Setiap pagi, Opung selalu
berjalan kaki kesana kemari di pekarangan yang cukup luas. Istri Opung
warganegara Australia yang dinikahi ketika mereka bekerja di kedutaan besar
Australia.
Pernikahan itu melahirkan anak yang
telaten merawat orang tuanya. Saya memanggilnya Ibu Suwardi, pemilik café kecil
di beranda rumahnya. Café itu memuat sekitar 30 – 40 kursi, outdoor dan indoor.
Opung berusia sekitar 70-an
dengan istri yang baru saja dioprasi tulang lututnya di Penang – Malaysia. Ibu
Suwardi merawat sendiri kedua orang tuanya yang kini telah lanjut usia.
Sang Ibunda, Mrs. Rybekkah turut
membantu memasak makanan dan kue-kue di café yang selalu ramai setiap hari,
apalagi kala akhir pekan. Area parkir penuh hingga ke jalan raya.
Walau Mrs. Rybekkah takdapat melakukan
perjalanan jauh, ia masih melakukan pekerjaan di Rumah Pohon, nama café itu.
Sementara Ayahanda menyapu dedaunan di halaman. Tiada yang dilakukan selain
menyapu, berjalan-jalan di halaman, membaca buku setelah pensiun dari kantor
Dubes.
Lain halnya dengan ayahku, ia
sempat menulis satu buku kamus terminology hukum sebelum berpulang. Setahu
saya, ia mengetiknya setiap hari ditengah kegiatan lain yaitu bermain piano,
gamelan dan melukis.
Sebagian besar waktunya
disibukkan menulis buku itu. Seingatku sekitar 3-4 tahun ia selesaikan. Saya
tidak ingat pasti ia mengerjakannya, namun sangat ingat ketika ia memberi buku
itu, saya berada di semester pertama masuk kuliah.
Ibu ketika itu masih berusia
sekitar 65 tahun, ia masih melakukan kegiatan seperti; menyulam dari benang
wol, melukis bunga-bunga, olahraga tai
chi yang ngetren saat itu.
Yang saya ingat ayah memiliki
penyakit diabetes sementara ibunda sehat-sehat saja sepanjang hidupnya. Makanannya
selama 2 tahun hanya kentang rebus, telur, rebusan bayam, brokoli, wortel
hingga berpulang di usia 88 tahun.
Usia lanjut untuk pria menurut
standar international, WHO yaitu usia diatas 65 untuk pria dan wanita usia 60
tahun. Tantangan di atas usia ini seperti membatasi kegiatan para lansia.
Padahal saya melihat mereka masih terlihat segar, tubuh kuat dan sehat, gigi
masih utuh.
Seperti tetangga dekatku seorang
guru di sekolah perawat, Pak Iman masih aktif berkebun, menguras kolam lele,
seperti yang tampak pada foto di bawah ini.
Ia berusia 72 tahun tapi memiliki
tubuh prima. Menurut istrinya hanya keluhan pada pandangan mata yang semakin buram,
sering lupa akan sesuatu alias pikun. Sedangkan berjalan kaki masih normal.
Cerita istrinya, saat hendak menyetir
mobil ke toko berjarak 10 menit dari rumah, suaminya seharian mencari kunci
mobil. Mulutnya mengomel terus karena kunci hilang. Sore harinya kedapatan kunci
tergantung di mobil setelah waktu terbuang seharian. Pikun memang keadaan yang
takdapat dihindari setiap orang menjelang usia senja.
Hasil berkebun Pak Iman yaitu
tanaman yang dapat dimakan sehari-hari; buah papaya, jeruk, pisang, daun
singkong, kemangi. Ia membeli tanah saat harga masih murah sekitar 25 tahun
lalu. Kebun di pekarangan rumah yang luas itu menjadi ladang ia bekerja setelah
pensiun.
Sementara istrinya membuka salon
potong rambut di rumahnya. Yah salon sederhana dengan jasa potong rambut Rp. 25
ribu per orang. Para tetangga wanita menjadi langganan salon itu. Setiap hari
paling tidak 2 orang datang ke salon.
Sebenarnya ia tidak mengejar uang
semata karena berapapun bayaran dari sang tamu ia terima saja dengan senang. O
ya, mereka telah memiliki 2 putri yang telah menikah, ditambah 3 cucu.
Cukup sederhana ya? tampaknya
begitu. Bahkan satu putri mereka berada satu kota sehingga sering singgah ke
rumah menengok ke-dua lansia itu.
Banyak sekali kisah tentang
lansia. Termasuk ibu mertua di Plymouth yang menikah kembali di usia senja.
Karena ke-dua cucu sudah dewasa, maka tiada lagi yang ditimang-timang selain
kucing kesayangannya dan berkebun di pekarangan rumah.
Selain itu ia rajin membuat
kue-kue hasil resep ciptaan dirinya. Ya namanya kue buatan nenek-nenek yang
berusia 68, rasanya ngalor ngidul menurutku atau mungkin lidah saya yang aneh.
Hehe
Mereka dalam keadaan sehat
walafiat, ibu berjalan di pekarangan rumah setiap pagi kecuali saat sekarang,
yang bersalju tebal. Suaminya duduk membaca, menonton tv, mengundang kawan-kawannya
datang ke rumah.
Lain lagi kakak ibuku di Jepang,
di Jawa kita memanggilnya Bude. Ia menikmati hari tuanya ditemani putri
tunggalnya. Sehari-hari berkebun, menanam tomat, mentimun, pok coy. Setiap kali
ia membaca alkitab harus memakai kaca pembesar.
Seorang lansia pasti melakukan
hobinya jika sejak kecil hobi ini dipupuk. Berkaca pada para lansia ini, sebaiknya
memiliki hobi yang kita tekuni dari sekarang. Jangan sampai di usia senja hanya
menonton tv, makan, tidur, tiada kegiatan berarti.
Hal Ini dialami ayah mertua yang
berpulang setahun lalu. Kesenangannya menonton Sky News yang membuat kepalanya
berputar-putar. Sementara warga gereja disanapun tidak seaktif di sini.
Kasihan.
Yang unik, seorang kakak ipar (62
tahun) telah melakukan pemesanan tempat di panti jompo. Ke-dua putrinya tinggal
di Amerika, menikahi pria bule di sana.
Berkawanlah sebanyak-banyaknya. Membaca
buku, menulis buku, berkebun, memelihara ikan, menyediakan jasa potong rambut,
itulah sebagian kegiatan menarik untuk para lansia. Tidak kalah penting yaitu
mendekatkan hati terus menerus kepada Sang Pencipta.
Tiada seorangpun dapat
menghindari masa tua. Setiap insan akan memasukinya bila berumur panjang, namun
yang bersiap sedialah yang mampu melaluinya dengan kegiatan berarti.
* Artikel ini menjadi artikep utama di Kompasiana.com
Comments