Segala sesuatu ada masanya. Masa merangkak,
berjuang, masa cemerlang, jatuh, bangun tetap dilakoni pebisnis hotel.
Pasang surut bisnis, masa
perjalanan dan pelajaran berharga.
Ada hotel yang mulai limbung lalu
cepat diatasi. Ada yang terhuyung-huyung lalu kembali berkibar.
Ada hotel melawas, mati suri, lalu
lenyap ditelan masa. Kalau gak bangkrut, apalagi alasannya.
Tak lekang oleh panas, tak lapuk
oleh hujan, banyak pula hotel yang bertahan dalam hitungan 3, 4, bahkan 5 dekade.
“Ya, kita pernah jaya. Kalau lagi
surut tak perlu gerutu, itu hal wajar”, ujar Pak Ben, pebisnis hotel yang juga
seorang hotelier.
Ia terkenang masa kebersamaan tim
saat hotel di puncak kesuksesan.
Siapa menduga bisnis hotel
bakalan bangkrut? Cashflow macet, hutang bejibun, piutang bertumpuk. Produk
melawas, lesu.
Ada hotel tahan banting? Banyak.
Ini contohnya.
Sejarah bisnis keluarga turun
temurun
“Ini warisan berharga Bu. Sampai
kapanpun harus berkibar”, jelas Mr. Roy, pemilik Hotel Aurora.
“Ya, bisnis pertama Kakek”,
tambahnya.
Pemilik melibatkan keluarga besar
dalam operasional. Tak hanya mengawasi cermat sistem manajemen namun karena
eksistensi hotel menyimpan sejarah keluarga turun temurun.
Sekalipun terpuruk, keluarga,
ahli waris, bergotong royong membentengi bisnis ini.
Bisnis keluarga menetaskan prinsip berikut:
1. Mengutamakan kesejahteraan karyawan. Hubungan pemilik dengan karyawan terjalin akrab.
2. Hubungan akrab dengan keluarga pelanggan dan keturunannya.
3. Menguasai pasar segmentasi tertentu. Tim marketing memiliki data base secara historical.
4. Karyawan diberi keleluasaan bekerja hingga usia lanjut, asal jiwa raga sehat, tidak pikun.
5. Memprioritaskan kebersihan hotel dan fasilitas.
Hotel Aurora terus menggeliat.
Tim marketing tak terlalu berlelah sebab hubungan pelanggan pun diturunkan atas
dasar kekerabatan.
Ada 4 upaya pebisnis dalam mempertahankan hotel tetap pupuler:
1. Membangun tim solid
Pernah timbul keinginan Pak Ben undur
diri dari Hotel Aurora. Rasanya semua pengetahuan sudah di luar kepala.
“Memang niat membangun hotel pribadi
sudah terpikir. Ditunda dulu lah”, katanya.
“Kenapa Pak?”, tanyaku
“Saya masih bagian dari keluarga
besar ini”, timpal Pak Ben yang usianya menjelang 55 tahun.
Pimpinan silih berganti, karyawan
pindah ke hotel anyar, telah menjadi tradisi.
Kenyamanan bekerja bagi karyawan,
kunci membangun tim solid. Tim manajemen kompak seturut visi hotel yang digagas
pemilik.
Tim manajemen dibimbing sepanjang
waktu. Sistem kontrol terpimpin dari pimpinan ke seluruh staf. Tim solid dimulai
hubungan sinergi pemilik dengan hotelier senior.
Anda pernah membaca Energi
Hospitality Melejitkan Bisnis, dari situlah energi itu muncul. Ada hubungan
chemistry.
Hotelier tak hanya status. Ada aliran
hospitality yang warm, comforting, connecting mengaliri seluruh
individu.
Hospitality melekat pada karakter
kepemimpinan pemilik. It’s all about a leader, menurutku benar adanya.
Pemilik hotel mendidik karyawan sebagai
pribadi yang mewakili dirinya.
Demikian karakter, gaya kepemimpinannya
ditularkan kepada bawahan atas asas kekeluargaan. Jauh dari pimpinan yang bosy,
otoriter, apalagi diktator
Tersebab hubungan harmonis, pelanggan
diuntungkan. Tamu nyaman tinggal di hotel, disambut sebagai keluarga pula.
2. Gigih mempertahankan citra hotel
“Pokoknya, bisnis hotel tak jauh
seputar brand. Citra baik, reputasi terangkat”, kata Pak Ben.
Ya saya setuju. Bisnis moncer disebabkan
tekad kuat pemilik, pebisnis, pimpinan serta seluruh staf.
“Cari pemimpin yang mampu menjaga
brand, jangan urakan”, lanjutnya.
“Apa maksud urakan itu, Pak?,
tanyaku.
“Gak ada toleransi terhadap
karyawan yang curang. Syukurlah, sampai sekarang gak pernah terjadi”.
Sikap dan perilaku karyawan harus
terpuji. Hindari korupsi, pencurian, kriminal yang memudarkan popularitas
hotel.
Reputasi baik, mendorong kapal tetap melaju.
3. Mengganti konsep jadul
“Hotel Aurora sudah 2 kali ganti
konsep. Saya sih senang aja. Gak bosan juga suasananya”, ujar Pak Ben saat kami
ngopi.
Meski telah berganti konsep, tapi
masih ada sentuhan konsep lama. Justru dari kombinasi itulah timbul unsur
seninya.
Usia 32 tahun memang gak muda
lagi. Banyak staf direkrut dari kalangan generasi muda.
Tujuannya agar pengaruh gaya hidup
generasi milenial dan generasi Z lebih menonjol sesuai perubahan era. Mereka yang
maunya simpel, praktis.
Dekorasi jadoel, diberi sentuhan
nuansa kekinian. Duduk di lobi gak bosan, apalagi ditemani kopi hangat. Hmm..
Kids corner disudut lobi, untuk
anak-anak yang orang tuanya sedang check-in.
Takada lagi bunga artifisial di
meja, lonceng jam berdentang kini diganti
jam modis, sofa kusam tak lagi mejeng di lobi.
Bangunan hotel dicat ragam warna
ceria. Warna cerah, mengubah atmosfer hotel.
“Gak mahal kok Celestine. Sudah
ada bujetnya”, katanya saat kutanya berapa dana mesti keluar.
Kata seorang tamu, kesan pertama
dari hotel lawas, dekorasinya menyeramkan. Padahal arsitek tempo dulu memang
ngetren pada masanya. Nah, yang ini harus dipoles.
Lemari dicat ulang, furnitur
ganti warna. Tak perlu grudukan dalam tempo sama.
“Gak perlu proyek besar-besaran. Asal
konsisten aja”, timpalnya.
Mulailah 3 kamar selama 3 bulan
menjadi proyek yang berkesinambungan.
Bulan berganti, tahun berjalan, ganti
konsep hotel tanda penyegaran.
“Pokoknya, biar hotel jadul tapi brand tetap berkibar, hehe…”, ujarnya bangga.
4. Berani melakukan terobosan
Hotel berani tampil beda?
Rehat kopi tak disajikan di pisin.
Lebih asyik live cooking. Bakwan, pisang goreng, tempe goreng, saat
rehat kopi, kudapan hangat, bikin nikmat. Peserta meeting pun senang.
Saat check-in, takada lagi antrian.
Jikalau tamu antri, apa boleh makan siang di resto pengganti sarapan?
Kualitas menu sarapan, itu
prioritas. Tamu di beri seabreg pilihan menu yang boleh disantap sesukanya.
Prinsipnya makan enak, tidur
nyenyak. Makanan aneka ragam, kamar nyaman.
“Kami juga beri gratis antar
jemput tamu ke Bandara”, lanjut Pak Ben.
Tamu aman sepanjang perjalanan ke
hotel. Shuttle service bisa jadi ciri khas hotel agar tetap populer.
Wifi? “O tentu saja, ada di
seluruh area tamu, termasuk seluruh kamar”. Hari gini wifi sudah jadi kebutuhan,
bukan pilihan.
Atmosfer hangat, alunan musik di
koridor. Menu sarapan lezat tersaji. Suasana hangat akan menarik banyak pengunjung.
Too good to be true? Gak juga. Ini hal sederhana yang dapat dilakukan pebisnis agar hotel-hotel lawas tetap berkibar dengan menonjolkan inner beauty serta kualitas pelayanan standar.
Tiada sistem yang sempurna. Tentu
ada riak kecil dalam perjalanan kapal.
Misalnya karyawan senior yang merasa
harus selalu diperhatikan. Kecemburuan sosial terhadap karyawan baru yang mendapat
privilese, sementara karyawan senior gigit jari.
Namun hal demikian, dapat
dituntaskan dengan cara kekeluargaan.
Saya kutip 2 bait puisi berjudul Pusaran
Cerita Dalam Keheningan karya Kompasianer Santi Christiono dalam
lomba Puisi Hospitality di Komunitas Hotelier Writers.
Kini raga ada dalam seni Rasa, tertuang dalam sajian
penganan
Warisan Nusantara menjadi satu kebanggaan yang terungkap
Inilah cerita perjalananku ...
Menikmati Hotel yang mengerti arti budaya dan menancapkan
arti kekekalan
Bukan berarti tua menjadi purba dan
primitif tapi klasik
Terjaga dan asri, memperindah jagat dalam dunia yang
kecil
Memberikan kembali pada hakikat putaran bumi
Bumi adalah kesamaan kita semua dalam bingkai cerita
Boleh saja hotel tua, primitif
tapi tetap dijaga asri. Hotel akan tetap eksis, tercatat dalam sejarah.
Para pebisnis hotel paham benar
bahwa suatu hari publik takkan menyukai lagi hotelnya seiring produk menua.
Ada masa membangun, ada masa
merombak. Pemilik tak perlu kecil hati bila keuangan tak memadai.
Tak perlu keluar kocek milyaran
rupiah untuk membangun hotel agar tetap populer.
Gedung hotel pasti melawas, rapinya
sistem manajemen takkan goyah.
Pilarnya, karakter kepemimpinan yang
kokoh, sistem manajemen kekeluargaan dengan tim solid serta terobosan baru
sesuai perubahan era.
Salam hospitality
*Artikel ini pertama kali tayang di Kompasiana
Comments