Program retensi membuat tamu betah di hotel anda (ilustrasi Pixabay getty images)
Satu
tambah satu sama dengan dua
Dua
tambah enam jadi delapan
Kalau
anda sayang pelanggan
Tambahkan
cinta dalam pelayanan
Sejak briefing pagi, informasi
tentang Pak Jack, tamu kamar nomor #307 kian tersebar ke seluruh staf hotel.
Tim sibuk, Jack berkemas pindah
hotel. Kejutan itu membuat pontang panting tim sebab Jack penentu aliran bisnis
ke hotel.
Kelanjutannya dapat ditebak,
pemasukan dari perusahaannya terhenti.
Kemarahan itu berawal dari
kesalahpahaman. Jack sebagai pembuat keputusan dari perusahaan Trust sempat
menginap di hotel pilihan.
Suatu hari, staf laundry membuat
kesalahan fatal. Satu kemejanya cacat, nyaris robek setelah di laundry. Konon
kemeja favorit itu dibelinya saat di Italy.
Hotel memohon maaf lalu
menggantinya. Jack senang, manajemen senang. Jack pun tetap menetap di hotel.
Perihal kemeja sudahlah, ia lupakan saja.
Minggu berikutnya, ia terkejut,
laptop di kamarnya raib. Ia mengingat-ngingat kapan terakhir membawanya ke
kantor. Apakah ia lupa?
Ingatannya semakin terang, ketika
ia pergi ke Puncak untuk menikmati akhir pekan, sejak itulah ia tak melihatnya
lagi.
Jack kadang sleep out. Ya, maklumlah, sebagai eksekutif lajang pilihannya jika
tidak pulang bertemu ibunda di Surabaya, pasti plesiran di akhir pekan.
Rentetan kekecewaan tak
diingat-ingatnya lagi. Namun kehilangan lap top?
Jack menuduh manajemen tidak perhatian
karena manajemen menolak mencari lap topnya yang raib.
Akhirnya lap top ditemukan di
rumah seorang kawan yang selalu bersamanya.
Masalah itu tuntas walau nama
hotel terlanjur tercoreng. Jack mengurungkan niat berpindah hotel.
Lain lubuk, lain ikannya. Beda
orang, beda kebiasaan. Pelanggan yang bersahabat, asyik juga ya. Hatinya tidak
sekeras batu.
Mempertahankan pelanggan supaya betah tidak gampang lho.
Di hotel,
ada pengetahuan mengetahui ragam karakter pelanggan. Termasuk ilmu pengantar menjadi
pelanggan loyal.
Bukan dengan ilmu penglaris tapi melalui
retention program. Dalam bahasa
Indonesia disebut program retensi. Retensi
artinya penyimpanan.
Program
retensi itu strategi untuk memelihara hubungan bisnis suatu perusahaan dengan
pelanggan untuk jangka panjang.
Waktu terpanjang dari kehidupan indah
sebuah hotel itu 20 tahun. Jika sang pemilik rajin merawat gedung dapat
bertahan selama 40 tahun.
Semasa itulah brand image dan
reputasi hotel terus menyertainya.
Program retensi bertujuan
memahami detail karakter, gaya hidup pelanggan, hobi, kebiasaan, tingkat
intelektual, sehingga mudah dikelompokkan.
Ukuran berhasilnya program ini
akan menaikkan angka jumlah pelanggan menjadi returning guests lalu beralih menjadi pelanggan setia.
Ada jeruk manis, ada jeruk limo. Jeruk limo dapat dibuat manis. Caranya diberi gula lalu tambahkan air dengan es batu. Rasanya? Hmm segar.
Tak hanya karyawan, suatu saat pasti
tamu berada di titik kejenuhan akan pelayanan hotel yang monoton. Hal yang
manusiawi.
Produk kian menua, fasilitas
seadanya termasuk pelayanan statis. Lalu? Resikonya ditinggalkan pelanggan. Oh.
Beruntung
hotelier selalu mencari motode anyar. Di dalamnya termasuk program retensi untuk
mengatur harga, memanjakan tamu, mendidik tamu, merangkul tamu sehingga
terjalin emosi yang kuat.
Setiap
hotel memiliki poin berbeda tentang program retensi ini. Ada yang cukup dengan jumlah
10 program, 8 bahkan hanya 3 program. Tak jadi soal, yang penting dipraktekkan.
Namun ada
standar yang menjadi acuan agar program berjalan lancar.
Saya membaginya ke dalam 3 bagian penting.
1. Menyambut pelanggan baru
Pernahkah anda saat ke hotel
pertama kali, disambut seluruh staf di bagian depan?
Anda dikelilingi staf yang ramah.
Menyapa, menawarkan bantuan ekstra, memberi informasi promosi, lalu menyelipkan
kartu ucapan selamat datang di kamar.
Itulah salah satu pendekatan kepada
pelanggan. Kesan pertama yang menentukan. Apakah hubungan akan berlanjut atau
cukup sampai di situ.
Menurut survey The luxury
Experience Board, banyaknya tamu yang
kembali dari kunjungan pertama pada kedatangan ke-2 sebesar 27%.
Sedangkan dari kunjungan ke-2 dan
ke-3, tamu yang akan kembali sebesar 54%.
2. Membuat kategori pelanggan
Menyontek dari sistem Pareto, jika
kita fokus kepada 20% dari jumlah pelanggan, akan menghasilkan 80% bagi
pendapatan hotel.
Artinya, 20% dari jumlah
pelanggan aktif, produktif, berpotensi mengumpulkan returning guests yang
memberi 80% pendapatan hotel.
Sumber: Pinterest
Setelah mengenal kelompok kecil
ini, mari kita kelompokkan berdasarkan level.
Contoh pengelompokan:
Kelompok A, Eksklusive.
Ditangani hotel manager dan
kepala departemen. Ditelpon oleh hotel manager/direktur marketing setiap 2
bulan sekali.
Kelompok B, VIP.
Ditangani hotel manager, manager
penjualan. Menelpon setiap 3 bulan sekali. Mengirimkan newsletter via e-mail sebulan
sekali
Kelompok C, Bisnis.
Mengirimkan newsletter, E-mail
marketing setiap minggu.
Anda dapat membuat kelompok
tambahan sesuai tipe persona, tidak terpaku pada contoh di atas.
3. Analisa dan review
Bob, mendadak kabur dari Hotel
Celeste. Ia merasakan pelayanan hotel kian tak nyaman.
Apakah pendapatan berkurang
signifikan jika membiarkannya kabur?
Ya, jika tak mampu memanjakan,
biarkan saja Bob berpindah hotel ketimbang mengikuti permintaannya yang mahal.
Misalnya permohonan antar jemput
ke kantor setiap kali ia bermalam yang jaraknya berkendara 45 menit.
Lain lagi dengan Pak Dodi, tamu
long stay yang terbilang cerewet. Untuk menyetrika pakaiannya saja, ada cara
khusus.
Ditambah makanan ikan salmon yang
selalu minta dibuatkan khusus di akhir pekan.
Itu baru 2 pelanggan. Lalu
bagaimana yang lain? Mahal juga mengurus tamu loyal ya.
Namun nilai kesetiaannya tak
dapat dibandingkan dengan seporsi ikan salmon.
Kupas detail segala permasalahan
yang timbul. Jangan lupa menyelesaikan satu persatu dengan tuntas.
4. Menyambut kembali pelanggan yang kabur
Menurut penelitian Professor V
Kumar – Georgia State University, terdapat 3 alasan mengapa kita harus berupaya
menarik kembali pelanggan yang kabur.
Pelanggan yang kecewa sebetulnya menunjukkan perhatian
yang besar terhadap produk dan pelayanan.
Demikian kita akan melakukan
antisipasi berikut:
(*) Pelanggan yang berniat meninggalkan hotel karena alasan harga, berilah diskon lebih besar.
Tawarkan harga paket yang lebih
mahal namun lebih efektif.
(*) Pelanggan yang berniat
meninggalkan hotel alasan fasilitas,
berikan jaminan fasilitas yang memadai.
Apabila berulang-ulang keluhan
karena produk hotel yang buruk, biarkan saja tamu pergi. Toh tak ada yang dapat
diperbuat karena alasan produk.
Misalnya, kamar yang sempit,
kolam renang yang kecil.
(*) Pelanggan yang berniat
meninggalkan hotel alasan pelayanan,
manajemen harus dapat meyakinkan pelanggan. Taruhannya hotel manager harus
berperan aktif.
Tidak melulu tamu cerewet, ada kaitannya dengan harga. Kadang tamu bawel disebabkan jenuh dengan gaya pelayanan yang monoton.
Ms. Monika, tamu long stay
berniat pindah hotel. Katanya bosan dengan menu makan malam yang itu-itu saja.
Kalau tidak ayam, pasti ikan. Dagingnya mana?
Alhasil, manajemen membujuknya
dengan memberi kebebasan memilih menu setiap 3 x seminggu. Termasuk menu steak impor
menjadi pilihan.
Apakah hotel merugi? Tidak juga.
Bandingkan saja dengan invoice dari Ms. Monika setiap bulan yang cenderung
meningkat. Pasalnya ia kerap mengundang mitra kerja makan di hotel. Anggap saja
promosi.
Memelihara
hubungan baik dengan pelanggan itu gampang-gampang susah. Perlu kerja keras,
cara cerdas serta memiliki program yang jelas.
Satu, dua
pelanggan yang kabur, tak menjadi masalah sebab kebijakan hotel tidaklah
sempurna. Tiada suatu kebijakan yang mampu menyenangkan semua orang.
Namun harus
dicurigai jika menjadi angka yang tambun. Bukan tak mungkin bisnis terhenti
karena pelanggan kabur.
Program retensi dilakukan agar
hotelier aktif menciptakan kreasi pelayanan dengan apik bagi tamu.
Betah atau tidaknya pelanggan
ditentukan banyak hal namun pelayanan dari hati tulus akan mendapat tempat di
hati pelanggan.
Dari mana hendak ke mana
Pakai sepatu berhak tinggi
Hari apa jam berapa
Boleh kita jumpa lagi.
Salam hospitality.
Comments