4 Upaya Hotel Lawas Tetap Populer

 

Deluxe room yang baru saja direnovasi. Hotel di Malaysia (foto CL Patterson)

Segala sesuatu ada masanya. Masa merangkak, berjuang, masa cemerlang, jatuh, bangun tetap dilakoni pebisnis hotel.

Pasang surut bisnis, masa perjalanan dan pelajaran berharga.

Ada hotel yang mulai limbung lalu cepat diatasi. Ada yang terhuyung-huyung lalu kembali berkibar.

Ada hotel melawas, mati suri, lalu lenyap ditelan masa. Kalau gak bangkrut, apalagi alasannya.

Tak lekang oleh panas, tak lapuk oleh hujan, banyak pula hotel yang bertahan dalam hitungan 3, 4, bahkan 5 dekade.

“Ya, kita pernah jaya. Kalau lagi surut tak perlu gerutu, itu hal wajar”, ujar Pak Ben, pebisnis hotel yang juga seorang hotelier.

Ia terkenang masa kebersamaan tim saat hotel di puncak kesuksesan.

Siapa menduga bisnis hotel bakalan bangkrut? Cashflow macet, hutang bejibun, piutang bertumpuk. Produk melawas, lesu.

Ada hotel tahan banting? Banyak. Ini contohnya.

Sejarah bisnis keluarga turun temurun

“Ini warisan berharga Bu. Sampai kapanpun harus berkibar”, jelas Mr. Roy, pemilik Hotel Aurora.

“Ya, bisnis pertama Kakek”, tambahnya.

Pemilik melibatkan keluarga besar dalam operasional. Tak hanya mengawasi cermat sistem manajemen namun karena eksistensi hotel menyimpan sejarah keluarga turun temurun.

Sekalipun terpuruk, keluarga, ahli waris, bergotong royong membentengi bisnis ini.

Bisnis keluarga menetaskan prinsip berikut:

1. Mengutamakan kesejahteraan karyawan. Hubungan pemilik dengan karyawan terjalin akrab.

2. Hubungan akrab dengan keluarga pelanggan dan keturunannya.

3. Menguasai pasar segmentasi tertentu. Tim marketing memiliki data base secara historical.

4. Karyawan diberi keleluasaan bekerja hingga usia lanjut, asal jiwa raga sehat, tidak pikun.

5.  Memprioritaskan kebersihan hotel dan fasilitas.

Hotel Aurora terus menggeliat. Tim marketing tak terlalu berlelah sebab hubungan pelanggan pun diturunkan atas dasar kekerabatan.

Ada 4 upaya pebisnis dalam mempertahankan hotel tetap pupuler:

1.  Membangun tim solid

Pernah timbul keinginan Pak Ben undur diri dari Hotel Aurora. Rasanya semua pengetahuan sudah di luar kepala.

“Memang niat membangun hotel pribadi sudah terpikir. Ditunda dulu lah”, katanya.

“Kenapa Pak?”, tanyaku

“Saya masih bagian dari keluarga besar ini”, timpal Pak Ben yang usianya menjelang 55 tahun.

Pimpinan silih berganti, karyawan pindah ke hotel anyar, telah menjadi tradisi.

Kenyamanan bekerja bagi karyawan, kunci membangun tim solid. Tim manajemen kompak seturut visi hotel yang digagas pemilik.

Tim manajemen dibimbing sepanjang waktu. Sistem kontrol terpimpin dari pimpinan ke seluruh staf. Tim solid dimulai hubungan sinergi pemilik dengan hotelier senior.

Anda pernah membaca Energi Hospitality Melejitkan Bisnis, dari situlah energi itu muncul. Ada hubungan chemistry.

Hotelier tak hanya status. Ada aliran hospitality yang warm, comforting, connecting mengaliri seluruh individu.

Hospitality melekat pada karakter kepemimpinan pemilik. It’s all about a leader, menurutku benar adanya.

Pemilik hotel mendidik karyawan sebagai pribadi yang mewakili dirinya.

Demikian karakter, gaya kepemimpinannya ditularkan kepada bawahan atas asas kekeluargaan. Jauh dari pimpinan yang bosy, otoriter, apalagi diktator

Tersebab hubungan harmonis, pelanggan diuntungkan. Tamu nyaman tinggal di hotel, disambut sebagai keluarga pula.

2.  Gigih mempertahankan citra hotel

“Pokoknya, bisnis hotel tak jauh seputar brand. Citra baik, reputasi terangkat”, kata Pak Ben.

Ya saya setuju. Bisnis moncer disebabkan tekad kuat pemilik, pebisnis, pimpinan serta seluruh staf.

“Cari pemimpin yang mampu menjaga brand, jangan urakan”, lanjutnya.

“Apa maksud urakan itu, Pak?, tanyaku.

“Gak ada toleransi terhadap karyawan yang curang. Syukurlah, sampai sekarang gak pernah terjadi”.

Sikap dan perilaku karyawan harus terpuji. Hindari korupsi, pencurian, kriminal yang memudarkan popularitas hotel.

Reputasi baik, mendorong kapal tetap melaju.

3Mengganti konsep jadul

“Hotel Aurora sudah 2 kali ganti konsep. Saya sih senang aja. Gak bosan juga suasananya”, ujar Pak Ben saat kami ngopi.

Meski telah berganti konsep, tapi masih ada sentuhan konsep lama. Justru dari kombinasi itulah timbul unsur seninya.

Usia 32 tahun memang gak muda lagi. Banyak staf direkrut dari kalangan generasi muda.

Tujuannya agar pengaruh gaya hidup generasi milenial dan generasi Z lebih menonjol sesuai perubahan era. Mereka yang maunya simpel, praktis.

Dekorasi jadoel, diberi sentuhan nuansa kekinian. Duduk di lobi gak bosan, apalagi ditemani kopi hangat. Hmm..

Kids corner disudut lobi, untuk anak-anak yang orang tuanya sedang check-in.

Takada lagi bunga artifisial di meja, lonceng jam berdentang kini diganti  jam modis, sofa kusam tak lagi mejeng di lobi.

Bangunan hotel dicat ragam warna ceria. Warna cerah, mengubah atmosfer hotel.

“Gak mahal kok Celestine. Sudah ada bujetnya”, katanya saat kutanya berapa dana mesti keluar.

Kata seorang tamu, kesan pertama dari hotel lawas, dekorasinya menyeramkan. Padahal arsitek tempo dulu memang ngetren pada masanya. Nah, yang ini harus dipoles.

Lemari dicat ulang, furnitur ganti warna. Tak perlu grudukan dalam tempo sama.

“Gak perlu proyek besar-besaran. Asal konsisten aja”, timpalnya.

Mulailah 3 kamar selama 3 bulan menjadi proyek yang berkesinambungan.

Bulan berganti, tahun berjalan, ganti konsep hotel tanda penyegaran.

“Pokoknya, biar hotel jadul tapi brand tetap berkibar, hehe…”, ujarnya bangga.

4. Berani melakukan terobosan

Hotel berani tampil beda?

Rehat kopi tak disajikan di pisin. Lebih asyik live cooking. Bakwan, pisang goreng, tempe goreng, saat rehat kopi, kudapan hangat, bikin nikmat. Peserta meeting pun senang.

Saat check-in, takada lagi antrian. Jikalau tamu antri, apa boleh makan siang di resto pengganti sarapan?

Kualitas menu sarapan, itu prioritas. Tamu di beri seabreg pilihan menu yang boleh disantap sesukanya.

Prinsipnya makan enak, tidur nyenyak. Makanan aneka ragam, kamar nyaman.

“Kami juga beri gratis antar jemput tamu ke Bandara”, lanjut Pak Ben.

Tamu aman sepanjang perjalanan ke hotel. Shuttle service bisa jadi ciri khas hotel agar tetap populer.

Wifi? “O tentu saja, ada di seluruh area tamu, termasuk seluruh kamar”. Hari gini wifi sudah jadi kebutuhan, bukan pilihan.

Atmosfer hangat, alunan musik di koridor. Menu sarapan lezat tersaji. Suasana hangat akan menarik banyak pengunjung.

Too good to be true? Gak juga. Ini hal sederhana yang dapat dilakukan pebisnis agar hotel-hotel lawas tetap berkibar dengan menonjolkan inner beauty serta kualitas pelayanan standar.

Tiada sistem yang sempurna. Tentu ada riak kecil dalam perjalanan kapal.

Misalnya karyawan senior yang merasa harus selalu diperhatikan. Kecemburuan sosial terhadap karyawan baru yang mendapat privilese, sementara karyawan senior gigit jari.

Namun hal demikian, dapat dituntaskan dengan cara kekeluargaan.

Saya kutip 2 bait puisi berjudul Pusaran Cerita Dalam Keheningan karya Kompasianer Santi Christiono dalam lomba Puisi Hospitality di Komunitas Hotelier Writers.

Kini raga ada dalam seni Rasa, tertuang dalam sajian penganan

Warisan Nusantara menjadi satu kebanggaan yang terungkap

Inilah cerita perjalananku ...

Menikmati Hotel yang mengerti arti budaya dan menancapkan arti kekekalan

 

Bukan berarti tua menjadi purba dan primitif tapi klasik

Terjaga dan asri, memperindah jagat dalam dunia yang kecil

Memberikan kembali pada hakikat putaran bumi

Bumi adalah kesamaan kita semua dalam bingkai cerita

 

Boleh saja hotel tua, primitif tapi tetap dijaga asri. Hotel akan tetap eksis, tercatat dalam sejarah.

Para pebisnis hotel paham benar bahwa suatu hari publik takkan menyukai lagi hotelnya seiring produk menua.

Ada masa membangun, ada masa merombak. Pemilik tak perlu kecil hati bila keuangan tak memadai.

Tak perlu keluar kocek milyaran rupiah untuk membangun hotel agar tetap populer.

Gedung hotel pasti melawas, rapinya sistem manajemen takkan goyah.

Pilarnya, karakter kepemimpinan yang kokoh, sistem manajemen kekeluargaan dengan tim solid serta terobosan baru sesuai perubahan era.

Salam hospitality


*Artikel ini pertama kali tayang di Kompasiana 

Comments