Kawan sejati tak mengenal masa. Lama tak bersua, dialah kawan yang selalu menginspirasi.
Jack kawan lamaku. Tak terpikir
ia berlabuh di hotel mungil itu. Kepindahannya
mengejutkanku. Hotel barunya di kawasan Mangga Besar - Jakarta, bukanlah
impiannya, apa daya, tiada dayung, papan pun jadi.
Siapa menduga pandemi tetiba menghentikan
aktivitas seluruh hotel. Telah 18 bulan, industri hospitality beradaptasi
dengan kondisi new normal. Rasanya baru kemarin kami disibukkan tumpukkan
pekerjaan yang tak habis-habisnya.
Jack, hotel manager di hotel
berbintang dua itu. Ladangnya terdahulu, hotel berbintang 4 di Bali. Maksud kepindahannya
ke Jakarta, ingin berada dekat keluarga
“Yah, saya masih beruntung berlabuh
di hotel ini!” ujarnya dengan penuh syukur.
Kami pun janjian bertemu di
hotelnya. Jack sumringah ketika saya berjumpa setelah perpisahan yang sangat lama.
Hotel itu bersih dan apik seperti
Jack yang selalu resik tampil dengan baju batiknya. Kini ia tak lagi berbaju
jas sehari-hari.
Dua botol kecil mineral disajikan
resepsionis. Tiada welcome drink, strawberry
juice atau capucino.
“Syukurlah, pemilik hotel amat
baik menyikapi kondisi yang tak menguntungkan ini, Bu!”
Seketika Jack tersenyum saat
seorang pria paruh baya lewat di hadapan kami.
“Itu Pak Edi, beliau sesekali
bertandang kemari” ujar Jack, setengah berbisik. Pak Edi, pemilik hotel itu.
Jack satu dari sekian banyak
hotel manager yang terdampar di hotel berbintang 2. Ia menyebutnya down grade, turun level, dapat dikatakan
begitulah kondisinya kini karena sempitnya lapangan kerja berhubung banyak hotel
tutup permanen.
“Sejak awal pandemi, Pak Edi sama
sekali tak membantu biaya operasional hotel,” katanya, membuyarkan lamunanku tentang
perubahan drastis Jack.
“Kami harus membiayai sendiri dari pendapatan hotel setiap hari.” Ujar Jack
Pemasukan hotel yang minim
digunakan untuk operasional dan gaji karyawan. Jika berkata jujur, hampir tidak
ada yang disisihkan untuk sang pemilik.
Ramai-ramai menjual hotel
Bisnis
hotel meradang. Maju terhalang, mundur tertahan. Sebagian pebisnis hotel memilih
menyerah ketimbang sulit tidur memikirkannya. Dalam keadaan buntu akhirnya marak
di media, berita penjualan hotel-hotel di Nusantara.
Mulai non bintang hingga bintang
5. Harga yang ditawarkan, mulai harga Rp 4,7 miliar juta rupiah hingga termahal
Rp 60 triliun. Terpampang 1943 hotel dijual hingga hari ini. (sila dilihat
dalam rujukan).
Jualan hotel bak cendawan selepas
musim hujan. Daerah Bali adalah wilayah terbanyak. Tingginya biaya operasional
hotel, itulah penyebab hotel megap-megap, bak ikan bernafas di darat.
Selain tingginya biaya
operasional, pembayaran kredit kepada bank semakin menumpuk karena gagal bayar.
Inilah alasan mendasar.
Adakah investor tertarik membeli
di tengah situasi demikian?
“Ada saja peminatnya, meski hanya
segelintir!” mata jack melotot, meyakinkanku.
“Investor mungkin berharap
sebagai investasi di tahun-tahun mendatang,” tambahnya lagi.
Masa penantian itu memerlukan
kesabaran ekstra. Menunggu secercah sinar, seakan bayangan hanya melambai-lambai
di pelupuk mata.
Menjual hotel adalah penyelesaian di jalan buntu. Namun ada langkah pencegahan yang patut dipertimbangkan sebelum tutup permanen.
Pertama, Tetap beroperasi dengan pengurangan karyawan dan penghematan
di berbagai pos.
Model pengurangan karyawan, walau
pedih mesti dilakukan. Biasanya yang tergerus, karyawan yang masa kontraknya tidak
akan diperpanjang.
Karyawan hotel dan manajemen bekerja
sama, saling menyemangati. Jangan putus asa! Jika tawar hati disaat sukar,
keadaan akan semakin terpuruk.
Kedua, Operasional hotel tetap berlangsung hindari pemutusan
hubungan kerja (PHK). Seluruh karyawan tetap aktif bekerja, menerima keadaan,
berusaha bertahan.
Yang berat sama dipikul, yang
ringan sama dijinjing. Pemilik, manajemen dan karyawan kompak dalam menghadapi
masalah.
Di Jakarta terdapat beberapa hotel dalam daftar tempat isolasi mandiri. Usaha mereka patut diapresiasi, tetap eksis di tengah kondisi yang beresiko.
Ketiga, manajemen mendapat alternatif penghasilan dari berbagai sumber.
Manajemen memberi gairah dan
spirit kepada karyawan untuk bercocok tanam di lahan luas. Hasilnya guna kesejahteraan
karyawan maupun dijual di pasar.
Kebun itu menghasilkan terong,
cabe merah, tomat, bawang merah, daun singkong, pisang, dsb.
Di Yogyakarta, pemilik hotel
membuka pesanan bakmi. Karyawan dikerahkan dalam proses delivery service.
Yang bertahan akan tampil sebagai
pemenang. Slogan klasik, melahirkan pemenang.
Keempat, hotel tutup sementara sambil menanti waktu terbaik dibuka
kembali.
Menahan derasnya pengeluaran
adalah upaya yang harus dilakukan setiap hotel. Ditutupnya hotel sementara
waktu membendung biaya operasional hotel yang aduhai besarnya jika tak
diimbangi pemasukan.
Namun demikian, meski hotel tutup
sementara, tetap tak dapat terhindar dari biaya listrik dan tenaga pengamanan.
Tengok saja, mesin-mesin yang
terbengkalai dalam kurun waktu lama, entah itu aus, berkarat. Kain-kain linen,
sprei, bed cover, sarung bantal jika lama tidak digunakan akan berganti warna.
Apakah Anda masih menjaga prestise dan image hotel?
Target yang telah dibundel dalam
budget, bagai katak hendak jadi angsa, hal yang sulit tercapai. Setidaknya
tersimpan beberapa waktu lamanya.
Adalah lebih baik membiarkannya
lumpuh sementara waktu ketimbang manajemen tak lagi mampu merangkak.
“Asal kita pandai-pandai mengatur
cash flow, setidaknya tidak mengharapkan bantuan pemilik hotel. Kita berusaha
mandiri dengan segala yang ada.” Ujar Jack. Saya setuju pendapatnya.
Bisnis
hotel memang dalam keadaan (sangat) terpuruk. Membutuhkan rentang waktu panjang
agar mampu bertahan. Lakukan langkah positif apa pun yang dapat dikerjakan
sekarang, baik oleh pemilik, manajemen hotel serta karyawan agar bendera hotel
tetap berkibar.
Bara yang digenggam biarkan jadi arang. Dalam melakukan sesuatu, hendaklah bersabar sampai berhasil.
Pemberlakuan pembatasan kegiatan
masyarakat (PPKM) darurat yang diberlakukan kemarin, 3 Juli 2021 di Pulau Jawa
dan Bali, akan mengguncang hotel yang sebelumnya telah berangsur membaik.
Seorang kawan di Balikpapan
berujar, seluruh acara pertemuan, pernikahan di hotelnya, semua ditunda. Sampai
kapan? Sampai setiap individu disiplin, patuh terhadap protokol kesehatan.
“Syukurlah, hotel ini masih
eksis. Sakit menimpa, sesal terlambat, bila sudah terlanjur terjadi, menyesal
tiada guna. Pertimbangkan matang sebelum menjual hotel,” ujar Jack menutup
obrolan.
Salam hospitality.
Artikel terkait:
1. Inilah 8 cara promosi kreatif yang perlu diterapkan oleh pengusaha
2. Tentukan pilihanmu, mengejar uang atau menjadi hotelier sejati?
Rujukan:
1. Hotel-hotel di Jakarta Dijual di Marketplace akibat Pandemi Covid-19, Ada yang Harganya Rp 2,7 Triliun
2. Daftar Terbaru Hotel Isolasi Mandiri di Jakarta Beserta Nomor Telepon yang Bisa Dihubungi. 1 Juli 2021, kompas.com
3. Lumudi.co.id, hotel dijual
Catatan: nama-nama disamarkan.
Comments