Rangkap tugas bagus sebagai pelajaran (ilustrasi Pixabay getty images)
Sejak “Mati
Gaya Akibat Senior Kurang Gaul”, Hilary dipindah ke bagian analisa market, Saya
dan Venty mengambil alih tugasnya.
Kesibukan bertambah karena
rangkap tugas. Ya, kami diberi tambahan tugas. Siapa dapat menolak titah bos?
Tugas Hilary yang berjibun dibagi
2, diberikan saya dan Venty.
“You do what the best you can,
I’ll find someone,” ujar Mr. Ray. Kepo juga dia, sebab tumpukan tugas Hilary
bukan main banyaknya.
Ray sebagai CEO ketar ketir. Mati
hidup perusahaan tergantung kinerja business
development (BD), saya, Venty dan Hilary.
Hilary sang senior dipindah ke
bagian analisa market. Ia semakin asyik saja dengan komputernya. Posisi itu
tepat untuknya.
“Mungkin ia lelah, bosan di BD bertahun-tahun,”
komentar Dea, accounting manager.
Saya dan Venty bagai aur dengan
tebing, selalu kompak. Lagi pula kami cocok, sejalan, juga berhobi sama,
traveling.
Kini, isi kepalaku merangkap dua
kepala. Dari menit ke menit, jam ke jam, berlari kencang. Kadang lupa makan
terjepit waktu meeting yang berdempetan.
“Selasa ini kita ke Makasar,
ketemu Pak Amir. Bahan meeting ada di Nita,” ujar Ray. Nita sekertaris Mr. Ray.
“O ya Ren, setelah dari Makasar
langsung ke Bandung ya. Tak perlu bermalam, kita survey satu lahan di area
Lembang.”
Duh, kepala serasa meledak. Dari
Senin menyongsong Senin. Akhir pekan waktu untuk rebahan. Tidak ke melancong,
tidak juga shoping. Semua gegara Hilary?
Begitu pun Venty, kolegaku
mendadak kurang fokus. Tetiba lupa ia menaruh handphone. Linglung. Gegara
handphone ia ubek seluruh kantor.
Ya, kebaikan itu datang dari mana
saja. Tanpa diduga seseorang mengangkat gawainya dan mengembalikan. Gawai
tertinggal di toilet lantai 6. Kok bisa?
Katanya, setelah ngebut makan, ia
ke toilet lalu kembali ke kantor di lantai 3. Untungnya gawai ditemukan staf
kebersihan yang baik hati itu.
Suatu
ketika, bos menyuruhku ke Bandung. Ada satu hotel lawas yang perlu penyegaran.
Ya, tugasku memang menjadi dokter hotel-hotel sedemikian.
Caranya biasanya diberi
antibiotik, dikirimkan instruktur senam, diinjeksi atau dibiarkan terbaring
sementara untuk perawatan.
Begitulah cara kerja kami merawat
hotel-hotel agar tetap sehat bernapas.
Seperti hotel di Bandung, hotel
berbintang 4 itu berada di tengah kota. Lawas tapi masih terawat apik. Namun okupansi
jauh di bawah rata-rata city occupancy.
Owner panik, khawatir, tersebab
penurunan tingkat hunian telah 5 bulan berturut-turut. Ia memanggil konsultan
agar memberi solusi.
Banyak aspek marketing yang
dibahas. Bukankah marketing jantungnya perusahaan?
Kaki jadi kepala, kepala jadi
kaki. Roller coaster! Sibuk ke luar kota, meeting dengan para pemilik hotel,
presentasi, membuat dokumen perjanjian, dsb.
Dua bulan sudah kulalui pekerjaan
ini. Saya bertanya-tanya mana janji bos memberikan pengganti Hilary.
“Oh, I
think we will forget it. Kita lakukan saja bersama. Kayaknya enak begini deh.
Kamu kan sanggup juga mengerjakannya,” jawab bos ketika kutanya.
Jadi? Bos takkan merekrut
siapapun. Dia akan bantu sebisanya tanpa staf baru. Oh.
Saya
bergumul. Resign, jangan, resign, jangan. Doa-doa mulai dipanjatkan. Doaku
sederhana, mohon beri sukacita.
Ada saja senda gurau walau penuh
tekanan. Venty kedapatan salah pakai sepatu saat bertemu Pak Beni, kontraktor.
Sepatu kiri dan kanan beda model.
Lol. Dia memang simpan 3 sepatu di ruang kerjanya. Kok bisa? Ya itulah. Linglung
karena overload.
Venty mulai mampu beradaptasi. Santai
tapi serius. Kami mulai tertawa lagi,
ceria.
Suatu ketika, sedang
loyo-loyonya, menjelang pukul 17:00, bos memanggilku.
“Ini surat cinta dariku,”
katanya. Saya tak terkejut, sebab tiada pertanda dia mencintaiku.
“Ya kah?” jawabku santai.
Kubuka surat itu. Isinya surat kenaikan
gaji.
“Wow!”
Bahagia
dan senang. Jumlahnya cukup besar bagiku. Jadi, efektif bulan berjalan, saya
naik gaji. Horee…
Tiba di ruanganku, teringat
Venty. Bagaimana dengan Venty? Apa dia naik gaji juga?
Iseng penuh selidik, saya
melewati ruang bos. Dari balik tirai besi yang samar-samar itu, tampak Venty.
Oh, hati menjadi sejuk.
Bulan berganti bulan. Waktu terus berjalan. Saya dan Venty sudah berlari kencang. Tak terasa setahun sudah kami jalani.
Bisnis bertambah pesat. Kata bos,
sudah saatnya menambah staf. Tak kepalang tanggung, 2 staf di bagian business
development.
Ada
usaha, ada hasil. Ada jerih payah, ada kebahagian. Pengalaman itu sungguh
sangat berharga.
Dahulu sejauh memandang hanya
jalan buntu. Hanya terbayang kesukaran di pelupuk mata. Kini? Jalan itu ringan
walau tersandung bebatuan.
Bila
kesukaran menghadang, mental telah terbiasa. Saya telah memanjat tebing yang
terjal. Saat di puncak, kesukaran bagai kerikil.
Rangkap tugas?
Siapa takut! Ini yang perlu disiapkan:
(*) Berdoa, mohon tangan Tuhan
memimpin
(*) Bersabar. Tidak mengeluh
(*) Fokus. Kerjakan yang terbaik
Pekerjaan sekecil apapun bila
dikerjakan sepenuh hati akan mendatangkan hasil.
Tiada hasil instan. Kita akan
mampu melewati masa sukar sebagai ujian untuk bertumbuh.
Masa kesukaran akan mendorong
kita maju. Capaian yang lebih tinggi lagi, yaitu promosi jabatan puncak di
kemudian hari.
Kedondong asem, dibuat rujak.
Kedondong manis, dibuat manisan
Ingin kedondong manis? Yuk
siapkan gula.
Salam hospitality.
Comments