Lulusan Sekolah Perhotelan Cepat Cari Kerja?

 

Kepada Adik-adik calon hotelier, kepakkan sayap, terbanglah setinggi-tingginya (ilustrasi pixabay.com gratis)

Pagi itu Ibu Dinar Seruni Kepala Sekolah Perhotelan mengumumkan siswa-siswi yang lulus mengikuti program pelatihan kerja lapangan (PKL) di hotel tempatku bekerja.

Manajemen berkerja sama  dengan Ibu Kepsek lebih dari 3 tahun. Selama itu pula, tiap 6 bulan pelajar terpilih, akan menjalani program praktek.

“Bapak, Ibu yang terhormat, kami merekrut 12 siswa SMK. Mereka lulus seleksi”, pidato singkat Pak Suban, HR Manager.

“Atas nama Manajemen Hotel, kami menyambut para siswa menimba ilmu di sini. Selamat bergabung. Dipersilahkan para siswa untuk mengenalkan kepada Tim Manajemen”.

Sebagian siswa tampak grogi. Maklumlah pertama kali bertatapan dengan audiens sekian banyaknya.

Keesokan harinya Rena, trainee berkemeja putih lengan panjang, rok hitam. Tak lupa stoking abu-abu yang serasi, dasi kupu-kupu hitam di kerahnya, menambah molek tampilannya pagi itu.

Rena bertugas di outlet restoran. Rambutnya diikat sesuai standar hotel. Tak heran, dalam beberapa banyak tamu mengingatnya. Rena ramah, supel bergaul.

Learning by doing

Di awal karir, saya pernah job training. Bedanya dengan trainee, kami adalah karyawan yang telah direkrut.

Tersebab pengetahuan perhotelan nihil didapat. Itulah alasan mengapa saya ditempa menjelang soft opening.

Para karyawan job trainee diutus, berkumpul dengan kolega dari berbagai hotel, dalam bendera yang sama.

Misalnya saat dididik di bawah payung Starwood. Inc, Group International Hotel yang membawahi Sheraton Media, Sheraton Bandara, Sheraton Lampung, dll.  Itu sekitar tahun 90-an.

Selain cross selling, pun university hotel disiapkan bagi seluruh karyawan yang zero ilmu perhotelan.

Tujuannya menyeragamkan sistem standar operasional hotel. Berada dalam wadah yang sama, dengan misi dan visi yang jelas.

Cara menyambut tamu dengan standar greetings. Mulai dari kalimat baku hingga gestur tubuh diberlakukan serupa.

Sikap menyapa tamu, cara mengetuk kamar, etika resepsionis yang menelpon ke kamar. Demikian standar baku diberlakukan sama.

Learning by doing, lebih afdol ketimbang teori semata. Teori terkadang lewat, praktek cepat diingat.

Secara mental, pelajar housekeeping, ditempa berminggu-minggu cara membersihkan bath tub, toilet, wastafel, bath curtain. Rasanya membosankan. Kerja apaan nih?

Demikian mental  seorang calon lulusan SMK tahan banting, teruji. Setelah sukses, beralih pada tantangan lainnya.

Misalnya cara membersihkan lantai lobi yang super kinclong. Dinding kamar harus selalu bersih. Gak main-main!

Pada akhirnya, penilaian itu berpengaruh bagi karir siswa di masa depan.

Ada kisah lain.

“Bu, Pak Rano baru saja komplen. Ada siput di salad bowl”, ujar Mila, sales manajer dengan nada tinggi.

“Lho, kok bisa?”, jawabku sambil bergegas ke restoran.

Saat itu pukul 12.15, makan siang grup besar sedang berlangsung.

Proses investigasi pun dimulai. Begini penuturan Ali, petatar membersihkan lettuce hari itu.

“Memang saya masukkan siput itu. Saya kan sudah tanya ke Chef Ridwan, siput ini dimasukkan ke wadah atau gak?”.

Ali sudah bertanya kepada staf kitchen sambil lalu. Entah karena hiruk pikuk di dapur, Ali menangkap, bayi siput dimasukkan dengan lettuce sebagai menu vegetable salad. Duh.

Ali salah paham. Siput bersenang ria dalam salad bowl di buffet breakfast. Tamu yang menangkap dua siput, jadi geger. Ampun deh!

Ali tidak mempelajari apa saja bahan-bahan french lettuce salad. Apa itu menu salad? Bahan apa saja di dalamnya?

Bila mengingat kisah itu, saya meringis. Kini Ali bekerja di salah satu hotel berbintang 4 di Bandung. Ia pasti takkan lupa peristiwa ini.

Meningkatkan percaya diri (self confidence)

Saya sering candaan dengan para petatar. Mereka lugu, spontan, apa adanya. Mengingatkan masa gaul ABG alias anak baru gede.

Menurut pengamatanku, mereka:

1.       Malu-malu, kurang percaya diri

2.       Tidak bertanya detail sebelum mengerjakan sesuatu.

3.       Tidak menuntaskan pekerjaan dengan baik.

4.       Kalau tugas selesai, takada pemberitahuan bahwa tugas tuntas. Langsung pulang tanpa pesan.

5.       Kerap izin mendadak alasan sakit pusing, mag, diare

Padahal tugas-tugas yang diemban selama pelatihan itu awal proses adaptasi dengan irama kerja di kantor.

Tanpa pelajaran ini, siswa akan terkena kejutan-kejutan hebat lainnya. Ujungnya kecil hati, minder, lalu mogok masuk kerja.

Jadi, betapa pentingnya seorang petatar (trainee) dalam oprasional, melihat, berkomunikasi, merasakan atmosfer hotel, lalu melakukan tugas.

Saya tidak mengupas satu persatu dari 5 hal tersebut. Namun ada yang terpenting dari yang penting, yaitu self confidence.

Percaya diri timbul apabila seseorang menguasai ilmu pengetahuan secara mendalam.

Saya cenderung ingin menguasai topik dengan baik. Jika tidak, bagaimana mungkin saya berkisah tentang hotelier’s story?

Modal percaya diri akan tumbuh sendirinya sejalan pengetahuan yang meningkat. Berkawan dengan pribadi yang cerdas dan positif, serta tekun mempelajari suatu hal.

Nah di ruang Hotelier – Writers, kita turut meramaikan dunia hotel, perkembangan restoran masa kini, kondisi industry hotel, dan hal lainnya.

Saya yakin suatu hari nanti, banyak yang tertarik membangun hotel, homestay, guests house, kedai, restoran atau kostel.

Percaya diri bukanlah sok tahu. Fleksibel dan ingin belajar terhadap perubahan yang terjadi.

Tetap rendah hati, mau belajar meski ilmu menggunung.

Setiap persona selalu ada kekurangan. Saling melengkapi, akan lebih sempurna.

Siswa-siswi yang terlatih melalui PKL, lebih dipercaya mengisi kekosongan suatu jabatan.

Terlebih pelajar yang berperilaku baik, rajin dan jujur. Tiga hal  ini sangat berpengaruh terhadap karir.

Benarkah lulusan SMK Perhotelan berpeluang cepat mencari kerja?

“Mam, I wanna go around the world”, ujar putra pertama, saat berusia 5 tahun.

“Is that your dream?”, tanyaku balik.

“Yup!”

“You should have much money then”, kataku.

Saya sangat ingat percakapan sepintas itu hingga saat ini. Ketika itu kami di ruang dapur dan ia bermain yoyo. Ya, mainan jadul, tempo dulu.

Yang kutahu, kini ia telah mengarungi lautan, berkeliling ke negara-negara di Eropa, Amerika hingga Asia. Ia anak Cruise Ship, saya menyebutnya. Gak perlu bayar untuk traveling.

Ia lulusan Sekolah Pariwisata.  Mengikuti seleksi di Filipina. Menikah dengan wanita bule hingga menetap di luar negri.

Saya bukan menonjolkan kesuksesan dirinya tetapi keinginan gigih mengelilingi dunia itulah impiannya sejak kecil.

Ia bersaing dengan kawan-kawannya dari berbagai negara. Yang saya pahami, tiada pernah kudengar ia mengeluh. Kini separuh impiannya telah digenapi.

Dua hari lalu saya bertemu dengan kawan lama, Rena. Putrinya lulusan SMK jurusan tata boga.

“Ya, mau aja Tante. Aku suka bikin kue, ikutin mama”, saat kutanya kenapa tertarik di pastry.

Ia Demi Chef Patry di salah satu hotel berbintang 5. Keren kan?

Kepada Adik-adik calon hotelier, Kepakkan sayap, terbanglah setinggi-tingginya.

Pendidikan zaman now mudah didapat kok. Belajar itu menyenangkan. Tidak lagi berupa beban.

Dunia perhotelan itu mendunia. Anda dapat melanglang buana kemanapun.

Hingga kini, masih banyak kawan hotelier bekerja di luar negri.

Gelar sarjana memang penting, tapi jika sampan tak berlabuh ke seberang, tetaplah belajar dan tekun.

Yuk, aktif berkisah tentang hotel, restoran, melalui tulisan dari komuniti Hotelier – Writers.

Lulusan sekolah perhotelan yang banyak gaul, rajin, jujur, cerdas, akan melejitkan karir yang tak pernah diduga sebelumnya.

Berlayar menentang pulau. Tiada yang dapat menghalangi kegigihan seseorang karena impian membara.                                                                                                                                                                                                    

Salam hospitality, 

Comments