Mengenali Sudut Hostel, Penginapan Murah Para Backpacker

 

Para backpacker kerap mencari penginapan murah (ilustrasi pixabay)

Saat SMA, guru bahasa Inggrisku bertanya, “Saya punya teman bule, dari Perancis. Siapa yang bersedia menerimanya tinggal di rumah?”

Saat bubar sekolah, saya mendekati pak guru untuk mengetahui detail siapa gerangan tamu itu.

“O mereka berdua suami istri sedang berkeliling di wilayah Asia.  Mereka tiba di Indonesia 2 hari lagi”.

Keesokan hari, saya sampaikan kepada Pak Guru bahwa kami bersedia menerimanya. Pak guru senang sekali, saya pun senang karena kesempatan belajar bahasa Perancis.

Benar saja, kedua tamu backpacker itu, baru saja   menikah. Mereka self reward, berkeliling ke berbagai negara di Asia.

Backpacker adalah seseorang yang berwisata dengan membawa pakaian dan barang-barang dengan menggunakan tas punggung.

Saya mengingatnya setelah sekian lama terpisah. Backpacker itu Colette dan Adam. Masing-masing membawa ransel super besar.

Pasangan ini akan tinggal selama 3 malam, 4 hari. Tapi kami tidak memungut bayaran sebab mereka kawan guru bahasa Inggrisku.

Kabarnya Colette dan Adam menuju ke Malaysia setelah kunjungannya ke Indonesia.

Backpacker memilih hostel untuk menghemat ongkos.

Dahulu, sekitar tahun 1985-an, banyak pendatang seperti Colette dan Adam yang mencari penginapan gratis. Beruntung jika mereka menemukan volunter seperti pak guru yang menawarkan pondokan. Itu kisah dulu.

Masa kini, backpacker akan mencari hostel (bukan hotel ya) untuk menginap. Mereka rata-rata wisatawan yang irit untuk menghemat ongkos.

Bagi kita umumnya sebutan backpacker berkonotasi irit biaya, pelancong bebas. Bagi backpacker, tiada yang lebih nyaman selain menemukan tempat yang murah dan sederhana. Asalkan dapat rebahan lalu tertidur.

Untuk rombongan lebih dari 3 orang, mereka dapat selalu bersama karena ruang tidur tidak bersekat. Bagi solo traveler atau pasangan akan ditempatkan di kamar berukuran kecil, bahkan super kecil. Tentang solo traveler dapat dibaca tautannya di sini.

Bila tiap-tiap kamar hotel dipenuhi fasilitas TV, AC, mini bar, hostel hanya menyediakan tempat tidur dan kamar mandi berbagi dengan tamu lain. Jadi bergiliran jika hendak mandi, antri jika hostel penuh.

Dalam rombongan wisata biasanya mereka nyaman saja tidur dalam satu ruang karena masa tinggal yang singkat. Mereka, para mahasiswa atau muda mudi berusia 17 hingga 35 tahun.

Hostel populer di kalangan backpackers. Dengan waktu menginap singkat, mereka jarang kembali ke tempat yang sama. Begitulah anak muda yang gemar mencari suasana berbeda.

Apakah tamu hostel selalu dari kalangan backpacker?

Karena hostel biasanya berlokasi di tengah kota, ada juga yang masuk melalui gang-gang sempit, maka Anda jangan berharap disambut oleh doorman atau doorgirl.

Pernah terjadi di Kuala Lumpur, hotel-hotel penuh karena acara tahunan (International Event). Hari telah larut malam, saya menginap di hostel dengan bayaran dibawah IDR 350 ribu di lokasi tengah kota.

Sementara bila dibandingkan hotel bintang 2 saja, harga hotel jauh di atas itu, sekitar IDR 650 ribu per kamar.

Saat itu guna keperluan untuk rebahan dan mandi saja sekaligus bahan survey dan pengalaman bermalam di hostel.

Proses check-in yang sederhana (ilustrasi Pixabay)

Hostel selalu digambarkan tempat-tempat yang horror. Film-film selalu senang memberi judul hostel yang berhubungan dengan hantu, kuntilanak, dsb. Alasannya mungkin karena banyaknya hostel tua dan angker, tidak terawat.

Ketika bermalam di hostel itu, saya berjumpa dengan backpacker yang berkeliling ke berbagai negara di Asia. Jack mahasiswa dari Inggris, rencananya berniat berkeliling ke beberapa negara Asia dalam 10 hari.

Negara pertama yang dikunjunginya adalah Thailand lalu Malaysia dan Indonesia. Ia tinggal di Indonesia selama 4 hari.

Alasan tinggal di hostel, tentu saja hemat biaya selama perjalanan. Asalkan tiket pesawat dan uang cukup untuk makan, ia sudah puas. Jack pun membawa kamera khusus untuk keperluan artikel di blog pribadi beserta komputer.

Baginya momen yang berkesan bila ia dapat melalui dengan selamat dan membawa segudang konten yang akan dituangkan dalam blognya.

Backpacker yang menjadi pencuci piring

Di satu kota, saya bertemu seorang nona dari Belanda. Namanya Anna. Berkeliling dengan ongkos sangat minim sekali.

Suatu hari, ia menawarkan jasa mencuci piring di restoran padang. Namun Anna tak menginginkan bayaran uang melainkan diganti makan siang atau makan malam.

Di luar dugaan, pekerjaan mencuci piring di restoran padang tak kunjung henti karena tamu selalu penuh. ia pun undur diri di hari ke-3, tak sanggup dengan tumpukan cucian piring kotor. Entah kemana setelah dari situ, namun ia pamit tak lagi singgah ke restoran.

Dipikirnya, pekerjaan mencuci piring tidak sebanyak yang dia kira. Jangankan di restoran, di rumah saja urusan cuci piring takada tuntasnya.

Jack, Anna telah merencanakan menginap di hostel yang meringankan biaya perjalanannya. Mereka memiliki mental tangguh sebagai backpacker, sehingga kemanapun tak merasa kuatir.

Bagi mereka berkeliling ke berbagai negara adalah kebanggaan meski harus menginap di hostel.

“I have saved the money for 3 years”, ujarnya. Jadi selama menabung 3 tahun, ia baru dapat bepergian.

Halnya Jack, ia bekerja sebagai freelancer di salah satu perusahaan online.

Hostel memang kurang dikenal publik. Hanya orang-orang yang mengenali hostel yang akan menginap di sana.

Para pelancong dengan tas punggung. Mereka adalah Backpacker (ilustrasi Pixabay)

Kelebihan dari hostel:

(1) Bagi pelancong yang simpel, solo traveler atau rombongan kecil.  Hostel mudah didapatkan di mana-mana.

(2) Usia muda yang energik, membuat segalanya serba cepat. Tidak memerlukan pemesanan terlebih dahulu. Proses check-in yang sangat sederhana.

(3) Bagi pelancong yang minim biaya.

Kekurangan dari hostel:

(1) Tidur yang terganggu karena tidak privat. Contoh, mengorok.

(2) Keamanan diri dan barang-barang berharga kurang terjaga

(3) Kamar mandi bersama, harus bergiliran dan tidak privat

(4) Lokasi yang kadang masuk gang walau di tengah kota

(5) Bisa tidur bersama tamu-tamu lain, tentu yang bergender sama. Bila ingin sendiri, menempati kamar yang berukuran kecil.

(6) Umumnya tidak terdapat CCTV (Closed Circuit Television)

(7) Tidak memiliki manajemen perusahaan. Pemilik langsung berhubungan dengan tamu.

(8) Tidak memiliki langganan tetap

Para backpacker yang tak mau dipusingkan oleh segala macam administrasi, akan mencari hostel yang pemesanannya dapat dilakukan mendadak atau go show.

Hostel memang diperuntukkan bagi mereka yang berjiwa muda dan mengehemat biaya perjalanan.

Bila ingin melancong dengan minim biaya, memilih tinggal di hostel dapat menghemat pengeluaran 50% dari bujet Anda. Namun pertimbangkan faktor keamanan terlebih dahulu ya.

Semoga bermanfaat. Salam hospitality.

 

Catatan: Nama-nama disamarkan

Comments