Cara Menghadapi Pelanggan yang Ribet

 

Pelanggan ribet menjadi catatan tersendiri.
(ilustrasi Pixabay gratis)

Bagi seorang hotelier marketing, semakin gencar bertemu pelanggan, semakin asyik ia bekerja. Tersebab sukses atau tidaknya akan tergantung kepada pelanggan.

 Ada es cendol, ada es dawet. Ada pelanggan yang manis, ada juga yang cerewet, ribet.  Setiap waktu ada saja   pelanggan bergaya eksentrik, mereka yang berperangai menyolok. Kadang kita dibuat kewalahan.

Suara melengking tamu di restoran, minta diperhatikan ekstra. Teriakan pria di lobi karena tak sabar menunggu kunci kamar. Itulah contoh tamu yang nyentrik.

Nyentrik bukan disebabkan cara pelayanan tidak memuaskannya. Bukan! Tapi cenderung menonjolkan karakter seseorang dalam menyikapi suatu hal. Di tengah kondisi yang baik-baik saja, ia bisa berulah.

Sebagai hotelier marketing, bangga rasanya jika dikenal pelanggan. Tahu belum tentu kenal. Ya, dikenal baik itulah modal utama penjual.

Itu sebabnya ada sales call atau disebut juga blusukan,  aktivitas utama (sebelum pandemi).

Agar dikenal pelanggan, seorang penjual tidaklah mudah. Selain perlu jam terbang juga ada skill khusus.

Apakah tamu nyentrik itu aneh? Coba tengok di sekeliling kita. Pasti ada saja tamu nyentrik. Seorang bergaya eksentrik pasti menyedot perhatian. Disadari atau tidak, pelanggan nyentrik juga mendatangkan keuntungan lho.

Siapakah mereka yang berperilaku nyentrik itu?

Mereka yang berkarakter bagai:

Kacang miang

Ibu Berta dari perusahaan Gunung Imprit, menghubungi Riri – sales manager Hotel Celeste. Menurutnya, bos marketing telah menyetujui diskon 30% untuk acara pertemuan nanti.

Riri membuat surat konfirmasi. Nita – sang bos marketing kaget. Ia merasa tak pernah memberi diskon sebesar itu, tapi hanya 10% saja.

Bu Berta bagai kacang miang. Tetap menurut pendapatnya. Mulailah terjadi benang kusut. Hubungan Riri dan Nita bagai duri dalam daging, merusak kerjasama dalam tim.

Pinjaman online

Tipe pelanggan yang selalu menuntut dilayani.  Siang, malam, harus siap dihubungi. Tidak segan untuk mengumpat kalau kita salah. Tidak menganggap sebagai partner bisnis. Hobinya mencari-cari kesalahan,

Kelupencabir

Keluarga pencela dan pencabir. Tipe yang selalu mencela. Walau kita berusaha memenuhi segala keinginannya, selalu saja ada yang dicela.

Saya pernah menghabiskan waktu seharian hanya untuk melayani permintaan surat konfirmasi yang salah tik, bahkan hingga koma, titik, garis miring, mesti sesuai keinginannya.

Kolonial

Menelepon terus-menerus lalu mengadakan pertemuan yang tak perlu. Waktunyalah yang sangat penting. Super ego dan selalu menjajah. Selalu ingin segala kemauannya terpenuhi.

Pada akhirnya, karena tak puas terhadap pelayanan hotel (menurut versinya), ia akan berpromosi buruk.

Kantong sempit

Penjual yang selalu menawar. Hari ini ia tawar 50 ribu, esok hari menawar 55 ribu. Saat hendak menandatangani kontrak, masih menawar.

Kita bisa hilang kesabaran. Saking pelitnya, selalu tarik ulur. Alih-alih kalau bisa ditawar, kenapa tidak?

Ruwetnya lagi, tidak membayar tagihan tepat waktu. Keinginannya banyak tapi saat pembayaran, sulitnya minta ampun.

Itulah beberapa contoh karakter pelanggan. Jika lengah, ia dapat menghancurkan semangat kerja. Namun kita tak boleh menyerah menghadapi beragam karakter ini.

Pelanggan yang baik, dambaan setiap penjual 
(ilustrasi Pixabay gratis)

Cara menghadapi mereka yang “rudet”

Mengenal lebih dekat satu persatu pelanggan, amatlah penting. Terkadang kelakuan yang muncul itu bukan yang sebenarnya. Bisa jadi untuk menutupi jaim (jaga image). Ada juga yang sekadar ngegas.

Pelanggan yang baik akan mudah diatur. Biasanya manajemen hotel telah mengantongi catatan terhadap pelanggan yang rewel, bawel. Tidak untuk diproklamirkan tapi menjadi catatan tersendiri. Begitulah kira-kira.

Kita semua paham, setiap insan tiada yang sempurna karena bukan malaikat.

Ada kiat menghadapi pelanggan yang ribet tersebut (jika tak mau disebut cacat karakter).

Pertama, pandai-pandailah memberi jawab terhadap pelanggan nyentrik ini. Jikalau hendak menolak permohonannya gunakan kalimat elok, sopan, agar tidak tersinggung.

Kedua, turuti keinginannya sepanjang ia berhak mendapatkannya. Demikian kita menaruh bara api di atas kepalanya. Artinya biarlah ia merasa berhutang (not comfortable) dengan sikap kita yang beretika.

Ketiga, jika tak sanggup menghadapi pelanggan yang nyentrik ini, alihkan pada kolega yang memiliki kesabaran ekstra.

Tidak hanya itu, dapat juga dialihkan pada kolega yang memiliki karakter serupa. Jadi, mereka bisa klop, cocok.

Keempat, respons cepat terhadap pertanyaan dan permintaan. Memiliki catatan sebagai bukti bila terjadi sanggahan.

Kelima, pahami bidang psikologi. Bagaimana disukai dan menyukai seseorang. Salah satunya mengenal karakter. Setidaknya akan lebih afdol dalam berkomunikasi.

Keenam, jalan terakhir yaitu lalukan pada bos anda. Biasanya seorang atasan mampu menyelesaikan masalah karena kematangan pribadi.

Orang yang memiliki karakter nyentrik, memang menjengkelkan. Dilayani, tidak dilayani akan berbuah ketidakpuasan. Namun tak selamanya begitu kok. Tamu nyentrik hadir untuk melatih kesabaran kita ya.

Pelanggan yang bercacat karakter, ribet, rewel, perlu mendapatkan didikan dari persona di sekelilingnya secara tidak langsung. Jadi, sebaiknya tak perlu dibenci.

Jauh di dalam lubuk hatinya, suatu saat akan sadar  bahwa perangainya itu tak disukai. Demikian ia akan belajar dari pengalaman.

Semoga bermanfaat. Salam hospitality.

 

 Baca juga:
(*) Blusukan
(*) Dahsyatnya Daya Tarik Karakter Penjual Bagi Pelanggan

(*) Artikel ini tayang juga di Kompasiana

Comments