Siang terik, sepulang sekolah,
saya bersama 2 teman melewati rumah yang amat luas.
Jalan ini jarang kulewati sepulang
sekolah.
Dari kejauhan, buah pohon
lobi-lobi itu menarik hati setiap orang. Berbuah sangat lebat.
Rasanya seperti menemukan taman
Firdaus, kami pun ke gerbang menuju pohon itu. Lalu kami punguti saja lobi-lobi
yang jatuh di bawah pohon itu.
Siapa tak tergiur lobi-lobi
merah, meski rasanya masam sekali.
Lobi-lobi dikumpulkan di tas masing-masing.
Aku mendapat beberapa butir saja. Sedang asyik-asyiknya, datang laki-laki
bertubuh tegap. Kami diusir. Saya ketakutan, lari terbirit-birit pulang.
“Mami, Mami, saya mau mengaku
dosa,” ujarku panik ketakutan.
Ibuku memandang keheranan. Ia tak
bertanya juga, mengapa ku mau mengaku dosa.
“Tuhan, ampuni saya, sudah
mencuri lobi-lobi di rumah orang.”
Beberapa hari setelah itu, pria yang
mengusir kami itu membawa sekeranjang lobi-lobi.
Sampai sekarang, saya tak pernah
mengenal satpam yang baik hati itu. Ibuku pun tak kenal pria berjaket ini. Dari
mana ia tahu rumahku?
Menginjak remaja, barulah aku paham, orang yang mengusir kami ialah satpam yang sedang patroli.
Barangkali satpam itu, kini sudah
uzur. Entahlah dimana beliau sekarang.
Setiap orang punya kenangan. Meskipun
ini silly story, demikian kata seorang kawan, namun kisah ini selalu teringat.
Bukan karena trauma atau ketakutan,
tapi lucu aja mengenang hal-hal yang tak terpikirkan saat itu. Ya, kawan-kawan
yang bersamaku pun tidak kuingat namanya satu persatu.
Sejak itu di sepanjang hidupku,
aku tak pernah melihat apalagi memakan buah lobi-lobi.
Flacourtia inermis itu nama Latinnya.
Warna merah yang memikat, rasanya ingin sekali memakannya.
Pohon lobi-lobi ditanam sebagai
peneduh yang tingginya mencapai 3 hingga 10 meter. Buahnya dapat dimakan, tapi sangat
masam. Cocok dibuat rujak asem.
Siapa mau lobi-lobi?
Comments