Perjumpaanku dengan Kompasiana
seperti sudah menjadi guratan peruntunganku. Menemukan kawan penolong untuk
berbagi.
Awal keintimanku dengan
Kompasiana, saat industri pariwisata mulai terpuruk awal April lalu. Hampir
seluruh hotel merumahkan seluruh karyawan untuk bekerja di rumah. Sebagian
hotel mulai tutup tidak beroprasi.
Hari ini tepat 2 bulan 3 hari,
kumengenalnya. Meski masih planga plogo dunia bloger, keder juga dibaca para
senior. Jadi kupaksa diri agar tulisan sedikit berbobot. Malu dong dibaca kakak Junior, group
Taruna, geng Penjelajah, kaum Fanatik, para Senior, apalagi golongan executive
Maestro.
Sebenarnya ada hal penting dipikiranku
yang takdapat tercurahkan. Semacam beban dihati yang harus dilepaskan. Bahwa disana ada yang harus diluruskan.
Sesuatu yang perlu dibenahi oleh kami, hotelier. Itulah alasan awal keinginan menulis.
Saya memaksa diri untuk setia
pada buku maupun bacaan online. Setelah ke-3 blog penting berhasil kutulis;
Kacamata Sales Marketing terhadap hotel, Sang Ahli Waris Hotel Anu, Tim Kecil
yang kompak, entah mengapa beban dihati terasa ringan. Serasa kuingin
menghentikan saja kegiatan menulis ini. Tapi,,,
Meninggalkan Kompasiana begitu
saja, kupandang tak elok. Sudah terlanjur sayang pada semua saudaraku disana.
Di komuniti blogger ini, saya merasakan racikan bumbu hospitality. Mengenakan baju etika dalam berkomentar,
menyapa Kompasianer serta saling menghargai setiap tulisan.
Kompasiana wadah bersosialisasi
kaum intelektual seperti komentar Capt Maha Dewa Agni Jatayu dalam tulisan Ibu
Yana Haudy berjudul “Jumlah penulis bertambah tapi pembaca berkurang”
“Pembaca Kompasiana rata-rata pembaca arus menengah ke atas sedangkan jarang untuk pembaca arus bawah. Silahkan koreksi saya jika salah. Pembaca sekarang (50%) lebih suka hal yang berbau gossip dan ngetrend di Indonesia. Sedangkan sisanya (10%) Politik dan keamanan. Gaya hidup (15%). Pendidikan (15%). Lain-lain 10%. Survey di atas pernah saya coba lakukan sendiri kepada 50 orang teman & kerabat saya dengan bermacam:profesi, usia, pendidikan, dan lain sebagainya”
Saya setuju dengan komentar itu.
Takbanyak orang gemar membaca. Jaman now, jaman social media minded.
Hal ini pernah kubuktikan ketika
kuposting satu tulisan melalui WAG. Dalam tulisan itu tersirat sindiran ditujukan
sales marketing hospitality. Hanya 3 orang saja yang berkomentar. Takada reaksi
bukan berarti tidak membaca. Mereka membacanya namun tidak perduli.
Idolaku di Kompasiana? Hmm, banyak.
Hampir semua tulisan saya baca. Itulah positivenya, membaca dan menulis.
Saya menyukai politik karena
background studi hukum. Dibidang ini tulisan Pak Fery W hampir tak pernah
terlewatkan. Khusus wisata tulisan Pak Tonny Syiariel tak luput pula. Karena
kumasih belajar ngeblog, Akun Ruang berbagi - RB, Krishna Pabichara ,
mengarahkan tulisanku.
Tulisan Bapak Tjiptadinata dan
Ibu Rose Tjiptadinata, menjadi teladan semangatku.
Jadi kusebut semuakah? Hmm… Ada sih idolaku. Ia tambatan hati,
penolong, penyemangatku.
Followerku, idolaku. Follower
adalah prioritas, pemegang kartu privilege. Secara teratur, tulisan follower pasti
saya baca. Beberapa tulisan yang bersifat pelajaran
(long term) kusimpan di kamar favorit agar dapat disentuh lagi kemudian
hari.
Dihari ulang tahunnya yang ke 12,
kumau berpantun untuk Kompasiana.
Makan nasi dengan sayur lodeh
Buat mie goreng dari mihun
Kuucapkan selamat deh
Buat Kompasiana yang berulang
tahun
“Selamat ulang tahun Kompasiana!
Semoga dapat menjaga reputasi baik dan menjadi kekasih hati para blogger di
Indonesia dan luar negri. Suatu hari nanti bila kutak lagi disini, kutetap
mencitaimu.
Dear Kompasiana, Kita masih
saling mencintai kan?
Awal keintimanku dengan
Kompasiana, saat industri pariwisata mulai terpuruk awal Aprilt lalu. Hampir
seluruh hotel merumahkan seluruh karyawan untuk bekerja di rumah. Sebagian
hotel mulai tutup tidak beroprasi.
Hari ini tepat 2 bulan 3 hari,
kumengenalnya. Meski masih planga plogo dunia bloger, keder juga dibaca para
senior. Jadi kupaksa diri agar tulisan sedikit berbobot. Malu dong dibaca kakak Junior, group
Taruna, geng Penjelajah, kaum Fanatik, para Senior, apalagi golongan executive
Maestro.
Sebenarnya ada hal penting dipikiranku
yang takdapat tercurahkan. Semacam beban dihati yang harus dilepaskan. Bahwa disana ada yang harus diluruskan.
Sesuatu yang perlu dibenahi oleh kami, hotelier. Itulah alasan awal keinginan menulis.
Saya memaksa diri untuk setia
pada buku maupun bacaan online. Setelah ke-3 blog penting berhasil kutulis;
Kacamata Sales Marketing terhadap hotel, Sang Ahli Waris Hotel Anu, Tim Kecil
yang kompak, entah mengapa beban dihati terasa ringan. Serasa kuingin
menghentikan saja kegiatan menulis ini. Tapi,,,
Meninggalkan Kompasiana begitu
saja, kupandang tak elok. Sudah terlanjur sayang pada semua saudaraku disana.
Di komuniti blogger ini, saya merasakan racikan bumbu hospitality. Mengenakan baju etika dalam berkomentar,
menyapa Kompasianer serta saling menghargai setiap tulisan.
Kompasiana wadah bersosialisasi
kaum intelektual seperti komentar Capt Maha Dewa Agni Jatayu dalam tulisan Ibu
Yana Haudy berjudul “Jumlah penulis bertambah tapi pembaca berkurang”
“Pembaca Kompasiana rata-rata pembaca arus
menengah ke atas sedangkan jarang untuk pembaca arus bawah. Silahkan koreksi
saya jika salah. Pembaca sekarang (50%) lebih suka hal yang berbau gossip dan
ngetrend di Indonesia. Sedangkan sisanya (10%) Politik dan keamanan. Gaya hidup
(15%). Pendidikan (15%). Lain-lain 10%.
Survey di atas pernah saya coba
lakukan sendiri kepada 50 orang teman & kerabat saya dengan bermacam:profesi,
usia, pendidikan, dan lain sebagainya”
Saya setuju dengan komentar itu.
Takbanyak orang gemar membaca. Jaman now, jaman social media lover.
Hal ini pernah kubuktikan ketika
kuposting satu tulisan melalui WAG. Dalam tulisan itu tersirat sindiran ditujukan
sales marketing hospitality. Hanya 3 orang saja yang berkomentar. Takada reaksi
bukan berarti tidak membaca. Mereka membacanya namun tidak perduli.
Idolaku di Kompasiana? Hmm, banyak.
Hampir semua tulisan saya baca. Itulah positivenya, membaca dan menulis.
Saya menyukai politik karena
background studi hukum. Dibidang ini tulisan Pak Fery W hampir tak pernah
terlewatkan. Khusus wisata tulisan Pak Tonny Syiariel tak luput pula. Karena
kumasih belajar ngeblog, Akun Ruang berbagi - RB, Krishna Pabichara ,
mengarahkan tulisanku.
Tulisan Bapak Tjiptadinata dan
Ibu Rose Tjiptadinata, menjadi teladan semangatku.
Jadi kusebut semuakah? Hmm… Ada sih idolaku. Ia tambatan hati,
penolong, penyemangatku.
Followerku, idolaku. Follower
adalah prioritas, pemegang kartu privilege. Secara teratur, tulisan follower pasti
saya baca. Beberapa tulisan yang bersifat pelajaran
(long term) kusimpan di kamar favorit agar dapat disentuh lagi kemudian
hari.
Dihari ulang tahunnya yang ke 12,
kumau berpantun untuk Kompasiana.
Jika hendak mengenal orang berbangsa
Lihat kepada budi dan bahasa
Jika hendak mengenal orang yang berbahagia
Sangat memeliharakan yang sia-sia
Jika hendak mengenal orang yang berilmu
Bertanya dan belajar tiadalah jemu
Akhir kata,,
Makan nasi dengan sayur lodeh
Buat mie goreng dari mihun
Kuucapkan selamat deh
Buat Kompasiana yang berulang
tahun
“Selamat ulang tahun Kompasiana!
Semoga dapat menjaga reputasi baik dan menjadi kekasih hati para blogger di
Indonesia dan luar negri. Suatu hari nanti bila kutak lagi disini, kutetap
mencitaimu.
Dear Kompasiana, Kita masih
saling mencintai kan?
*Artikel ini di posting juga pada laman Kompasiana.com dalam menyambut HUT ke-12, 25 October 2020
Comments