Resepsionis menyambut ramah tamu (ilustrasi pixabay)
Menempuh jenjang karir sebagai
hotelier bukanlah pilihan saat di bangku kuliah. Guratan nasib mujur, menentukan
lain. Sederhana saja, dilakoni. Terjun ke dunia perhotelan, berkarir lalu menikmatinya.
“Gak usah mikir gaji dulu, yang penting kerja!” itu pesan kawan di
fakultas hukum. Pernyataannya masuk akal, pasalnya latar pendidikanku bersebrangan.
Awalnya hanya uji nyali, bekerja sambil kuliah.
Bekerja di hotel? Gak pernah
terbayang. Di jaman itu, mendengar kata ‘hotel’ saja sudah antipati. Maklum, suara
sumbang tentang hotel, hiruk pikuk di masyarakat jaman dulu.
“Itu lho Mba, si Jesica itu hostess di hotel, Itu sebabnya dia pulang
telat terus” begitu gosip tetangga. Memang Jesica selalu pulang larut
malam. Ia seorang pramusaji di restoran Hotel Celeste.
Anggapan masyarakat jadul,
seseorang bekerja di hotel itu sebagai lady escort, pengantar tamu. Ayahku saja
berpikiran begitu.
Kata orang, “jangan
mencela nanti kepincut!
Ndilala kepincut akhirnya.
Dunia hospitality artinya tentang
keramahtamahan. Sesekali ujilah, anda masih ramah terhadap kolega di hotel?
Ramah menurut KBBI; baik hati dan
menarik budi bahasanya. Manis tutur kata dan sikapnya yang suka bergaul dan
menyenangkan dalam pergaulan
Dulu saya suka mengolok-olok si
Nia, tetangga di sebrang rumah itu selalu pulang larut malam. Sampai-sampai saya
hafal deru mobilnya.
“Dia bukan hostess mbak, dia itu order taker, di room service!” Wah
apalagi order taker, di room service pula. Begitulah, anggapan masyarakat jaman
dulu menilai seorang hotelier.
Ternyata pekerjaan ini memang
harus dilakukan seseorang yang ahli di bidangnya. Perlu ketrampilan khusus dan
seni melayani dengan anggun.
“Apa yang kamu miliki selama berkarir?” seorang kawan bertanya.
“Ini!” sambil menunjuk kepalaku
Dari upahku, saya tidak membeli
cincin berlian, tidak pula membeli sepatu kaca berlapis emas. Berbekal celengan pribadi, menimba ilmu di
berbagai hotel.
Semakin banyak celengan,
keinginan mengelilingi dari pulau ke pulau kian menggebu.
Analisa uang menjadi urutan prioritas
Suatu hari, saya iseng mencatat
hasil analisa pribadi di beberapa hotel tentang urutan curhat. Seperti biasa, mengajak
tim agar terbuka mengungkap masalah “not
urgent but important”
Alhasil diurut berdasar kuantitas terbesar di tim
penjualan dan pemasaran dari 4 hotel yaitu masalah,
(*) Gaji
(*) Jam kerja
(*) Libur di hari Sabtu
(*) Pengganti uang makan siang di luar kantor
Namun terdapat satu hotel dengan
besaran upah di atas standar. Apa yang terjadi? Tim ini menunjukkan kualitas kerja diatas rata-rata! Inikah penyemangat?
Omong-omong tentang uang, uang
sedikit, uang banyak, tetap saja kurang. Buktinya seorang pejabat kaya raya
masih korupsi.
Saya baru menikmati gaji sejak
duduk di kursi ADOSM. Sebelum itu tiada tabungan yang berarti dari upahku
sendiri. Apalagi jika berkantor di Jakarta, biaya hidup yang tinggi, agak sulit
bergerak.
Kapan kita mendulang uang?
Saat kita tidak memikirkan uang sebagai tujuan bekerja. Uang semakin
dicari, semakin menjauh.
Latih titik fokus anda terhadap hal yang tidak membosankan. Pada saat
anda asyik berkarir maka anda sedang menikmati hidup.
Agar karir berada di puncak, tanamkan dalam benak, yaitu seni menikmatinya bukan dengan jalan memburu
uang.
Masa berkarir tak ada batasannya.
Selama kita kuat dan cakap melakukannya. Tiada yang lebih penting selain bekerja sebaik-baiknya
untuk meraih promosi jabatan. Tingkatkan kemampuan agar dapat menduduki kursi
yang dipertaruhkan manajemen. Kalau tidak sekarang, kapan lagi?
Caranya?
Bekerja dan belajar. Banyak hotelier
malas mengikuti pelatihan, membaca buku. Padahal itu pelajaran penting bagi masa
depan karirnya.
General Manager adalah posisi
tertinggi, seorang pimpinan hotel. Tentu persaingan amat ketat untuk menduduki
posisi top ini. Menduduki posisi GM menjadi tujuan setiap hotelier berkarir
kecuali seseorang yang mempunyai hasrat dan impian (passion) di bidang
tertentu.
Dari balik kaca dunia hotel,
ketidaknyamanan peminat kerja kaum wanita, umumnya disebabkan jam kerja yang
tidak tentu.
Klara baru saja menikah. Tak
ingin meninggalkan belahan jiwanya setiap malam, ia memilih berbakti pada
suami.
Desy baru saja hamil, ia menikmati
masa kehamilan. Rencananya setelah melahirkan ia akan resign agar lebih
perhatian, mengasuh sang buah hati.
Hargai pengalaman sepanjang perjalanan karirmu. Itu hasil jerih payahmu! Dengan peluh, perjuangan, kesabaran dan ketekunan menitinya.
Bila karir anda ingin berbelok,
jadilah seorang konsultan hotel, event Organizer, trainer, pemilik toko kue, pemilik
restoran, pemilik kos, dan sebagainya.
Hennie tidak memimpikan jabatan
manajer penjualan secepat itu, ia mengenal hotel sejak 2 tahun lalu. Perkenalannya
dengan para nasabah asuransi menjadi promosi dari mulut ke mulut. Kini ia
bangga sebagai hotelier.
Keledai dungu terantuk batu
David, sales manager di Hotel
Celeste, diam-diam pindah ke Hotel Aurora. Di hotel ini ia bergaji Rp 900 ribu
lebih tinggi dari hotel Celeste.
Ia mengejar gaji atau karir?
David menyerahkan surat resign
tepat pada saat mantan bos cuti. One day
notice dijadikan alasan.
Di kota itu tersiarlah kabar bahwa
David juga membocorkan rahasia dapur
hotel. Kelanjutannya bisa ditebak. Kota kecil itu menutup peluang karir bagi
David di masa depan.
Dear hotelier,
Uang besar, uang kecil selalu
saja kurang. Terbaik adalah meniti jenjang karir sebaik-baiknya. Kelak uang berjalan
mengikuti kecakapanmu.
Selamat berkarya
Salam hospitality!
Catatan:
(*) Lady escort: Perempuan
pendamping untuk tamu di tempat hiburan malam.
(*) Hostess: Pekerjaan menemani
seseorang mengobrol dan menjadi teman minum sehingga lebih menyenangkan.
(*) Order taker: staf yang duduk
di belakang meja, mengangkat dan menerima pesanan melalui telpon. Memiliki
tanggung jawab besar dalam memberikan informasi tentang status kamar tamu dan
tamu VIP
(*) Room service: sistem
pelayanan terhadap tamu hotel agar makanan dan minuman yang dipesan tamu
diantarkan dan dinikmati di dalam kamar
(*) ADOSM: Assistant Director of
Sales & Marketing
(*) KBBI: Kamus Besar Bahasa
Indonesia
(*) Nama-nama samaran belaka
Comments