“Anak muda mesti berprestasi, jadi kebanggaan orang tua, ibu, bapak guru!” , pesan wali kelas sekolah saat di bangku sekolah menengah atas.
Saat itu di sekolah sedang diadakan
seleksi penyanyi untuk acara vokal grup di TVRI. Saluran televisi satu-satunya
yang eksis di Nusantara.
Undangan masuk tayangan televisi
adalah suatu kebanggaan. Bila sekolah kami lulus seleksi, kepala sekolah dan
guru-guru pasti heboh.
Karena seleksi siswa diadakan
sepulang sekolah, beberapa siswa kabur, termasuk saya. Esoknya 10 siswa
dikumpulkan, langsung diberi peringatan.
Nasehat itu teringat terus, maklum
nakalnya masa remaja. Kami tertunduk sambil mengingat omelan wali kelas.
Usai SMA lalu berlabuh keluar kota melanjutkan studi. Selagi studi iseng-iseng melamar bekerja di satu hotel anyar dan lulus seleksi perekrutan. (Sila baca tautannya ...)
Setelah beberapa kulalui, tampaknya
penghalang keinginanku untuk menjadi resepsionis terbentur syarat tinggi badan
yang 158 cm.
“Nanti aku carikan posisi back office
saja, kalau di depan, you kurang tinggi!”, ujar supervisorku.
Meja marmer resepsionis itu katanya
tertalu tinggi untukku. Duh.
Merasa tersingkir namun takmau
tersungkur, saya tetap bergairah mendalami bidang hospitality.
Masakan bentuk fisik menjadi penghambat sukses seseorang, pikirku.
Anak muda yang cerdik menggunakan
kesempatan menatap ke depan. Selain dukungan orang tua serta orang-orang yang
berpengaruh, mereka berpotensi menjadi individu jempolan.
Baru-baru ini, Forbes merilis 30
Asia 2021. Mereka adalah anak-anak muda yang nota bene berprestasi gemilang, tangguh,
tahan banting, juga mereka berkepribadian independen.
Bagiku mengingat-ingat usia under 30, seakan berkejaran dengan waktu. Muda dan belum jadi apa-apa. Serasa tak cukup waktu mengerjakan hal yang wow demi karir. Namun…
Di usia 26 tahun, terpikir telah
saatnya menduduki jabatan sales manager.
Sungguh sukar mendapatkan promosi jabatan pada masa itu. Seluruh staf di tim penjualan
bersaing demi meraih posisi bergengsi itu.
Seluruh staf marketing dikurung
dalam pelatihan selama 7 hari. Tidak ada acara pribadi selama coaching
berlangsung.
Mr. Kent, coach asal UK yang
menetap di Singapura beserta 2 asistennya memberikan coaching mulai pukul 07:00
hingga pukul 21:00 di satu hotel di Jakarta.
Semua peserta semangat mengikuti coaching
itu. Hari ke-3 kami berkeliling dari satu hotel ke hotel pesaing. Belajar
memahami SWOT (strength, weakness,
Opportunity, Threat), mengunjungi semua hotel kompetitor.
Staf yang ingin menjabat level
manajer harus melalui coaching dan lulus seleksi. Waktu pelatihan sangat ketat.
Membuat laporan, presentasi, diskusi, role play hingga uji nyali.
Hari ke-5 kami dibawa ke suatu tempat. Setiap peserta wajib menjual masing-masing 3 botol parfum yang telah disediakan. Semua kemasan baik hanya beberapa tutup botol sudah cacat.
Apa yang harus kita kerjakan?
Kami harus menjualnya! Entah
bagaimana strateginya. Dalam waktu 60 menit, coach akan menjemput di tempat
sama.
Setiap peserta berpencar,
berkeliling menawarkan parfum-parfum itu. Harga per botol minyak wangi telah
ditentukan Mr. Kent, sebesar Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu.
Sesi uji nyali jualan parfum ini sungguh menantang. Kecakapan seorang penjual dipertaruhkan. Siapa yang ingin berprestasi harus pantang malu. Gak ada gengsi!
Momen berharga selama berkarir. Imut-imut,
lincah berkeliaran di area ruko Kuningan, di pertokoan Harmoni, di Glodok, Hayam
Wuruk, menjual parfum. Persis sales promotion girl parfum keliling.
Dia yang memiliki strategi bagus akan
menang. Calon pembeli banyak menolak mentah-mentah, ada yang tersenyum lalu
menolak, ada yang antusias langsung membeli. Yang jelas parfum harus laku!
Ini yang membuat jualanku laku, seorang
membeli karena rayuan mautku, seorang karena tertarik botol yang cantik, dan botol terakhir karena wajahku yang memelas
hehe.
Ya, hotelier jualan parfum, senang
juga. Mengingatnya, jadi candaan pedih jika bertemu kolega.
Kisah ini hanyalah kenangan,
namun sebagai curahan hati seandainya saya dapat memutar waktu :
(*) Masa muda masa dimana memupuk
bakat. Setiap individu dikodratkan berbeda, unik, maka kenalilah keunikan yang
melekat.
Misalnya passion dalam pemasaran,
bisnis online, dll
(*) Segala sesuatu perlu proses, tidak
instan. Tidak langsung duduk pada jabatan penting. Ada tahapan yang mesti
dilalui.
Nah, agar jangan terlambat, masa
sekolah, masa menunjukkan prestasi. Rajinlah mengulik. Jadilah ahli di
bidangnya.
(*) Orang pintar banyak berteman dengan
orang-orang pintar. Bird of feather flock
together. Cari kawanan yang mencerdaskan dan gerombolan yang membangkitkan
semangat.
(*) Pantang menyerah. Gagal itu
biasa, yang tak lazim adalah jika sifat gampang menyerah.
(*) Ambisius boleh, tapi jangan
kebablasan. Seandainya tak tercapai, tidak terlalu sakit jatuhnya.
(*) Jangan iri hati, tetap rendah
hati. Jangan setengah hati, tapi sepenuh hati.
(*) Berdoalah. Turut camput
tangan Tuhan selalu menjadi petunjuk setiap langkah.
Terungkaplah sudah, sesi berjualan parfum untuk menguji mental tangguh. Demikian kita merendahkan hati kepada calon pembeli, merayu, membujuk.
Prestasi anak muda dalam daftar
pilihan Forbes diambil dari 2500 kandidat di wilayah Asia dan didominasi
generasi Z.
Saya kerap berjumpa dengan pebisnis
muda yang menimbulkan decak kagum. Walau prestasinya masih sederhana, tidak
menyaingi pilihan Forbes namun tengok kemandirian, keteguhan hati serta percaya
dirinya.
Catatan Forbes tentang anak-anak muda berprestasi, menyemangati anak-anak muda lainnya. Jika kini anda berusia 30 tahun, setidaknya anda masih memiliki 30 tahun kedepan untuk meraih kesuksesan yang tertunda.
Jika anda pebisnis, tanpa
membatasi waktu, sampai kapanpun anda berhak mencapainya sebagai target hidup.
Bagi generasi Z, saatnya memiliki
gagasan serta menularkan gairah berprestasi kepada generasi alpha.
Bukankah generasi pasti berganti?
Salam hospitality
Rujukan
(*) Siapa Saja Orang Indonesia
yang Masuk Daftar Forbes 30 Under 30 Asia?, Kompas.com, 22 April 2021
(*) Forbes Releases 2021 30 Under 30 Asia List, Forbes.com, 19 April 2021
Comments