“Begini ikatnya ya Non," kata
Bapak di sebelahku. Saya menuju Singapore, Usiaku saat itu 20 tahun.
Aku pemberani seperti Ayahku. Ia
gemar traveling. Karena hobi Ayahku menularkan turunannya.
Begitu excited negeri metropolis
itu kusinggahi, saya sering planga plongo. Lihat kiri kanan. Tak peduli bayi
menangis di pesawat, saya tetap menikmati dari jam ke jam.
Pramugari cantik, pramugara gagah,
Ow!
Setiba di Bandara, selama apapun aku
di sana, takkan bosan. Ada saja yang dijepret, foto-foto untuk koleksi.
Suasana airport tak membosankan.
Ku terbiasa pergi lebih awal agar tak tergesa-gesa. Traveling itu harus
dinikmati.
Beberapa tahun berselang, dimulailah
petualangan. Saya mulai menclok dari satu kota ke kota lain. Joint dengan hotel
di kota tertentu. Sungguh senang!
Aku telah mengelilingi bandara-bandara
di Nusantara. Bandara yang tak terlalu ramai diantaranya Palangkaraya, Pekanbaru, Palembang,
Bandung, Batam.
Ke Batam biasanya kota transit
sebelum ke Johor Bahru atau Singapore.
Bandara Sepinggan, Ngurah Rai, Kualanamu
dan tentu saja Soeta Jakarta, adalah Bandara favorit.
Suatu hari, seorang Petugas
mendekatiku. Ia membawa kartu petugas. Karena antri tiket begitu panjang dan
pesawat delayed, ia menawariku agar cepat boarding. Weleh.
Ia meminta sejumlah uang. Setelah
boarding, pun pesawat tetap delayed. Namun aku bodoh, kenapa kuminta cepat
check-in dengan bayaran?
Di Batam, tahun 2014 – 2017,
sulit mencari taksi online. Bila ada pun, tak diizinkan masuk area downtown. Yang
ada taksi argo kuda. Argonya ngetok, kayak kuda. Gak ada pilihan!
Sebulan berselang, aku singgah
lagi di Batam. Di sekitar Hotel Swissbell ada sekelompok orang demo.
“Pak, ada demo apa?” tanyaku
penasaran.
“Itu sopir taksi protes, blue
bird gak boleh masuk area sini.”
Wah, ada-ada aja. Jangan
menghalangi rezeki orang. Biarlah cari nafkah bareng-bareng.
Jadi orang gak boleh kemaruk, Anda
sendiri yang akan miskin. Kok gak mau berbagi rezeki.
Comments