Sejak lulus sekolah perhotelan, cita-cita Pak Don menjadi manajer di hotel. Ia bernasib mujur. Mantan bosku itu aktif berkelintaran di berbagai hotel dalam dan luar negri.
Menjadi pucuk pimpinan suatu perusahaan
adalah nasib peruntungan. Selain gaji yang menjanjikan ditambah tunjangan
keluarga serta fasilitas yang wah, itu tawarannya.
Pak Don, berusia jauh di atasku. Beberapa
hari sebelum pensiun, saat obrolan santai, ia menyampaikan sesuatu.
“Kita harus selalu bergantung
pada perlindungan Tuhan,” begitu katanya. Saya pasang telinga. Buah pikirannya
perlu didengarkan.
“Senyaman-nyamannya kita bekerja,
ada saja rasa khawatir. Bukan alasan target. Itu gampang dicari. Yang utama,
keselamatan kalian dan tamu,” katanya.
“Tak ada seorang pun yang ingin
celaka,” Pak Don terdiam sesaat lalu membenarkan kaca matanya.
“Ada 3 tanggung
jawab besar itu. Mencegah terjadinya kebakaran, keracunan makanan dan
kecelakaan,” ujarnya.
Bertahun-tahun terpisah darinya,
saya menyimpannya dalam benak. Apakah kekhawatirannya hiperbol?
Ada beberapa kisah nyata yang
terekam semenjak menjadi hotelier.
Suatu ketika pada masa
pre-opening di sebuah hotel, di kolam ikan yang mungil, tepat pada pandanganku,
Ben staf engineer, tampak sedang memperbaiki sesuatu.
Tetiba badannya terpelanting “Bum..!”
Air kolam memuncrat. Tubuh Ben tak bergerak. Semua yang melihatnya, terdiam.
Tak lama tempat itu menjadi pusat
kerumunan. Sekuriti berdatangan. Ben tersetrum aliran listrik tegangan tinggi
ketika memperbaiki lampu kolam.
Hari menjelang pukul 12:00,
jenazah Ben dibawa ke rumah sakit. Istrinya meratapi kepergian Ben. Mereka baru
saja menikah.
Siapa yang mau celaka?
Pagi itu tidak seperti biasanya, Jeff
tidak muncul di restoran untuk sarapan. Maklum tamu long stay hanya 3 orang
saja, jadi gampang dikenal.
Awalnya datanga dari laporan room
boy bahwa pintu kamar Mr. Jeff tak dapat dibuka ketika hendak make up room.
Room boy menunggu hingga tengah
hari. Sangkanya tamu terlambat bangun. Waktu menunjukkan pukul 10:00.
Agak ganjil dengan kebiasaan ini,
lalu resepsionis menelpon ke kamar atas laporan housekeeping. Lebih dari 3 kali
dering, tak berjawab. Staf menelpon ulang 15 menit kemudian. Tetap tak ada
jawaban.
Diajaklah sekuriti dan duty
manager masuk ke kamar, menggunakan
kunci master. Tamu kedapatan tertelungkup di kamar mandi dengan luka sobek di
pelipis.
Sekuriti langsung menelpon
petugas klinik hotel. Dokter jaga tidak di tempat. Dibawalah Jeff ke rumah
sakit oleh staf klinik dan beberapa manajer.
Jeff pingsan terbentur besi penyangga
tirai di atas bath tube. Tersebab
badannya yang tinggi, kepalanya terbentur besi, jatuh terhuyung lalu tubuh
terhempas, kepala terbentur kran di bath tube. Syukurlah nyawanya tertolong.
Penyebab Jeff terbentur besi
akhirnya menjadi kajian ulang para arsitek. Besi penopang tirai plastik di kamar
mandi banyak tidak digunakan lagi. Ada juga yang masih memasangnya namun dengan
besi penyangga lebih tinggi dari tinggi badan pria.
Bila Jeff, pingsan karena
benturan kepala di bathtub, lain lagi kisah tamu di dalam elevator yang macet.
Begini kisahnya..
Saat MOD (Manager on Duty), suara
ribut di HT muncul bergantian. Satu elevator tiba-tiba terhenti. Di dalamnya, seorang pria bersama putrinya yang
masih kecil.
Posisi elevator itu berada di
antara 2 lantai yaitu lantai 8 dan 9. Bapak ini menggedor pintu. Seorang wanita
yang kamarnya berada dekat dengan
elevator mendengar teriakan minta tolong dibarengi suara pintu digedor.
Wanita ini ke luar kamar,
mencari-cari suara yang ternyata dari dalam elevator. Ia langsung menelpon
resepsionis. Waktu kejadian pukul 19:00.
Dua puluh menit kemudian, pintu
elevator dibuka paksa oleh teknisi lalu mengangkat satu persatu dari lantai 9.
Keduanya keluar dengan jalan memanjat. Mereka selamat, meski berkeringat, shock
dan lemas.
Sang istri panik mendengar suami
dan putrinya terjebak. Tak lama mereka
langsung check-out, padahal mereka baru saja check-in.
Lalu saya? Berat hati. Meminta
maaf adalah mudah tetapi menempatkan empatiku padanya, rasanya penuh
penyesalan.
Aturan jadul namun besar faedahnya
Menurut pengamatan dari berbagai
sumber, saya mencatat 2 penyebab kecelakaan yang kerap terjadi di hotel. Kecelakaan
yang muncul (meski tidak sering) diantaranya:
(*) Anak kecil berenang tanpa
pengawasan orang dewasa
(*) Kerusakan elevator
Sebagai hotelier dari masa ke
masa, saya mencatat perubahan signifikan terhadap aturan yang telah standar dan
berfungsi baik.
Paparan dibawah ini diambil dari
sudut pandang pribadi terhadap aturan main di hotel berbintang.
Beberapa peraturan ini, sejenis
warisan dari para pendahulu yang nyaris dilupakan bahkan cenderung terhapus. Berikut
dari masa ke masa perubahan itu:
Pertama, aturan menyatakan bahwa petugas sekuriti harus berjaga di setiap
lantai selama 24 jam. Kini seorang petugas
sekuriti cukup berkeliling ke setiap lantai.
Kedua, seorang lifeguard
(pengawal renang) bertugas di area kolam renang dari pukul 07:00 – 19:00. Kini peraturan terpampang di notice board “Warning! No Lifeguard”.
Ketiga, seorang dokter bertugas di house klinik hotel guna
antisipasi kondisi darurat. Kini staf house klinik akan mengantar pasien/korban
ke rumah sakit sebab tiadanya dokter jaga.
Keempat, fasilitas rumah klinik di hotel dilengkapi peralatan medis
lengkap dalam kondisi darurat termasuk oksigen dan peralatan lengkap bedah
ringan. Kini cukup tersedia perlengkapan pertolongan pertama pada kecelakaan
(P3K).
Itulah ke-4 peraturan yang
berganti dari masa ke masa.
Dear hotelier, kira-kira apa
alasan perubahan itu menurut Anda?
Keberadaan klinik hotel ditujukan
untuk tamu serta karyawan dalam keadaan
darurat. Bukankah dalam pertolongan pertama, 10 detik sangat berharga bagi
nyawa seseorang?
Itulah sekilas dari beberapa peristiwa
nyata yang terjadi. Bila dikisahkan, takkan cukup mengulasnya dalam sehari.
Kecelakaan memang dapat terjadi
di mana-mana. Banyak faktor penyebabnya. Sebagian besar disebabkan kelalaian manusia
atau human error.
Nasehat
Pak Don bukan tanpa alasan. Akibat kelalaian, berakibat diberhentikannya
operasi hotel, menghadapi gugatan di pengadilan, juga mengganti kerugian
finansial yang tak sedikit. Ditambah menanggung hukuman tidak tertulis
diantaranya hotel yang sepi tamu.
Human error takkan terjadi ketika
tim bekerja sama sehingga dapat mendeteksi kesalahan sedini mungkin.
Setiap
karyawan dan tamu mesti peduli. Laporkan hal-hal ganjil yang terjadi di
sekeliling kita. Bekali pula dengan pelatihan yang masif.
Ambil yang jernih, buang yang
keruh. Begitulah cara menepis kekhawatiran sang manajer senior.
Ke pasar kubeli duku. Sekeranjang
cukup untukku. Sampai di sini tulisan saya. Semoga bermanfaat.
Salam hospitality.
Comments