Malang melintang di beberapa hotel, mengenalkanku pada sikap, karakter, dan gaya kepemimpinan masing-masing bos.
Ada yang sangat disiplin, ada
pula yang santai dan kalem. Beberapa pemimpin gila kerja, ada juga yang
nyentrik. Setiap bos memiliki pribadi khas yang menonjol.
“Lho, dia kan sales manager di
hotelku setahun lalu,” ujar Nia saat Reina didapuk menjadi hotel manager di
hotel bintang 4.
Nia bergosip tentang karir mantan
koleganya yang melejit. Saya mengenali Reina sekilas tentang pribadinya. Reina
menjadi korban bos karbitan. Belum cukup matang menerima tanggung jawab besar
di level itu, karena didapuk sang manager hotel itu sekaligus kekasih hati.
Kata siapa menjadi pemimpin itu tak perlu jam terbang?
Boleh-boleh saja tapi pemimpin
hasil karbitan mesti banyak belajar. Jika menyembunyikan ketidaktahuan, akan
menyebabkan misleading, salah arahan. Blunder.
Pepatah yang menggambarkannya
sebagai garbage in, garbage out. Blunder terjadi karena kesalahan pemahaman
sejak awal.
Tidak salah menjadi bos karbitan, tapi jangan menyesal di kemudian hari. jika belum cukup berpengetahuan, Itu hanya menjaring angin. Membahagiakan sesaat, apabila jatuh akan sangat pedih.
Ketika pohon rindang itu tumbang
Suatu hari menuju ke kantor, saya
terjebak macet di Jalan Simatupang, Jakarta selatan. Lima belas menit berlalu,
saya masih tenang, 30 menit pun terlewati, hingga pukul 09:30 mobil bergeming,
tak bergeser sedikitpun.
“Good morning, Pak. I’m in
traffic since an hour ago,” begitu pesan WA saya pada bos warga Perancis itu.
Padahal untuk tiba di kantor, hanya perlu 15 menit saja.
Sepuluh menit sudah, pesan belum
berbalas. Saya mulai resah. Tiada angin, tiada badai, pohon besar yang
meneduhkan itu tumbang. Bagaimana saya tahu bahwa pohon raksasa itu yang
menjadi biang kemarahan sang bos.
“Ah, you work not serious!” ujar
bos, setiba di kantor.
Dampak positif terapi kejut ini
memberi pelajaran bermanfaat di kemudian
hari kala saya memimpin tim marketing. Saya berprinsip, takkan berburuk sangka
sebelum mengetahui suatu masalah dengan pasti.
Beberapa tahun berselang, terdengar
bahwa perusahaan itu tidak lagi eksis.
“Saya tunggu hari Kamis nanti ya. Kalau saya sedang meeting, akan ditemani Renita,” pesan Pak Reno general manager salah satu hotel di Jakarta.
Tiga hari berikutnya, saya tiba
di Jakarta. Ibu Renita menyambutku. Hari itu, momen bersejarah sepanjang
perjalanan karir. Saya menandatangani kontrak kerja di hotel berbintang 5.
Selama kurun 6 tahun saya bekerja
di bawah kepemimpinannya. Pak Reno seorang yang cakap mendelegasikan pekerjaan
kepada semua kepala departemen. Ia percaya, seluruh anak buah sanggup
mengerjakan dengan penuh tanggung jawab.
Ada ubi, ada talas. Sebagai anak
buahnya, hati dan pikiran menjadi tenteram dipicu ingin menunjukkan hasil
terbaik. Pekerjaan terasa ringan sebab ia tak ragu mengajarkan ilmu kepada staf
yang berpengetahuan cetek.
Pak Reno yang berdarah Indonesia Belanda,
juga tak pernah jaim (jaga image), pun tidak gila hormat. Setiap staf menaruh
hormat. Ia berkarisma. Apakah ia pemimpin berbakat?
Nilai karakter abadi
yang melekat
Selama berkarir dalam rentang
waktu panjang, saya melihat nyata beragam karakter serta perilaku dari
figur pemimpin jempolan.
Namun dari sekian banyak karakter
pemimpin agar menjadi bos yang disukai anak buah, terdapat 5 sikap dan karakter
yang menopang keberhasilan:
Tidak ingin pintar sendirian. jika anak buah pintar dan cakap menangani pekerjaan, ini akan meringankan dirinya.
(5) Perhatian terhadap anak buah.
Ketika kedua anak rawat inap
karena demam berdarah, atasanku membesuknya. Kami senang sang bos menjenguk ke
rumah sakit. Ia bahkan menyuruhku libur hingga anak sembuh.
Karena momen inilah, saya belajar
bagaimana berempati menghadapi staf yang dilanda kesedihan atau masalah
keluarga. Kehadirannya memberi rasa aman.
Jangan lakukan ini!
Selama berkarir sebagai hotelier di
beberapa manajemen, saya mengamati, tidak sedikit pemimpin jatuh dalam
karirnya. Ada yang jatuh berkeping-keping, ada pula yang lambat laun integritas
dan kredibilitasnya padam.
Ketiga hal negatif inilah
penyebabnya:
Pertama, mempunyai love affair di
kantor. Menjadi wanita/pria idaman lain (WIL/PIL). Istilah zaman now dikenal
sebagai pelakor/pebinor.
Kedua, curang, tidak jujur terhadap
urusan finansial kantor, korupsi, cheating.
Ketiga, bersikap angkuh, melawan
atasan, bos, pimpinan.
Banyak pemimpin telah jatuh dalam
kubangan itu. Bangunlah reputasi yang baik.
Tiada jalan yang tak berlubang.
Tidak ada pemimpin yang sangat pintar maupun yang tidak bercacat karakter.
Pembentukan dari masa ke masa,
belajar dari anak buah serta proses kehidupan akan membawa keberhasilan. Demikian
ia semestinya banyak belajar membangun kepribadian matang dan profesional.
Keempat syarat pemimpin jempolan
tadi, dapat juga menjadi syarat serta kriteria SDM (Sumber Daya Manusia) dalam
menemukan figur seorang pemimpin.
Mari kita menjadi bos yang baik,
yang menjadi panutan anak buah. Gajah mati meninggalkan gading, suatu hari
setop berkarir, citra diri yang baik akan membekas.
Apabila sang nakhoda memiliki 5
nilai dalam pribadinya, niscaya kapal akan melaju tenang dan lancar.
Salam hospitality.
Comments