(ilustrasi pixabay)
Saat
Harus Memutuskan Patuh atau Resign
Merasa laku banyak tawaran kerja
disana sini, aku merasa selalu berada di atas angin. Usai jeda, berlanjut
menuju petualangan berikutnya.
Namun suatu hari, aku terjepit dalam
situasi pelik. Aku terdampar di sebuah hotel di pulau sebrang. Yakinkah kudapat
melaluinya?
Berawal dari proses pertemanan
sesama bos, aku dilamar dalam sehari setelah pengiriman CV. Kusyukuri, dimanapun berlabuh adalah hadiah,
pikirku.
Kota ini sepi. Kemanapun pergi sejauh
mata memandang. Jangan bandingkan dengan
Ibukota Jakarta, terlalu jauh. Memimpikannyapun tidak pernah dalam benak.
Bagiku, inilah kota terkecil yang
pernah kusinggah. Baiklah, untuk sementara hal ini tidak menjadi masalah besar bagiku.
Hotel kelas top ini memang berada
di tengah kota. Menjadi incaran para langganan dan tamu-tamu dari berbagai
kota.
Baru saja menginjak hari ke-10,
sekonyong-konyong sesuatu terjadi!
Begini kisahnya.
Langit biru cerah, panas terik.
Mesin pendingin ruangan memenuhi seluruh kantor di hotel itu. Keadaan aman dan
tenang, mendadak guncang. Dalam hitungan jam, suasana terbalik.
Langit tak lagi biru.
Suatu hari bos memanggil, kita
akan menyambut sang putra mahkota dari negri entah berantah. Kita bersiap-siap,
begitu ujarnya lagi.
Dua hari kemudian, sang putra
tiba di kota. Sambutan hangat menyapa, seluruh karyawan bebenah.
Ada kejutan!
Tiada angin, tiada hujan, ia
muncul di ruangan dengan kata-kata lembut, menusuk jantung. Bagai ditusuk
sembilu.
Dengan raut muka serius, ia
mengingatkanku pada bintang film kungfu Jackie Chan selagi muda.
Esoknya, aku berusaha tabah. Pikirku
‘kemarin hanyalah peristiwa yang tidak disengaja. Hari-hari selanjutnya keadaan
semakin buruk. Aku terhimpit antara membela bos dan dirinya.
Topik pembicaraan sewaktu makan
siang adalah perangainya yang kasar, tidak berempati, bertabiat buruk. Kesenangannya
memicu amarah tanpa alasan jelas. Membabi buta kesana kemari.
Omg! Dunia serasa terbalik Ada
apa gerangan dengan mahluk ciptaan Tuhan yang satu ini? Ada sifat ganjil dan
aneh pada putra mahkota ini. Sampai kapan aku merentan hati? Rasanya pengin
resign deh!
Kukunci ruang bos, jika kuharus
bertahan bilakah menunggu perubahan suasana. Aku merasa tidak produktif dan
efektif.
Setiap langkah diprotes, setiap
keputusan dicela, lengkap dengan makian. Aku bekerja dalam tekanan. Bukan
karena pekerjaan namun tekanan secara mental, moral, psikis, jiwa. Lelah jiwa
dan raga tak karuan.
Tekad sudah bulat, melenyapkan
diri. Inilah masa tugas tersingkat yang aku hadapi selama lebih seperempat abad
berkelintaran dari satu hotel ke hotel lain, waktu terpendek selama berkarir.
Ndilala, 2 minggu kemudian
seseorang menghubungi untuk tawaran lain.
Dari kisah pilu tersebut, ada suatu pelajaran yang selalu kuingat:
(*) Karyawan, jabatan apapun dia,
tak mau direndahkan
(*) Pemarah, tidak menghargai
karyawan, mengomel di muka umum, merendahkan martabat seseorang di muka umum. Tak
heran banyak karyawan putus sambung.
(*) Karyawan butuh dihargai. Tidak
hanya gaji selangit namun miskin penghargaan.
Penghargaan tidaklah mahal. Bisa
berupa jabatan tangan atau pujian.
(*) Tiada seorangpun yang mau ditegur
dengan merendahkannya di muka umum.
Inilah beberapa poin yang dapat
dipetik sebagai pelajaran berharga: Jangan pernah menegur di muka umum, apalagi
disertai ledakan amarah, luapan emosi.
Tiada pintu terbuka, tiada
teriakan suara keras. Tidak ada orang lain mendengarkan selain mutlak antar
pribadi
Itulah penyebab mual
berhari-hari. Kala itu tak terpikir bagaimana kelanjutan karirku, yang ada
dibenakku adalah secepatnya hengkang.
Bagaimana agar seseorang senang ditegur sekalipun teguran keras?
(*) Mulailah teguran dengan
kata-kata pujian
(*) Kritik perbuatannya, bukan
orangnya
(*) Sediakan jawaban
Ketika memberi tahu seseorang
bahwa apa yang dilakukan salah, beritahulah cara melakukannya dengan benar
(*) Mintalah kerja sama, jangan
menuntutnya.
Mengidamkan beroleh perusahaan
yang cocok, aman, tentram adalah dambaan setiap pekerja. Namun tiada yang
penting selain suasana kerja harmonis yang mendukung ketimbang gaji berlipat.
Sebaiknya jangan terlalu berharap
segala sesuatu sempurna. Namun mendekati sempurna menjadikan kita sosok pribadi
yang tidak menyepelekan diri sendiri.
Rasanya baru kemarin, sakit kepala
berantai. Pelajaran memang membentuk pribadi tangguh.
Jika kita pengin resign? Ikuti saja
sepanjang anda tahu apa yang akan kau perbuat setelah usai.
Jika tidak? Tetap manut saja,
siapa tahu anda berhasil ditempat itu, walau menjadi obyek penderita. Ini
bentuk tantangan yang unik.
Bekerja di tempat baru seumpana
berpacaran dengan kekasih baru. Kedua pihak belajar beradaptasi, menciptakan
kecocokan (chemistry), saling melengkapi dan percaya.
Keinginan resign tidak selamanya
karena faktor ketidaknyamanan. Tiada tantangan lagi karena berada di area
nyaman, aku memilih resign.
Itupun tidak membuat saya anteng
dengan segala kenyamanan. Jalan satu-satunyalah dengan mengundurkan diri.
Di dunia ini, selama bumi
berputar, terdapat pekerjaan yang menyenangkan juga yang mematahkan hati.
Begitulah kisah saat keputusan
harus diambil, takkan pernah kulupa. Semoga anda dapat petik hikmahnya.
Fugit irreparabile tempus, waktu yang telah hilang, tidak akan pernah
kembali lagi.
Comments