Fleksibilitas Harga Kamar Saat Tamu Check-in Langsung

 

Check-in process (foto by pixabay.com gratis)

“Tadi saya cek di aplikasi harganya beda, lebih murah kok”, begitu komentar walk-in guest.

Walk-in guest, artinya tamu check-in langsung ke hotel tanpa melakukan pemesanan kamar terlebih dahulu. Tamu ujug-ujug datang.

“Go show aja yuk!”. Artinya ajakan untuk datang langsung. Namun jarang disebut go show guest.

Saat Reita walk-in, kok harga kamar lebih mahal dari Online Travel Agent (OTA)? Padahal tadi pagi  harga di online cukup murah.

Traveloka, Tiket.com, Agoda, Booking.com, dan teman-temannya itu dari market online. Disebut  online travel agent karena memang sebagai agen hotel.

Reita tak nyaman juga di depan kaunter resepsionis, bertanya, kadang debat ringan perihal harga. Tamu yang antri bisa saling bisik, “Yah, gitu aja jadi masalah”.

Ketika saya check-in di salah satu hotel berbintang 4 di Batam. Saya minta harga lebih murah dari OTA, kok dijawab, “Maaf Bu, gak tembus harganya”.

Apa arti ‘gak tembus? Saya menebak, ya kalau mau booking via OTA, silahkan saja, tapi tak bisa dipakai walk-in. Weleh.

Paham harga agar gak kecele

Dalam marketing hotel kita mengenal rate structure atau rate grid. Harga-harga disusun sedemikian rapi sehingga tidak saling bertabrakan antar market segmentation.

Harga yang berlaku untuk market segmen offline, diantaranya:

·       Harga umum, publish rate atau rack rate. Diterapkan jika hotel dalam kondisi high season atau peak season. (New Year, Event International)

·   Harga korporat (Corporate Rate) setelah tim penjual blusukan atau bagi perusahaan yang tak diragukan lagi reputasinya.

·       Harga walk-in.

Banyak segmen lainnya seperti airlines, pemerintahan, namun itu diluar bahasan.

Mempelajari susunan harga kamar, mari kita perhatikan contoh harga kamar hotel berbintang 4 berikut:

Harga kamar umum: IDR 1.200.000 Net/kamar/malam

Harga OTA: IDR 991.200 Net (Harga korporat ditambah komisi 18% - 22%)

Harga walk-in: IDR 891.000 Net (Harga OTA dikurangi sekitar IDR 50.000 - IDR 100.000).

Harga korporat: IDR 840.000 Net (Harga kamar umum diskon 30% - 35%).

Format susunan harga di atas, bagian dari pricing strategic. Strategi harga-harga yang diterapkan.

Bagi hotel, rate structure bersifat rahasia.

Analisa tren market online

Sebagai penjual, bukankah kita ingin banyak pelanggan? Semakin mengenal, semakin mulus ketika mereka check-in. Hanya 4 menit, langsung masuk kamar.

Mengamati trend market online, harga kamar selalu dinamis mengikuti pasar. Harga pada pagi dan siang hari bisa berbeda.

Pagi hari, harga-harga lebih menggiurkan. Belum lagi tawaran paket flash deal di tengah malam, akan penuh kejutan.

Analisa sederhana terkait tren market online:

Pertama, jika harga kamar statis, tak bergerak, dipastikan kamar-kamar tak banyak terjual.

Kedua, absennya staf e-commerce pun penyebab harga statis di layar. Harga-harga jadi mandek, sepi pengunjung, takada pergerakan.

Ketiga, tak sedikit manajemen hotel memasang harga tinggi di OTA dengan alasan prestise. Hal ini biasanya terjadi pada hotel-hotel yang menjaga gengsi terutama di tengah hotel pesaing (positioning).

Keempat, harga tinggi pada periode tertentu, disebabkan kamar hotel sudah penuh.

Kelima, jika kamar ‘not available, coba saja ujug-ujug datang ke hotel. Biasanya tersedia namun harga dipasang lebih tinggi.

Sebaliknya, jika perubahan harga kamar pada pagi hari, siang, malam semakin atraktif, artinya kamar banyak peminat alias laris manis.

Nah yang dimaksud Reita, memohon harga kamar setidaknya sama dengan harga OTA, sebenarnya hotel diuntungkan. Bahkan harga diskon menjadi daya tarik menarik returning guests.

Diskon IDR 50 ribu hingga IDR 100 ribu dari harga online, nilai yang tidak besar dan dapat diterima. Anggap saja sebagai pengganti komisi pada agen.

Jika tamu masih enggan menerima tawaran resepsionis, mintalah harga paket untuk tamu yang kepepet, bisa menjadi penghibur di kala kocek pas-pasan.

“Dek, ada harga paket gak untuk hari ini?”, tanya Pak Geri.

“O, baik Pak. Saya cek dulu  ya”.

Semenit kemudian.

“Pak, untuk hari ini kami beri harga khusus ya. IDR 800 ribu saja termasuk makan pagi”.  Ini lebih baik daripada tamu kabur.

Tamu walk-in senang memandang manajemen lebih perhatian. Apalagi GRO (Guest Relation Officer) menyambut sembari senyum membawa welcome drink. hmm

Sayangnya terkadang resepsionis kurang cermat dan peka terhadap permintaan tamu. Tamu walk-in manteng, kamar ditawar 50 ribu, masih geleng kepala.

Rate structure bisa jadi berantakan jika front liner tidak mengerti atau penjelasan yang blur kepada tamu.

Sama halnya dengan tamu yang loyal kok dipatok harga lebih tinggi daripada tamu yang hanya sesekali check-in?

Tamu walk-in kok harganya lebih mahal dari online? Jelas-jelas rupiah di depan mata.

Harga yang dinamis akan menaikkan rating dan popularitas hotel.

Tim marketing, reservasi, front liner yang paham, akan menerapkan harga-harga kamar sesuai segmen, pun sebaiknya lebih fleksibel. Harga BAR (best available rate) dapat menjadi alternatif.

Hindari kesimpangsiuran harga antar segmen. Bagaimanapun pasar OTA lebih luas dalam membantu hotel mengejar tingkat hunian.

Tak mau kalah bersaing, promosi OTA pun amat gencar. Banyak pelanggan yang difasilitasi paylater, diskon besar-besaran dari kartu kredit.

Ya, untuk apa bayar tunai jika harga beti alias beda tipis. Toh Traveloka, Tiket.com, Agoda, Booking.com, dan lainnya menawarkan harga promo yang menarik pula bagi member setianya.

Demikian harga antar segmen tidak saling bertubrukan. Marketing memerlukan bantuan OTA, tamu walk-in pun ingin mendapat harga pantas.

Salam hospitality


*Artikel ini pertama kali ditayangkan di Kompasiana

Comments