Sang Ahli Waris Hotel

Suasana meeting. Lebih menyenangkan dengan senyuman (photo CelestineP)

Kesempatan baik itu jarang datang. Jika kita melalukannya akan menyesal kemudian hari. Kita harus pandai melihat dan mencium kesempatan. Entah itu kesempatan baik ataupun tak menguntungkan.

Sambil mengucap syukur kutandatangani juga kontrak itu.Bersiap mengurus tiket pesawat secepatnya.

Sikap hormat terhadap atasan di kantor memang suatu keharusan. Karyawan menghargai atasannya. Sang atasan menghargai bawahannya, begitu timbal balik agar tercipta suasana kerja yang harmonis.

Suatu hari di ruang pertemuan, tetiba Manager ku menerima telpon dari seseorang. Tampaknya dari penelpon yang kurang ramah. Ia menggebrak telpon di meja  sambil keluar dari mulutnya “Don’t shout to me okay! Menggelegar.

Kembali lah Ia menghampiri meja pertemuan. Menumpahkan kekesalannya dengan melempar ballpoint ke meja. Untung saja ballpoint tak mengenai wajahku, Persoalaannya bukan takut akan lemparan sebuah pena tetapi lebih dari itu, kami berempati pada luka hatinya. Rasa iba dan sedih datang bersamaan. Seketika hening. Seluruh department head di ruangan itu hanya menduga-duga siapa gerangan si penelpon itu.

Sore hari kami melakukan pertemuan kembali. Pasti ada sesuatu yang penting, pikirku. Awalnya Sang Manager mengajarkan pentingnya bersikap hormat dan menghargai setiap orang. Akhirnya kami tahu bahwa si penelpon adalah putra dari pemilik hotel.

Putra kesayangan satu-satunya, tentu saja ditimang-timang. Pewaris tahta yang hartanya berlimpah lebih dari puluhan perusahaan besar termasuk hotel, Ia berusia 24 tahun ketika itu, seorang lulusan sekolah perhotelan di Eropa. Tak heran setelah menyelesaikan studinya, ia diberikan otoritas untuk mampu mengurus seluruh perusahaan ayahanda. Ia sebagai ahli waris satu-satunya.  

Namun demikian sang ayah belum memberikan otoritas sepenuhnya. Lelaki paruh baya yang disegani ini mengelola seluruh perusahaan sekaligus menurunkan pengetahuan berbisnis kepada putra tunggal tercinta.

Be happy with what you have while working for what you want (photo CelestineP)


Beberapa tahun lalu, kembali penulis teringat suatu peristiwa yang jauh lebih buruk. Putra dari seorang pemilik hotel, kaya raya. Ia anak bungsu dari 5 bersaudara. Seorang pemuda yang tinggal di Jakarta dan kembali balek kampong ke kota asalnya.

Pada pertemuan pertama kali, ia menghampiri ruangan kerjaku lalu mengeluarkan kata-kata tajam bak pisau membelah jantung pisang . Tanpa ada kata pembuka, kalimat yang keluar dari mulutnya ‘Bu, kalau kamu gak achieve target 3 bulan,  saya tendang kamu. Serius, saya tendang kamu! Dengan wajah serius ia meluncurkan kalimat yang membuat kejutan pertama di hari kerjaku yang ke-10 di hotel milik ayahnya.

15 menit setelah ia meninggalkan ruang kantor, kusampaikanlah pesan itu kepada pimpinan. Padahal ini bukan sekedar pesan, tetapi pesan bernada ancaman. Ku tak ambil pusing.

Di hari kedua kedatangannya, kembali ia membuat ulah tanpa alasan, meluncurkan beberapa tuduhan tanpa sebab. Pernah terjadi pula keributan pada saat morning briefing. Setelah mencari kesana kemari informasi mengenai pribadi EAM sekaligus ahli waris ini, tampaknya memang ia telah diketahui khalayak hotelier sebagai pembuat onar.

Begitulah dari hari kehari selalu membuat ulah tak terduga terhadap staff hotel. Tak pandang usia dan jabatan semua dilibas. Semangatnya tak gentar menghadapi masalah apapun dan siapapun yang menentang ide-idenya. Dalam hal ini Hotel Manager-pun dikalahkan.

Sering terjadi percekcokan dan salah paham diantara mereka tetapi Pimpinanku selalu mengalah. Pernah suatu hari ia sempat melukai Hotel Manager secara fisik. Kursi dan meja selalu menjadi obyek penderita. Hanya orang-orang yang benar-benar kuat secara mental yang mampu bertahan di hotel itu.

Entah apa yang ada di kepalanya, iapun berteriak-teriak ketika penulis mengundurkan diri keesokan harinya. Tak tahan dengan kiprahnya sebagai Eecutive Asistant Manager di hotel itu, yang membabi buta tanpa alasan jelas.

Errare humanum est, salah adalah sifat manusia. Akan tetapi kesalahan yang terus menerus dilakukan adalah sumber bencana.

Dimanapun kita bekerja, apapun bidangnya selalu saja ada hantaman yang tidak terpikirkan. Apabila tingkat keanehan orang-orang seperti ini dapat ditolerir, takakan menjadikan satu masalah yang berarti. Namun  melakukan tuduhan yang tak benar, mencari-cari kesalahan karyawan tanpa sebab, takada santun, berperilaku destructive, hal sedemikian mengeruhkan suasana di kantor.

Membiarkannya  terjadi  di tengah kesibukan dan pekerjaan yang bertumpuk membuat management hotel mandul menyikapinya. Karyawan bekerja ditengah ketakutan serta ancaman yang datang tiba-tiba. Tak berdaya. Buah simalakama. Dimakan bapak mati, tidak dimakan ibu mati.

Abrakadabra! Pilihan mengundurkan diri adalah agar terhindar dari masalah yang lebih buruk terjadi diantara ayah dan anak. Mencari cara aman saja.  Kesandhung ing rata, kebentus ing tawang, menemui kegagalan yang tak terduga.

Sementara sang ayah dalam kisah ini jauh berbeda dengan putra tersayangnya. Si ayah sangat  mengasihi seluruh karyawan. Ia bahkan mungkin tak mengetahui perilaku buruk  putra yang dikasihinya itu, terjadi setiap hari di hotelnya. Siapa yang berani melaporkan tingkah laku sang anak kepada ayahanda? Siapa yang mampu mengingatkan sang anak?

Jadikan pekerjaan sebagai  taman firdaus maka kita akan tenang dan efisien dalam bekerja. Jangan bertanya dimana itu terjadi sebab penulispun tak mencatatnya dalam CV. hehe

Kedua peristiwa 10 tahun silam ini setidaknya mengajarkan kepada setiap kita agar cakap mendidik anak-anak kita dengan penuh kasih sayang. Ada luka dalam hatinya sehingga mengundang kepahitan ketika dewasa, akibatnya ingin melukai siapapun penentang segala keinginannya.

Sang Pencipta mempertemukan orang-orang seperti ini supaya kita belajar serta sebagai pengingat hidup ini. Bersyukurlah apabila kita berjumpa dengan orang-orang yang rendah hati dan lembut hatinya.  Jiwa yang diselimuti kasih-sayang akan membuahkan kehangatan dan kebahagiaan.

Saevis tranquillus in udis, tenanglah dalam gelombang yang dasyat.

***

Related posts of Bunga Rampai, please click Description & content
*Artikel ini menjadi Artikel Pilihan di Kompasiana.com

Comments