta saling menghargai setiap tulisan.

Kompasiana wadah bersosialisasi kaum intelektual seperti komentar Capt Maha Dewa Agni Jatayu dalam tulisan Ibu Yana Haudy berjudul “Jumlah penulis bertambah tapi pembaca berkurang”

 “Pembaca Kompasiana rata-rata pembaca arus menengah ke atas sedangkan jarang untuk pembaca arus bawah. Silahkan koreksi saya jika salah. Pembaca sekarang (50%) lebih suka hal yang berbau gossip dan ngetrend di Indonesia. Sedangkan sisanya (10%) Politik dan keamanan. Gaya hidup (15%). Pendidikan (15%). Lain-lain 10%.

Survey di atas pernah saya coba lakukan sendiri kepada 50 orang teman & kerabat saya dengan bermacam:profesi, usia, pendidikan, dan lain sebagainya”

Saya setuju dengan komentar itu. Takbanyak orang gemar membaca. Jaman now, jaman social media lover.

Hal ini pernah kubuktikan ketika kuposting satu tulisan melalui WAG. Dalam tulisan itu tersirat sindiran ditujukan sales marketing hospitality. Hanya 3 orang saja yang berkomentar. Takada reaksi bukan berarti tidak membaca. Mereka membacanya namun tidak perduli.

Idolaku di Kompasiana? Hmm, banyak. Hampir semua tulisan saya baca. Itulah positivenya, membaca dan menulis.

Saya menyukai politik karena background studi hukum. Dibidang ini tulisan Pak Fery W hampir tak pernah terlewatkan. Khusus wisata tulisan Pak Tonny Syiariel tak luput pula. Karena kumasih belajar ngeblog, Akun Ruang berbagi - RB, Krishna Pabichara , mengarahkan tulisanku.

Tulisan Bapak Tjiptadinata dan Ibu Rose Tjiptadinata, menjadi teladan semangatku.

Jadi kusebut semuakah?  Hmm… Ada sih idolaku. Ia tambatan hati, penolong, penyemangatku.

Followerku, idolaku. Follower adalah prioritas, pemegang kartu privilege. Secara teratur, tulisan follower pasti saya baca. Beberapa tulisan yang bersifat pelajaran (long term) kusimpan di kamar favorit agar dapat disentuh lagi kemudian hari.

Dihari ulang tahunnya yang ke 12, kumau berpantun untuk Kompasiana.

Jika hendak mengenal orang berbangsa

Lihat kepada budi dan bahasa

Jika hendak mengenal orang yang berbahagia

Sangat memeliharakan yang sia-sia

Jika hendak mengenal orang yang berilmu

Bertanya dan belajar tiadalah jemu

Akhir kata,,

Makan nasi dengan sayur lodeh

Buat mie goreng dari mihun

Kuucapkan selamat deh

Buat Kompasiana yang berulang tahun

 

“Selamat ulang tahun Kompasiana!

Semoga dapat menjaga reputasi  baik dan menjadi kekasih hati para blogger di Indonesia dan luar negri. Suatu hari nanti bila kutak lagi disini, kutetap mencitaimu.

Dear Kompasiana, Kita masih saling mencintai kan?

 

To read more articles please click  Description & content

*Artikel ini di posting juga pada laman Kompasiana.com dalam menyambut HUT ke-12, 25 October 2020

 

Comments