Melatih Diri agar Tidak Keras Kepala (ilustrasi Pixabay)
“Gue heran, si Ben kok
bisa-bisanya kabur ke Malaysia?” ujar Ray.
“Bukankah esok mulai lock down?”
Timpal May, sambil memasang wajah sewot.
May dan Ray keheranan ketika
Ben tetap kabur juga ke Malaysia. Ada sesuatu yang diurusnya sehingga harus pergi ke negri jiran, katanya begitu.
Masa pagebluk yang genting di
Malaysia hingga negri itu menutup diri demi kebaikan warganya. Tanggal 1 Juni kemarin negri mulai menutup gerbang.
Hebatnya Indonesia takpernah lock down. Jika mau, dapat dilakukan sejak dulu, tapi tak pernah terjadi. Akhirnya virus berangsur menurun. Namun itu hanya sekejap. Mengapa?
Setelah Hari Raya usai, angka
kasus baru, perlahan meningkat. Riweh lagi, rudet lagi.
Seandainya setiap manusia di bumi
ini bertabiat penurut, takkan terjadi pertentangan. Sayangnya manusia tidak diciptakan
serupa.
Ini sama saja dengan bentuk tidak
mengasihi dirinya sendiri sekaligus tidak mengasihi sesama. Bebas kemanapun
mengikuti super ego.
Stubbornness is the energy of fools. Terjemahan bebasnya, keras
kepala itu membuahkan energi yang sia-sia.
Terkadang, kita merasa tersiksa
mematuhi suatu aturan. Padahal aturan diciptakan mengikat agar teratur dan tertib.
Nyatanya, orang senang berkelintaran walau diperintah diam di rumah.
Mengapa sebagian orang keras kepala seperti Ben?
A stubborn person sails in a clay boat. Clay artinya tanah liat. Tanah
yang dibentuk perahu, dalam hantaman gelombang sangat rentan pecah berhamburan,
porak poranda. Perahu tak dapat melaju kembali.
Demikian seseorang yang keras
kepala. Keinginan super ego meluluhlantakkan segala sesuatunya. Merugikan diri
dan orang lain.
Seorang keras kepala adalah penentang.
Ia memilih sesuatu untuk menyenangkan dirinya ketimbang memikirkan dampak buruk
bagi diri dan sesama.
Bagaimana cara mengenyahkan keras
kepala?
Ada beberapa langkah, yaitu:
1. Rendah hati
2. Pahami kepentingan umum
daripada ego pribadi
3. Berlatihlah tunduk kepada
perintah Tuhan.
Apapun sesuatu yang tidak membuatmu nyaman, terima saja. Cara ini hanya dapat dilakukan bila kita mampu menerima apa adanya dengan rendah hati.
Bila kita melatih diri patuh setiap saat terhadap
perintah Sang Khalik, niscaya akan terbiasa menaati aturan yang dibuat manusia.
So? Mulailah dengan kerendahan
hati. Taat terhadap hal-hal kecil, terbiasa menerima ketidaknyamanan
namun akhirnya akan mendatangkan ketertiban dan kesejahteraan.
Mari meninggalkan super ego masing-masing dan berpikir bahwa kepentingan umum adalah prioritas.
Salam hospitality.
Comments