Inilah 5 Kriteria Bos Jempolan

 

Bos train the staffs (ilustration by Pixabay)

Malang melintang di beberapa hotel, mengenalkanku pada sikap, karakter, dan gaya kepemimpinan masing-masing bos.

Ada yang sangat disiplin, ada pula yang santai dan kalem. Beberapa pemimpin gila kerja, ada juga yang nyentrik. Setiap bos memiliki pribadi khas yang menonjol.

“Lho, dia kan sales manager di hotelku setahun lalu,” ujar Nia saat Reina didapuk menjadi hotel manager di hotel bintang 4.

Nia bergosip tentang karir mantan koleganya yang melejit. Saya mengenali Reina sekilas tentang pribadinya. Reina menjadi korban bos karbitan. Belum cukup matang menerima tanggung jawab besar di level itu, karena didapuk sang manager hotel itu sekaligus kekasih hati.

Kata siapa menjadi pemimpin itu tak perlu jam terbang?

Boleh-boleh saja tapi pemimpin hasil karbitan mesti banyak belajar. Jika menyembunyikan ketidaktahuan, akan menyebabkan misleading, salah arahan. Blunder.

Pepatah yang menggambarkannya sebagai garbage in, garbage out. Blunder terjadi karena kesalahan pemahaman sejak awal.

Tidak salah menjadi bos karbitan, tapi jangan menyesal di kemudian hari. jika belum cukup berpengetahuan, Itu hanya menjaring angin. Membahagiakan sesaat, apabila jatuh akan sangat pedih.

Ketika pohon rindang itu tumbang

Suatu hari menuju ke kantor, saya terjebak macet di Jalan Simatupang, Jakarta selatan. Lima belas menit berlalu, saya masih tenang, 30 menit pun terlewati, hingga pukul 09:30 mobil bergeming, tak bergeser sedikitpun.

“Good morning, Pak. I’m in traffic since an hour ago,” begitu pesan WA saya pada bos warga Perancis itu. Padahal untuk tiba di kantor, hanya perlu 15 menit saja.

Sepuluh menit sudah, pesan belum berbalas. Saya mulai resah. Tiada angin, tiada badai, pohon besar yang meneduhkan itu tumbang. Bagaimana saya tahu bahwa pohon raksasa itu yang menjadi biang kemarahan sang bos.

“Ah, you work not serious!” ujar bos, setiba di kantor.

Dampak positif terapi kejut ini memberi pelajaran  bermanfaat di kemudian hari kala saya memimpin tim marketing. Saya berprinsip, takkan berburuk sangka sebelum mengetahui suatu masalah dengan pasti.

Beberapa tahun berselang, terdengar bahwa perusahaan itu tidak lagi eksis.

Discussion with the bos (foto by Pixabay)

“Saya tunggu hari Kamis nanti ya. Kalau saya sedang meeting, akan ditemani Renita,” pesan Pak Reno general manager salah satu hotel di Jakarta.

Tiga hari berikutnya, saya tiba di Jakarta. Ibu Renita menyambutku. Hari itu, momen bersejarah sepanjang perjalanan karir. Saya menandatangani kontrak kerja di hotel berbintang 5.

Selama kurun 6 tahun saya bekerja di bawah kepemimpinannya. Pak Reno seorang yang cakap mendelegasikan pekerjaan kepada semua kepala departemen. Ia percaya, seluruh anak buah sanggup mengerjakan dengan penuh tanggung jawab.

Ada ubi, ada talas. Sebagai anak buahnya, hati dan pikiran menjadi tenteram dipicu ingin menunjukkan hasil terbaik. Pekerjaan terasa ringan sebab ia tak ragu mengajarkan ilmu kepada staf yang berpengetahuan cetek.

Pak Reno yang berdarah Indonesia Belanda, juga tak pernah jaim (jaga image), pun tidak gila hormat. Setiap staf menaruh hormat. Ia berkarisma. Apakah ia pemimpin berbakat?

Nilai karakter abadi yang melekat

Selama berkarir dalam rentang waktu panjang, saya   melihat nyata beragam karakter serta perilaku dari figur pemimpin jempolan.

Namun dari sekian banyak karakter pemimpin agar menjadi bos yang disukai anak buah, terdapat 5 sikap dan karakter yang menopang keberhasilan:

(1) Pemimpin yang bertakwa kepada Tuhan YME. Mereka yang berakhlak baik mudah mendapat tempat. Inilah sebagai fundamen ia berkiprah dalam keseharian di lingkungan pekerjaan.

Bos yang temperamental akan ditaklukkan oleh fundamen ini. Emosi yang meledak-ledak sebagai alat pengukur dalamnya kadar spiritual.

(2) Mendidik anak buah. Jika hanya main perintah, setiap individu mampu melakukannya.

(3) Senang berbagi metode memecahkan masalah. Tidak pelit menurunkan ilmu dan kecakapannya kepada anak buah. Ia merasa harus lebih pandai dari anak buah.
Tidak ingin pintar sendirian. jika anak buah pintar dan cakap menangani pekerjaan, ini akan meringankan dirinya.

Pribadinya terpicu untuk selalu mengembangkan diri (self development) sebab ia harus menguasainya sebelum menurunkan pada anak buah.

(4) Mendelegasikan pekerjaan. Percaya yang akan dikerjakan anak buah karena hasil ajaran dan didikannya (transfer knowledge).

(5) Perhatian terhadap anak buah.

Ketika kedua anak rawat inap karena demam berdarah, atasanku membesuknya. Kami senang sang bos menjenguk ke rumah sakit. Ia bahkan menyuruhku libur hingga anak sembuh.

Karena momen inilah, saya belajar bagaimana berempati menghadapi staf yang dilanda kesedihan atau masalah keluarga. Kehadirannya memberi rasa aman.

Jangan lakukan ini!

Selama berkarir sebagai hotelier di beberapa manajemen, saya mengamati, tidak sedikit pemimpin jatuh dalam karirnya. Ada yang jatuh berkeping-keping, ada pula yang lambat laun integritas dan kredibilitasnya padam.

Ketiga hal negatif inilah penyebabnya:

Pertama, mempunyai love affair di kantor. Menjadi wanita/pria idaman lain (WIL/PIL). Istilah zaman now dikenal sebagai pelakor/pebinor.

Kedua, curang, tidak jujur terhadap urusan finansial kantor, korupsi, cheating.

Ketiga, bersikap angkuh, melawan atasan, bos, pimpinan.

Banyak pemimpin telah jatuh dalam kubangan itu. Bangunlah reputasi yang baik.

Tiada jalan yang tak berlubang. Tidak ada pemimpin yang sangat pintar maupun yang tidak bercacat karakter.

Pembentukan dari masa ke masa, belajar dari anak buah serta proses kehidupan akan membawa keberhasilan. Demikian ia semestinya banyak belajar membangun kepribadian matang dan profesional.

Keempat syarat pemimpin jempolan tadi, dapat juga menjadi syarat serta kriteria SDM (Sumber Daya Manusia) dalam menemukan figur seorang pemimpin.

Mari kita menjadi bos yang baik, yang menjadi panutan anak buah. Gajah mati meninggalkan gading, suatu hari setop berkarir, citra diri yang baik akan membekas.

Apabila sang nakhoda memiliki 5 nilai dalam pribadinya, niscaya kapal akan melaju tenang dan lancar. 

Salam hospitality.

Comments