Negosiasi gaji boleh saja tapi ukur dahulu kemampuan (Pixabay.com)
“Dalam perkataan, rendahkan hati. Dalam bekerja tunjukkan kemampuanmu”
Sistem gaji di dunia perhotelan
mirip sistem pegawai negri. Satu paket terdiri dari berbagai sumber.
Selain gaji pokok, tambahannya
uang jasa pelayanan sebesar 11%, bonus bagi tim penjualan, tunjangan keluarga, serta uang pensiun kelak.
Maka pajak jasa pelayanan dan
pajak pemerintah digabung menjadi sebesar 21% sebagai jasa melayani tamu di
hotel.
Agar karyawan tak kehabisan uang
saat di tengah kalender maka sistem penggajian bisa dibagi 2 kali yaitu gaji
pokok di awal bulan dan jasa pelayanan di tengah bulan.
Bukan itu tujuan utamanya, tapi cara
itu cukup membantu juga untuk menyiasati karyawan yang boros.
Jika anda membayar mahal harga
kamar hotel sesuai bintang, itulah yang membedakan besaran upah jasa pelayanan
masing-masing.
Di Jakarta, Bali dan kota-kota
besar lainnya bahkan uang pelayanan dapat melebihi upah minimum regional (UMR).
Semakin tinggi harga kamar, semakin besar uang pelayanan akan diterima
karyawan.
Jika gaji pokok yang akan
diterima setiap bulan tidak berubah jumlahnya, sebaliknya uang pelayanan tak
tentu angkanya.
Semakin karyawan sibuk, kian
besar jumlah uang pelayanannya (uang service).
Meskipun sistem penggajian telah
menjadi standar hotel, calon pekerja bebas
melakukan negosiasi gaji.
Saya jarang tawar menawar masalah
gaji. Bukan karena malu tapi karena pengalaman mematok harga berakibat gagal
direkrut.
Sebelum
pandemi, pengalaman nego gaji kesannya jasa kita mahal banget. Jika disetujui
oleh perekrut patut bangga sebab mereka golongan yang diperhitungkan, dipandang bernilai.
Dahulu, saking banyaknya tawaran
pekerjaan, asyik juga nego sana sini. Semacam uji nyali. Prinsipnya nothing to
lose. Gagal satu, jatuh ke pelukan lain.
Namun hasil tawar menawar tidak
luput dari tuntutan perusahaan. Bak kipas angin, mesin penggerak beresiko
tinggi sebab sebagai tumpuan energi. Gaji tambun, beban berat, tanggung jawab
pun kian besar.
Dalam perjalanan karir, sudah mafhum pasti terjadi diskusi terkait gaji.
HR Manager enggan buang waktu.
Bila gaji yang dikeluarkan jauh melebihi bujet perusahaan, biasanya lolos pada
tahap pertama.
Nada-nadanya ingin mengupas
kualitas pelamar. Jika diterima dan disetujui, artinya kualitas pelamar di atas
rata-rata.
Melamar pekerjaan bagai menjual
kecakapan. Saling cocok dari kesan pertama bisa jadi membahagiakan. Bisa juga salah
satu pihak meninggalkan. Nasib pencari kerja memang begitu.
“Lakukan yang terbaik. Kerjakan
sekuat tenaga untuk mendongkrak pendapatan hotel. Jika angka meningkat, mintalah
apa saja yang kamu inginkan.” Ujar seorang manager seniorku.
Kalimat itu selalu kuingat yang
menjadi titik balik hidupku sejak puluhan tahun lalu. Saya jarang nego gaji
setelahnya.
Namun
sebaliknya saya menantang. Jika selama 3 bulan tidak ada kemajuan dalam tim dan
pemasukan bagi hotel, saya siap diberhentikan. Ini taruhan yang tidak main-main.
Ada pula situasi dimana memaksa saya
untuk nego gaji ketika gaji yang diberikan jauh di bawah standar.
Tahukah anda, terkadang
perusahaan bermaksud menguji kualitas pelamar.
Nego gaji sah-sah saja. Anda
sendiri yang dapat mengukur kualitas kinerja.
Kini saya dihadapkan pada
kandidat karyawan yang nego gaji. Sebagai kepala departemen turut menentukan
besaran gaji.
Ada 2 hal
sebelum masuk dalam tawar menawar. Peristiwa bergengsi ini sejatinya dilakukan
secara hati-hati. Cari tahu kedua hal ini:
1. Ketahui besaran gaji standar
di perusahaan pesaing yang sepadan.
2. Perubahan signifikan apa yang
akan dibagikan bagi perusahaan. Hal ini semacam janji profesional secara
verbal.
Jika perusahaan merekrutku, apa
dampak besar bagi perusahaan. Hubungan timbal balik yang sportif.
Setelah mengantongi jawaban itu,
anda akan aman.
Tahap
berikutnya yaitu teknik tawar menawar gaji:
Pertama, tanya terlebih dahulu dengan
santun, “saya boleh tawar gak, Bu?”
Pasti ia akan berucap, “O,
silahkan.” Itu hak pelamar.
Kedua, sampaikan langsung
nominalnya. Jangan putar-putar.
Biasanya besarannya antara 8%
hingga 10% di atas gaji di tempat terdahulu.
Ketiga, Hindari meminta nominal lebih
dari 10% standar hotel kompetitor.
HRD sudah tentu memiliki catatan
standar gaji di kota itu, jadi jangan berbohong. Sampaikan dengan berterus
terang dan alasannya.
Bekerja itu belajar. Setiap waktu tertentu meninggalkan rapot kita. Gaji itu hadiah. Rezeki yang didapat setelah bekerja.
Imbalannya sesuai kecakapan. Semakin
diasah kecakapan, semakin tinggi bayarannya.
Tujuan bekerja
mencari nafkah, ya benar, tak disangkal lagi. Namun ada suatu hal yang tak
boleh terlupa, anda bekerja mendatangkan prestasi?
Jika tidak menuai prestasi,
pekerjaan terasa membosankan lho. Gaji setahun, tak berubah nominalnya. Kenaikannya
pun tak seberapa.
Namun dengan prestasi, anda mudah
meraih bintang. Mungkin tidak sekarang, tapi itu sangat menjanjikan untuk masa
depan berkarir.
Gaji besar, gaji kecil, tergantung
kita memandangnya. Jika bekerja memandang uang sebagai tujuan utama, akan memberi kepuasan sesaat.
Gaji
mengikuti prestasi, Bung! Entah naik jabatan, diberi tambahan fasilitas kantor,
diberi tunjangan keluarga, diberi bonus, dan sebagainya, atau tetiba ditelpon
relasi untuk satu jabatan lebih tinggi.
Atasan yang baik pasti mengajarkan banyak hal
terhadap karyawannya, termasuk bekerja cerdas sehingga karyawan meraih prestasi
Mereka adalah aset perusahaan untuk
jangka panjang. Jika karyawan produktif dan efektif, sudah tentu manajemen yang
sehat, menaruh perhatian besar terhadap gaji setiap karyawan.
Mengapa
nego gaji?
Nego gaji sah-sah saja. Tak perlu
malu nego gaji jika kita tahu kemampuan diri dalam berkontribusi bagi
perusahaan.
Dunia kerja itu luas membentang,
seluas samudra Pasifik. Berpikirlah seluas-luasnya.
Tapi Bung, Harap injak rem untuk nego
gaji di masa pandemi. Jangan-jangan perusahaan ragu merekrut karena kondisi
yang belum mendukung.
Cobalah! Jika sulit karena kita
belum melakukannya.
Salam hospitality.
Comments