Hotel lawas memerlukan ekstra perhatian (foto pixabay)
Kita takkan pernah tahu apa yang
akan terjadi kelak. Lebih dari 15 tahun
berpisah, akhirnya pekerjaan juga yang membuat kami bertemu.
Jack, kawan lamaku menelpon
beberapa hari lalu. Saya mengenalnya 17 tahun silam. Saat itu Jack bertugas sebagai kapten supervisor di restoran hotel.
Dua tahun berikutnya di promosikan menjadi manajer food & beverage.
Kini Jack (nama samaran) menjabat
sebagai general manager. Jack kawan sepenanggungan. Bedanya, saya di bagian
marketing, Jack bagian food & beverage. Saya berkelintaran, Jack tetap
loyal pada hotel tercintanya yang telah dibinanya selama 17 tahun.
Seminggu kemudian, saya
berkunjung memenuhi undangannya. Ya, sambil melepas kangen dengan kolega lama.
Lobi hotel yang adem karena AC
mengenai kulitku. Ia menyambutku di pintu lobi.
“Sebenarnya
berat juga, Bu. Saya bawa santai saja tapi serius”, ujarnya percaya diri sambil
tersenyum, saat saya tanya apa kiat memimpin hotel selama itu.
Kami larut dalam obrolan masa silam.
Tampak grup kecil baru saja berdatangan, disuguhi welcome drink oleh door girl.
Saya memperhatikan kesibukan dari jauh. Jack menyambut pimpinan grup insentif
dari Malaysia itu.
Sementara Jack sibuk dengan grupnya
di lobi, saya didampingi seorang staf concierge melihat-lihat kamar dan
ballroom.
Mengapa hotel
ini tetap laku meski usia hotel tak muda lagi?
Lokasi hotel bisnis itu tepat di
tengah kota, berbintang 4 dilengkapi 170 kamar. Karyawan hotel sebagian besar mengabdi
lebih dari 10 tahun. Bahkan hampir 90% karyawan adalah keluarga pre-opening.
Di sana sini terlihat polesan
pada furniture. Tampak baru selesai dikerjaan karena masih bau cat kayu.
Tak lama saya kembali ke lobi.
“Terakhir renovasi 2 tahun lalu. Sekarang
sedang tahap refurbishment, Bu. Yang paling parah di smoking floor” , ujar Jack
Baca
juga tautan smoking room di sini
Furniture dipernis ulang, tembok ditambal dan cat ulang. Barang-barang masih tampak terawat. Ya, perubahan dimakan usia.
Tampak sofa di sudut kamar
berwarna krem. TV model tabung di beberapa kamar yang belum direnovasi. Mini
bar dalam lemari kayu. Kamar resik dan wangi.
Setelah berkeliling, ada beberapa
alasan mengapa hotel masih eksis di tengah persaingan bangunan hotel anyar yang
bermunculan.
Saya mencatat beberapa poin yang
menonjol sebagai motor hotel yang menghidupkan dan berjalan baik:
(*) Karyawan tetap (Permanent staff) sebanyak 90% dari jumlah total
karyawan
Karyawan
merasa sebagai bagian dari sejarah berdirinya hotel. Merasa memiliki dan berhak
memajukan.
Perubahan kebijakan signifikan
jarang terjadi dari tahun ke tahun. Setiap staf memahami sepak terjang tim
sejak pre-opening.
Sebagian besar karyawan berumur
di atas 40 tahun. Mulai dari front liner hingga back office. Mereka saling
mengerti, ada kecocokan (chemistry). Bertambahnya usia semakin membangun kematangan
pribadi setiap karyawan. Hampir seluruh karyawan, penduduk setempat.
(*) Tidak berganti-ganti manajemen sejak pre-opening
Kebijakan yang dikeluarkan
manajemen hotel diikuti dengan baik oleh seluruh karyawan. Seia sekata, paham
seluruh aturan dan kebijakan yang dikeluarkan.
“Untuk
apa gonta ganti pentolan hotel, semua berjalan lancar saja kok”, ujarnya
Pentolan hotel artinya kepala
departemen termasuk dirinya. Benar juga menurut Jack. Aktivitas hotel berjalan
apa adanya, sebagaimana mestinya.
Hubungan baik terjaga antara
karyawan, manajemen dan owning
company/pemilik.
(*) Rotasi karyawan, perpindahan antar departemen
Manajemen melakukan program rotasi
karyawan agar berfungsi serba bisa (multi task function). Kekompakan tim HRD,
kepala departemen dan general manager saling mengisi.
HRD memonitor dengan cermat karyawan
yang berada pada titik kebosanan. Caranya dengan melakukan promosi atau
transfer jabatan pada tiap-tiap departemen.
Cara ini ditempuh guna
menghindari kekosongan di posisi tertentu. Sehingga Edi sebagai Belboy dapat
membantu Endro making bed. Erni –
admin FB menggantikan Sinta bertugas di restoran saat Sinta cuti melahirkan.
Karyawan kasual membantu kegiatan
hotel dalam keadaan super sibuk. Yang direkrut mereka yang memiliki track
record gemilang.
(*) Slogan smile and greet setiap saat
Ternyata ini rahasia terbesar
hotel. Rahasia yang menghidupkan. Smile and
greet, senyum dan sapaan yang menghidupkan suasana, menjalin hubungan
kekeluargaan antara tamu dan karyawan.
Mengenal industri hospitality tak
luput dari 2 ikon itu, keramahtamahan senyum dan sapaan. Mengedukasi tim agar selalu senyum dan menyapa.
Dimana-mana
hotelier tebar pesona, terhadap sesama karyawan juga kepada para tamu. Senyum
dan sapaan telah menjadi gaya hidup. Mulai pimpinan tertinggi hingga karyawan
kasual, tanpa kecuali.
(*) Menjaga kebersihan seluruh area serta fasilitas hotel.
Bagunan hotel terawat baik. Hotel
terus berkibar, populer dengan kebersihannya. Tak hanya menjadi beban
housekeeping namun seluruh karyawan terlibat.
Produk memang sudah ketinggalan
jaman, namun kebersihan kamar, hotel area, outlet, lobi, back office, parkir
area, menjadi perhatian serius manajemen.
Hotel boleh tua, tapi kebersihan
nomor 1. Kinclong di setiap sudut-sudut area.
Baca
juga Kacamata Sales Marketing Terhadap Hotel
(*) Memahami strategi hotel dengan kompak
Aktivitas
hotel tak lepas dari calendar event. Tatkala staf bergerak serempak, segalanya
menjadi ringan.
Tim kompak karena komando yang
terarah. Siapa lagi jika bukan general manager sebagai dirigen.
(*) Mengenal dan akrab dengan pelanggan
Para tamu mengenal karyawan hotel
dengan baik Begitupun sebaliknya. Terjalin hubungan hangat.
Memahami sifat dasar pelanggan
yang selalu ingin mudah dan cepat dilayani. Pelanggan mudah menghubungi hotel
atau karyawan pentolan termasuk general manager yang murah hati memberikan
bantuan kepada tamu sewaktu diperlukan.
GM jaim (jaga image) hanya
membuat jarak dengan para tamu. Demikian tim marketing yang cekatan semakin
melancarkan bisnis.
Bagi tamu, staf yang mudah
dihubungi adalah akses utama.
(*) In house music membuat suasana hidup
Apa jadinya bangunan tanpa musik.
Hanya kamar-kamar berderet, koridor kamar lengang terdengar hanya suara sepatu
di lobi.
Jack mengatur jadwal pemutaran
musik beserta jenis musik yang telah menjadi hotel signature.
Musik mencairkan suasana tegang
menjadi rileks. Musik meningkatkan gairah bekerja.
Saat itu saya ditemani alunan
exquisite instrumental jazz.
Produk hotel menua adalah alamiah. Manajemen adaptif terhadap perkembangan pesat bisnis hotel. Mengajak tim mengikuti tren pasar.
Saya
kagum terhadap Jack. Tanggung jawabnya di masa mendatang tidaklah mudah, namun
ia memiliki misi, visi jelas. Ia tahu akan dibawa kemana bahtera beserta awak
di dalamnya.
Jack bertanggung jawab terhadap
hotel yang tak muda lagi dengan segala problemanya.
Permasalahan hotel bagi Jack tidak
lagi fokus pada produk lama atau baru, chains hotel atau tidak.
Kelihatannya sederhana. Yang
tampak dari luar, tim mampu menyuguhkan pelayanan terbaik bagi para tamu.
Bukankah itu tujuan bisnis hotel?
Kehebatan seorang manajer
memimpin didukung tim yang kooperatif,
profesional. Sadar segala sesuatu ada waktunya, membuat tim bahu membahu
memajukan hotel.
Pertemuan saya dan Jack menepis
keraguan dalam menjual produk hotel selama ini. Biar lawas tapi tetap laku. Hotel
itu telah menjadi rumahnya. Itulah motor yang menghidupkan bisnisnya.
“Bro, saya pamit ya. Kapan-kapan
jumpa lagi”.
Saya pun pamit undur diri
mengakhiri tulisan ini.
Salam hospitality
Comments