Pagi itu Ibu Dinar Seruni Kepala
Sekolah Perhotelan mengumumkan siswa-siswi yang lulus mengikuti program
pelatihan kerja lapangan (PKL) di hotel tempatku bekerja.
Manajemen berkerja sama dengan Ibu Kepsek lebih dari 3 tahun. Selama
itu pula, tiap 6 bulan pelajar terpilih, akan menjalani program praktek.
“Bapak, Ibu yang terhormat, kami
merekrut 12 siswa SMK. Mereka lulus seleksi”, pidato singkat Pak Suban, HR
Manager.
“Atas nama Manajemen Hotel, kami
menyambut para siswa menimba ilmu di sini. Selamat bergabung. Dipersilahkan
para siswa untuk mengenalkan kepada Tim Manajemen”.
Sebagian siswa tampak grogi.
Maklumlah pertama kali bertatapan dengan audiens sekian banyaknya.
Keesokan harinya Rena, trainee
berkemeja putih lengan panjang, rok hitam. Tak lupa stoking abu-abu yang
serasi, dasi kupu-kupu hitam di kerahnya, menambah molek tampilannya pagi itu.
Rena bertugas di outlet restoran.
Rambutnya diikat sesuai standar hotel. Tak heran, dalam beberapa banyak tamu mengingatnya.
Rena ramah, supel bergaul.
Learning by doing
Di awal karir, saya pernah job
training. Bedanya dengan trainee, kami adalah karyawan yang telah direkrut.
Tersebab pengetahuan perhotelan
nihil didapat. Itulah alasan mengapa saya ditempa menjelang soft opening.
Para karyawan job trainee diutus,
berkumpul dengan kolega dari berbagai hotel, dalam bendera yang sama.
Misalnya saat dididik di bawah
payung Starwood. Inc, Group International Hotel yang membawahi Sheraton Media,
Sheraton Bandara, Sheraton Lampung, dll. Itu sekitar tahun 90-an.
Selain cross selling, pun university
hotel disiapkan bagi seluruh karyawan yang zero ilmu perhotelan.
Tujuannya menyeragamkan sistem standar
operasional hotel. Berada dalam wadah yang sama, dengan misi dan visi yang jelas.
Cara menyambut tamu dengan standar
greetings. Mulai dari kalimat baku hingga gestur tubuh diberlakukan serupa.
Sikap menyapa tamu, cara mengetuk
kamar, etika resepsionis yang menelpon ke kamar. Demikian standar baku
diberlakukan sama.
Learning by doing, lebih afdol
ketimbang teori semata. Teori terkadang lewat, praktek cepat diingat.
Secara mental, pelajar
housekeeping, ditempa berminggu-minggu cara membersihkan bath tub, toilet,
wastafel, bath curtain. Rasanya membosankan. Kerja apaan nih?
Demikian mental seorang calon lulusan SMK tahan banting, teruji.
Setelah sukses, beralih pada tantangan lainnya.
Misalnya cara membersihkan lantai
lobi yang super kinclong. Dinding kamar harus selalu bersih. Gak main-main!
Pada akhirnya, penilaian itu berpengaruh
bagi karir siswa di masa depan.
Ada kisah lain.
“Bu, Pak Rano baru saja komplen. Ada
siput di salad bowl”, ujar Mila, sales manajer dengan nada tinggi.
“Lho, kok bisa?”, jawabku sambil bergegas
ke restoran.
Saat itu pukul 12.15, makan siang
grup besar sedang berlangsung.
Proses investigasi pun dimulai. Begini
penuturan Ali, petatar membersihkan lettuce hari itu.
“Memang saya masukkan siput itu.
Saya kan sudah tanya ke Chef Ridwan, siput ini dimasukkan ke wadah atau gak?”.
Ali sudah bertanya kepada staf
kitchen sambil lalu. Entah karena hiruk pikuk di dapur, Ali menangkap, bayi
siput dimasukkan dengan lettuce sebagai menu vegetable salad. Duh.
Ali salah paham. Siput bersenang
ria dalam salad bowl di buffet breakfast. Tamu yang menangkap dua siput, jadi
geger. Ampun deh!
Ali tidak mempelajari apa saja
bahan-bahan french lettuce salad. Apa itu menu salad? Bahan apa saja di
dalamnya?
Bila mengingat kisah itu, saya
meringis. Kini Ali bekerja di salah satu hotel berbintang 4 di Bandung. Ia
pasti takkan lupa peristiwa ini.
Meningkatkan percaya diri
(self confidence)
Saya sering candaan dengan para
petatar. Mereka lugu, spontan, apa adanya. Mengingatkan masa gaul ABG alias
anak baru gede.
Menurut pengamatanku, mereka:
1. Malu-malu,
kurang percaya diri
2. Tidak
bertanya detail sebelum mengerjakan sesuatu.
3. Tidak
menuntaskan pekerjaan dengan baik.
4. Kalau
tugas selesai, takada pemberitahuan bahwa tugas tuntas. Langsung pulang tanpa
pesan.
5. Kerap
izin mendadak alasan sakit pusing, mag, diare
Padahal tugas-tugas yang diemban
selama pelatihan itu awal proses adaptasi dengan irama kerja di kantor.
Tanpa pelajaran ini, siswa akan terkena
kejutan-kejutan hebat lainnya. Ujungnya kecil hati, minder, lalu mogok masuk
kerja.
Jadi, betapa pentingnya seorang petatar
(trainee) dalam oprasional, melihat, berkomunikasi, merasakan atmosfer hotel, lalu
melakukan tugas.
Saya tidak mengupas satu persatu
dari 5 hal tersebut. Namun ada yang terpenting dari yang penting, yaitu self
confidence.
Percaya diri timbul apabila
seseorang menguasai ilmu pengetahuan secara mendalam.
Saya cenderung ingin menguasai
topik dengan baik. Jika tidak, bagaimana mungkin saya berkisah tentang hotelier’s
story?
Modal percaya diri akan tumbuh
sendirinya sejalan pengetahuan yang meningkat. Berkawan dengan pribadi yang
cerdas dan positif, serta tekun mempelajari suatu hal.
Nah di ruang Hotelier –
Writers, kita turut meramaikan dunia hotel, perkembangan restoran masa
kini, kondisi industry hotel, dan hal lainnya.
Saya yakin suatu hari nanti, banyak
yang tertarik membangun hotel, homestay, guests house, kedai, restoran atau
kostel.
Percaya diri bukanlah sok tahu. Fleksibel
dan ingin belajar terhadap perubahan yang terjadi.
Tetap rendah hati, mau belajar meski
ilmu menggunung.
Setiap persona selalu ada
kekurangan. Saling melengkapi, akan lebih sempurna.
Siswa-siswi yang terlatih melalui
PKL, lebih dipercaya mengisi kekosongan suatu jabatan.
Terlebih pelajar yang berperilaku
baik, rajin dan jujur. Tiga hal ini sangat
berpengaruh terhadap karir.
Benarkah lulusan SMK Perhotelan berpeluang cepat mencari
kerja?
“Mam, I wanna go around the world”,
ujar putra pertama, saat berusia 5 tahun.
“Is that your dream?”, tanyaku
balik.
“Yup!”
“You should have much money then”,
kataku.
Saya sangat ingat percakapan
sepintas itu hingga saat ini. Ketika itu kami di ruang dapur dan ia bermain
yoyo. Ya, mainan jadul, tempo dulu.
Yang kutahu, kini ia telah mengarungi
lautan, berkeliling ke negara-negara di Eropa, Amerika hingga Asia. Ia anak Cruise
Ship, saya menyebutnya. Gak perlu bayar untuk traveling.
Ia lulusan Sekolah Pariwisata. Mengikuti seleksi di Filipina. Menikah dengan
wanita bule hingga menetap di luar negri.
Saya bukan menonjolkan kesuksesan
dirinya tetapi keinginan gigih mengelilingi dunia itulah impiannya sejak kecil.
Ia bersaing dengan kawan-kawannya
dari berbagai negara. Yang saya pahami, tiada pernah kudengar ia mengeluh. Kini
separuh impiannya telah digenapi.
Dua hari lalu saya bertemu dengan
kawan lama, Rena. Putrinya lulusan SMK jurusan tata boga.
“Ya, mau aja Tante. Aku suka
bikin kue, ikutin mama”, saat kutanya kenapa tertarik di pastry.
Ia Demi Chef Patry di salah satu
hotel berbintang 5. Keren kan?
Kepada Adik-adik calon hotelier, Kepakkan
sayap, terbanglah setinggi-tingginya.
Pendidikan zaman now mudah
didapat kok. Belajar itu menyenangkan. Tidak lagi berupa beban.
Dunia perhotelan itu mendunia.
Anda dapat melanglang buana kemanapun.
Hingga kini, masih banyak kawan
hotelier bekerja di luar negri.
Gelar sarjana memang penting, tapi jika sampan tak berlabuh ke seberang, tetaplah belajar dan tekun.
Yuk, aktif berkisah
tentang hotel, restoran, melalui tulisan dari komuniti Hotelier – Writers.
Lulusan sekolah perhotelan yang banyak
gaul, rajin, jujur, cerdas, akan melejitkan karir yang tak pernah diduga
sebelumnya.
Berlayar menentang pulau. Tiada
yang dapat menghalangi kegigihan seseorang karena impian membara.
Salam hospitality,
Comments