(ilustrasi pixabay)
Di tengah kesibukan bekerja, setiap orang berharap cukup waktu menuntaskan segala sesuatu. Bergelut dengan waktu. Sehari serasa sedetik, sewindu serasa setahun, waktu berlalu cepat.
Sejauh mata memandang, hamparan
rumput nan hijau. Pohon rindang meneduhkan. Saya menyendiri, membaca diri.
Sepi!.
Hening dan tenang, jeda sesaat
Bapak Ki Hadjar Dewantara, tokok
Pendidikan Nasional menulis, heneng sama artinya dengan meneng dalam Bahasa
Jawa. Diam, bersatu dengan Sang Hyang Sukma.
Melalui keheningan akan dicapai eneng,
hati yang hening, bening, jernih. Menurutnya, hidup senantiasa mengheningkan
hati dan pikiran.
Enung dumunung, mapan, karena keheningan menjadi enung,
tidak tergoyahkan, berakhir dengan enang atau menang, sukses.
Dalam keheningan, umat Hindu di
Bali akan menjalankan Hari Raya Nyepi dengan melakukan Catur Brata Penyepian.
Catur Brata Penyepian meliputi 4
larangan, yaitu dilarang menikmati hiburan, menghidupkan api/listrik, dilarang bepergian,
dilarang bekerja.
Manfaat diam itu emas
Mengorek ingatanku tentang
larangan ini, bulan April tahun lalu, terpikir secara spontan, melakukan pantang
bicara selama 10 hari.
Ide absurd ini hanyalah iseng. Puasa
suara sejak hari pertama hingga genap hari ke-10. Semula ingin tergenapi 14
hari, namun tak bertahan.
Jadi yang kulakukan hanya membalas
semua pertanyaan melalui tulisan baik keluarga, kawan dan kolega. Bahkan saya
tidak menyanyi juga tidak bermedia sosial. Selama itu hanya menulis, membaca dan
berpikir.
Alhasil, puasa bersuara ini
menghasilkan:
(*) Pikiran lebih tenang
(*) Tidak memiliki keinginan
berhura-hura, tidak menginginkan makanan enak, menonton film, dan kegiatan lain terkait kesenangan raga.
(*) Daya pikir lebih aktif dan fokus
mengerjakan sesuatu.
(*) Kualitas tidur meningkat
Terbukti puasa suara juga menjadi
pengantar tidur.
Dimana dan kapan kita hening?
Hari Nyepi dalam bahasa Inggris
adalah ‘silent day. Silent Artinya not
speaking, speechless, keadaan tidak berbicara.
Mari simak kiasan ini. Perhatikan
Jika seseorang menjawab pertanyaan, ia perlu
waktu jeda untuk berpikir lalu menjawab. Saat jeda itulah, diperlukan pikiran
tenang.
Dalam konteks spiritual, keadaan
tenang, adalah untuk merenung, Ada kisah kanak-kanakku yang menjadi cermin saat
dewasa. Begini kisahnya.
Saya kerap melihat ayah duduk di
beranda. Pandangannya lurus ke alam terbuka. Saya kira ia berdoa, karena itu segan mendekat.
Suatu hari, saya duduk di sebrang
kursinya agar pandangannya mengarah padaku. Ia tetap diam.
Setelah beranjak dewasa, saya mengerti,
ia kerap merenung, diam dalam tenang dan hening.
Waktupun berlalu.
Hingga suatu hari, ayah mengajak
ke kebun. Kami duduk di bawah pohon rindang, gak ngobrol, diam saja. Pesannya
sebelum itu agar berdiam diri. Saya manut.
Dugaanku hanya beberapa menit
saja, hingga mataku meredup tertiup angin semilir. Saya tertidur, ia masih
memandang alam.
Tenang berarti penguasaan diri,
membuat seorang pribadi hatinya tentram. Meredam pikiran panas, keheningan yang
mahal harganya.
Secara tak sadar, kini telah
menjadi gaya hidup. Hasilnya cukup mengagumkan. Berdiam dimanapun disetiap
kesempatan:
(*) Di kendaraan dalam perjalanan
macet
(*) Di pesawat
(*) Dalam antrian di bank
(*) Menunggu pelanggan
(*) Di sudut kamar
(*) Di ruang bekerja
Lihatlah, ketenangan dapat dilakukan
setiap orang, dimanapun dan kapanpun ia menghendakinya.
Tenang mengurai segala keruwetan. Menghaluskan bahasa yang dapat melembutkan perasaan. Menumpahkan rangkaian kata yang lembut kedalam karya tulisan.
Menumpahkan curahan hati, membuat
kelegaan. Kelegaan menggarap suatu pekerjaan dengan tenang akan menghasilkan nilai
seni yang tinggi.
Di tengah kesibukan sehari-hari,
orang semakin tidak memiliki waktu tenang. Sejak mentari terbit hingga terbenam.
Sejak bangun tidur hingga tidur lagi.
Apakah anda ingin mengikuti arus kesibukan? Dimanakah anda ingin tinggal, di suatu sudut sunyi atau…?
Sekelompok orang memilih berdiam
dibawah kaki Tuhan. Sebagian orang terbuai kesenangan dunia. Sekelompok orang
kelilipan debu ketegangan.
Dalam kesunyian akan mengarungi jalan
hidup penuh kehangatan dan kegembiraan. Bagaimana meraihnya?
Hidup ini bagai musim, Hari ini
tenang, esok gelisah. Bila jiwa resah, itulah saatnya hening, menjauhkan dari
hiburan, bekerja dan segala kegiatan di hari Nyepi.
foto
Hening, roda alam menuju harmoni
Dalam tenang, petiklah hal
positif, karena tenang:
(*) Membuat pikiran tajam, memberi daya tahan
menghadapi pelbagai kesulitan
(*) Mampu menyapu segala
kesukaran
(*) Mendengarkan alam yang
memberi ketenangan hidup.
(*) Membuat orang bijaksana
Kepada saudaraku seluruh Umat
Hindu, selamat Hari Raya Nyepi tahun baru Caka 1943. Semoga dilakukan khidmat agar tercipta jalannya roda alam
menuju harmoni.
Hidup hening, tenang, penuh
kedamaian.
Rujukan
(*) I Ketut Suweca, Kompasiana,
12 Maret 2021, “Nyepi. Saatnya Merenung dan Mengendalikan Diri”
(*) en.m.Wikipedia.org, “Silence”
(*) Echart Tolle, Listening for
Silence (Creating a New Earth), YouTube, 22 Maret 2011.
Comments