“Boleh saya minta KTP Ibu?”, pinta
Reita sambil senyum tipis.
“Terima kasih Bu Karla. Pembayaran
debit atau kartu kredit? Depositnya Rp 975.000 ya bu”.
“Apa boleh deposit Rp 500 ribu Dek?”,
tanya Bu Karla.
“Mohon ditunggu Bu”, Reita menuju
ke balik tembok, menemui supervisor.
Semenit kemudian.
“Boleh Bu. Jadi total kamar Rp
1.950.000 debit. Deposit Rp 500 ribu”, ulang Reita.
Tak lupa ia menyerahkan kunci
kamar serta selembar tanda terima pembayaran deposit.
Bu Karla menginap 3 malam. Harga per
kamar Rp.650.000 net.
Hari itu pertama kali check-in di
hotel berbintang tiga di Jakarta. Dua minggu lalu ia pernah menginap di hotel
tetangga, tak jauh dari tempatnya menginap sekarang.
Berapa jumlah deposit yang mesti dibayarkan?
Akhir pekan lalu, Pak Bonar,
istri dan anaknya pulang kampung ke Medan, menengok orang tuanya yang sudah
sepuh.
Maksud hati bermalam di rumah, namun
kamar penuh diisi kedua adiknya yang masih kuliah.
Tiada pilihan lain selain tinggal
di hotel meski jarak dari hotel ke rumah cukup jauh.
Hotel itu berlokasi di pusat
kota. Harga kamar Rp. 850.000 net termasuk makan pagi. Lumayan, harga khusus
untuknya. Sekertaris di kantor yang membantu pemesanan.
Pak Bonar membayar deposit Rp
2.125.000 selama 5 malam menetap.
Hotel mematok 50% dari harga
kamar dikalikan lama menetap.
Di hotel berbintang 5, ada pula
yang menerapkan besaran deposit hingga 100% dari harga kamar. Boleh-boleh saja.
Belakangan aturan deposit di hotel-hotel
lebih fleksibel. Seperti Bu Karla yang hanya cukup membayar Rp 500 ribu. Hotel menjaring
langganan?
Mengapa harus bayar deposit?
Pertama, memudahkan proses
pembayaran di outlet hotel.
Bagi tamu, hendak makan malam di
resto, hanya perlu tanda tangan di bill.
Ingin bermanja-manja di Spa, keperluan
laundry, cukup tanda tangan. Tulis nomor kamar, nama jelas sesuai KTP. Praktis.
Kedua, ganti rugi akibat kerusakan
fasilitas hotel
Kedua anak Pak Bonar, berlarian di
kamar. “Prang…!”. Meja kaca pecah berkeping-keping. Layar TV terkena goresan
benda tajam. Duh.
Kerusakan berat pada fasilitas, misalnya
wastafel retak, cermin pecah, melibatkan housekeeper, engineer, front office guna
melengkapi berita acara pemeriksaan (BAP).
BAP menjadi bukti pendukung
pemotongan deposit.
Karpet bolong, sofa bolong, gorden
bolong bekas sundutan rokok, itupun bentuk kerusakan. Jika ketahuan petugas
hotel, deposit diamankan.
Ketiga, sebagai uang denda.
Di kamar, seorang panitia seminar
mengajak 2 koleganya. Diam-diam mereka mengerjakan administrasi di kamar ketimbang
bayar sewa ruangan.
Tak disangka dan tak diduga, dinding
tembok, sprei, sofa, karpet kena tumpahan tinta.
Tak perlu diusut apa sebab tinta berceceran,
langsung saja kenakan denda!
Jika sprei putih terkena getah
manggis yang dimakan sembunyi-sembunyi. Makan durian diam-diam. Baunya menyebar
ke seluruh koridor.
Sama halnya dengan 4 orang dewasa
secara diam-diam tinggal di kamar standar. Bila suatu hari tertangkap basah, deposit
diamankan. Begitulah.
Keempat, mengganti barang yang
hilang.
Anda pernah diminta menunggu beberapa
menit saat check-out? Itu artinya staf housekeeping sedang memeriksa
kelengkapan kamar yang baru ditinggalkan.
Apakak face towel, handuk,
bath mat, terbawa atau sengaja dilipat di koper? Aha. Kalau bantal
mungkin gak ya?
Ketika check-out, peserta seminar
ada yang membawa pengering rambut di tasnya. Itu sebabnya hair dryer dipasang
permanen di tembok.
Apakah bathrobe, sarung
bantal, ada juga tersangkut di koper. Wah.
Kelima, menjamin tamu yang
kabur (Bagi Hotelier)
Check-out tanpa lapor ke
resepsionis.
Apa benar, ada tamu kabur dari
hotel? O ada saja.
Biasanya terjadi pada tamu yang menolak
bayar deposit saat check-in. Begitu percayanya sang resepsionis, akhirnya sang
tamu bisa langsung check-in.
Begini kisahnya.
Sepasang tamu check-in dari kota
antah berantah. Rencananya akan menginap 7 malam. Tiga malam sudah dibayarnya.
Lalu menolak bayar deposit.
Keesokan hari ditagihlah sang
tamu. Jawabnya, “Dari perusahaan belum transfer Mba, besok ya”.
Siang harinya, “Sabar ya Mba, ini
online transfer sedang macet, pasti dibayar kok”.
Hari ke-3, pagi, siang malam,
“Masih di kantor Mas, nanti saya telepon balik”, begitu katanya kepada manajer
FO.
Hingga hari ke-5, tamatlah sudah.
Barang bawaannya lenyap, kamar kosong takada tanda-tanda berpenghuni.
Mereka meninggalkan hutang 2
malam x harga kamar serta tagihan makan siang, makan malam, massage, laundry.
Total hutang lebih dari Rp 4 juta.
Setelah itu, dimulailah
investigasi. Ditelpon, hp mati. Di WA centang satu.
Jadi? Ya kabur.
Kenapa di hotel melati, berbintang 1, 2 deposit jarang diberlakukan?
Di hotel-hotel melati, bintang 1,
2, urusan deposit jarang disinggung.
Saya pernah menginap semalam di
hotel melati Kuala Pembuang, Seruyan, Kalimantan Tengah. Satpam yang merangkap
sebagai resepsionis itu tak peduli urusan deposit.
Apa yang hendak dijaminkan? Bilik
sederhana itu hanya dilengkapi alas tidur seadanya dengan TV tabung digantung
di pojok kamar.
Di hotel bujet, walau wajib
bayar, hanya sejumlah kecil saja, antara Rp 100.000 hingga Rp 200.000 per
sekali kunjungan. Bukan per harga kamar.
Deposit di hotel adalah uang
jaminan tamu selama menginap. Semakin lama Anda tinggal di hotel mewah, angka
deposit pun melambung.
Sofa di butik hotel, lampu
kristal ratusan juta rupiah, karpet mewah dari Turki, vas bunga antik, itulah
fasilitas yang dirawat.
Di zaman yang serba ekspres, dengan
arsitek kamar minimalis, membuat proses check-in lebih simpel termasuk urusan deposit.
Deposit tidaklah membebankan, sebaliknya
tamu dididik disiplin, bertanggung jawab selama tinggal di hotel.
“Sense of belonging”,
begitu menurut ownerku. Agar tamu merasa sebagai si empunya, menjaga fasilitas
hotel dan peduli.
Segalanya menjadi teratur. Bagi
manajemen, tak lain agar tamu aman dan nyaman.
Salam hospitality
* Artikel ini pertama kali ditayangkan di Kompasiana.
Comments