Ada akibat pasti ada penyebab. Check-in
Haruskah Memakan Waktu Lama? Begitu judul artikel karya Kompasianer Muthiah
Alhasany.
Apa yang terjadi di operasional
sehari-hari? Seeing is believing. Moto klasik tapi masih keren.
Check-in late, tak terdengar asing
bagiku.
Saya ingat ketika seorang bapak cerewet
karena sang istri yang sedang hamil kelelahan. Mereka datang dari luar kota, sementara
mereka harus menunggu kamar.
Bapak ini tampak bicara serius dengan
resepsionis. Dari gestur tubuh, ia tampak kesal. Tangannya dicung-acungkan.
Wah, pasti ada sesuatu!
Pak Rendra bolak balik di lobi. Waktu
check-in telah lewat. Tak
tanggung-tanggung, hampir pukul 16:00.
Kusut sudah wajahnya. Siapapun
yang menghampirinya akan hanyut antara takut dan kasihan.
Check-in pukul 16:00, kok bisa? Waktu
check-in di hotel umumnya pukul 14:00, check-out pukul 12:00. Beberapa hotel menerapkan
aturan check-in pukul 15:00. Boleh-boleh
saja.
Sekitar 10 tahun lalu, waktu check-in
standar jam 13:00. Satu jam dipandang cukup untuk proses make up room
atau membersihkan kamar.
Ya, hal itu tergantung kebijakan
dan aturan hotel masing-masing. Namun check-in time yang mulur, tamu seolah dirugikan.
Semakin pendek waktu tinggal di hotel, begitu katanya.
Cukup dimengerti, housekeeping
memerlukan waktu 60 menit untuk membersihkan kamar, termasuk cek ulang oleh supervisor
floor dan executive housekeeper.
Empat penyebab lambatnya proses check-in:
1. Tingkat hunian (occupancy) tinggi, back to back.
2. Linen kurang memenuhi parstock.
3. Staf housekeeping yang terbatas.
4. Tamu yang late check-out.
Kala tingkat hunian tinggi
Salah satu tugas penting tim
marketing yaitu memperkirakan tingkat hunian 30 hari, 14 hari, 7 hari, bahkan 3
hari sebelumnya (forecasting).
Forecasting harus
diketahui oleh seluruh department head. Housekeeping menjadi kunci kelancaran
yang disorot bila okupansi melambung.
Angka 70%, 80% masih normal. Di
atas 90% angka fantastis, hotel berpotensi penuh (fully booked).
Forecast akan berubah dalam
beberapa jam. Jika Anda membaca ulasan tentang walk-in guest dan online
travel agent. Nah dari situlah sumber tambahan kamar hingga kamar penuh.
Tanda jauh-jauh hari mereka harus
siap dengan staf yang memadai, cuti staf ditunda, dan strategi lainnya.
Back to back artinya, hari
ini penuh, esok pun penuh. Karenanya proses membersihkan kamar harus cepat dan
tepat waktu.
Jika kekurangan tenaga, staf daily
casual adalah alternatif. Biasanya mereka yang bergabung semasa PKL, namun belum
mengakhiri studi.
Linen kurang memenuhi parstock
Tahukah Anda, kekurangan 1 handuk saja di dalam kamar, tanda kamar
belum siap dijual.
Perubahan status dari vacant
dirty ke vacant clean, dalam prosesnya memakan waktu sejak tamu
check-out pukul 12:00 hingga 14:00.
Istilah vacant dirty (VD), status
kamar kosong tapi belum dibersihkan atau sedang dibersihkan tapi belum
sempurna.
Vacant clean (VC), status kamar
kosong, telah dibersihkan, siap dijual.
Tiga parstock, jumlah minimum
untuk linen. Contoh sprei, satu set dicuci, satu terpasang, satu cadangan.
Parstock artinya jumlah
persediaan linen yang diperlukan dalam operasional. Persediaan harus tersedia
untuk mengantisipasi mesin laundry yang macet, misalnya.
Bila kamar penuh, grup silih berganti,
persediaan linen yang minim salah satu penyebab tamu harus menunggu kamar.
Selain itu hasil pakai ulang yang
terlalu sering akan mengakibatkan warna kain-kain putih cepat pudar dan dekil. Cepat
terlihat usang.
Staf housekeeping terbatas
“Maaf Pak, kawan yang
menggantikan saya sedang libur”, hati-hatilah dengan jawaban ini. Terkesan
lempar tanggung jawab. Bisa jadi staf sibuk, penuh tekanan. Duh.
Mau ngeles? Tak ada alasan yang
dapat dimengerti para tamu. Tamu tak mau mengerti, apapun alasannya.
Perekrutan staf sejatinya sesuai standar.
Memang tidak setiap hari kamar-kamar penuh, namun pemeliharaan bangunan dan
fasilitas adalah tanggung jawab manajemen.
Tamu yang late check-out
Namun demikian selalu saja ada
tamu yang coba-coba.
“Dek, kami boleh late check-out ya,
sejam aja”.
“Mohon maaf Pak Riki, ada grup
check-in siang ini”, jawab resepsionis.
Jika okupansi rendah, permintaan
bisa diluluskan. Kondisi penuh, sulit disetujui.
“Maaf Bu, hotel penuh”, atau
“maaf Pak, tamu berikutnya sedang menunggu”.
Lalu, alasan apa lagi?
Ow syukurlah ada minuman selamat
datang (welcome drink), kudapan ringan, kids corner, agar tamu dan
anak-anak merasa nyaman di hotel meski
harus menunggu.
Guest relation officer kesana
kemari memakai kebaya modern. Para manajer menghibur tamu. Padahal wajah ini
ingin kulipat saja.
Kenyamanan check-in, jam check-in
yang tepat, menunjukkan kualitas manajemen suatu hotel. Hotel harus mampu memberi
janji yang konsisten.
Bila
pihak tamu menuntut agar check-in tepat waktu, demikian pula pihak hotel
memohon tamu agar check-out tepat waktu.
Keseluruhan
proses itu bagai efek domino. Tersebab seorang tamu memohon late check-out, tamu
berikutnyalah yang akan check in terlambat.
Itu sebabnya resepsionis biasanya
sulit mengabulkan permohonan late check-out, kecuali dalam hotel sepi.
Beberapa faktor penyebab
lambatnya check-in akan memperkecil persentasi data keluhan.
Jika manajemen benar-benar menganalisa
tren dari perkiraan okupansi (forecast), takkan terjadi kepanikan. Semua telah
dipersiapkan dengan baik.
Sesungguhnya tiada pelayanan hotel
yang sempurna. Namun memberi kenyamanan saat check-in dan tepat waktu adalah
janji pertama dari gerbang hotel.
Salam hospitality
Comments