Menjamu
Pelanggan di Hotel, Gratifikasi atau Bukan?
Banyak pelanggan enggan memenuhi
undangan staf pemasaran untuk jamuan makan di hotel. Meski undangan dilayangkan
berkali-kali, tak menjadi perhatian.
Padahal Mira telah membuat jadwal,
siapa saja yang akan hadir dalam jamuan bergilir.
Mengundang pelanggan untuk jamuan
makan sama seperti kegiatan sales call, tele-marketing, dsb. Istilah entertainment, wajib mengundang 3 hingga 4 tamu
dalam seminggu.
Hari itu, Mira mengunjungi Ibu
Ana, sekertaris sebuah perusahaan. Kantornya berjarak 30 menit dari hotel. Mereka
akan bersantap siang di restoran dekat kantor Bu Ana.
Urusan mentraktir pelanggan,
sudah lazim dalam pemasaran. Peraturan di internal PT Abc, menyatakan bahwa untuk
nilai jamuan dibawah Rp 200.000 dianggap bukan gratifikasi.
Lain pula di PT Cde, biaya apapun
bagi klien dianggap bukan sebagai gratifikasi bila bernilai dibawah Rp 300.000.
Lain hotel, lain aturan. Dalam
marketing, mengajak pelanggan ke hotel untuk menjamunya bertujuan mengenalkan
produk. Satu hingga 4 orang tidak
menjadi masalah menikmati jamuan.
Adapun biaya jamuan makan yang
dikeluarkan Mira untuk Ibu Ana sudah dianggarkan alias masuk dalam bujet
pemasaran.
Mari kita bedah sedikit menyoal gratifikasi.
Suatu hari, Badu, Erni berkunjung
ke PT. Abc. Mereka pergi membawa satu kotak kue tart sebagai promosi outlet baru,
Cakes & Bakery.
Tiba ditujuan mereka langsung menemui
pimpinan yang baru saja tiba di kota itu. Diberikanlah bingkisan kotak kue di
meja.
Wajah merah bak kepiting rebus,
tersenyum namun pahit, Badu dan Erni menanggung malu, kue ditolak sang pimpinan.
Maksud hati menyenangkan sang pimpinan, pupus.
Adalah hak pelanggan untuk
menolak segala pemberian sebagai bentuk gratifikasi namun pada kisah Badu, saya
sangsi bahwa pemberian kue sebagai gratifikasi.
Pasalnya diberikan pada saat
hotel takada kepentingan apapun terhadap PT Abc. Kedua, kue itu diberikan dalam
rangka pembukaan outlet bakery.
Gratifikasi didefinisikan sebagai
pemberian dalam arti luas meliputi pemberian uang tambahan (fee), hadiah uang,
barang, rabat (diskon), komisi pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan,
fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas
lainnya. (sumber Wikipedia.id)
Sedangkan beberapa ciri hadiah
sebagai gratifikasi atau tidak diartikan bahwa hadiah diberikan secara cuma-cuma.
Pertanyaan berikutnya, kapan hadiah diberikan? Apakah berhubungan dengan
pengambilan keputusan?
There is no free lunch
Tim pemasaran sedapat mungkin
mengajak para pelanggan bertandang ke hotel. Ibarat kita bertandang ke rumah
kerabat, seluruh sajian dikeluarkan untuk menyambut sang tamu.
Ada pepatah good food, good mood. Ya! Semakin banyak pelanggan, kian banyak
menimba uang. Semakin banyak pengeluaran, pemasukan pun semakin melambung.
Mengapa sebagian tamu enggan
berkunjung ke suatu jamuan?
(*) There is no free lunch. Pepatah
yang tepat untuk menggambarkannya. Kita dituntut untuk mengorbankan sesuatu
apabila ingin mewujudkan sesuatu hal.
(*) Dianggap bentuk gratifikasi
Selain kedua alasan di atas, kesibukan
yang luar biasa tak dapat meluluskan permintaan. Kemudian enggan berlama-lama
di luar kantor menjadi alasan pribadi.
Jamuan sebagai ajang promosi
Keinginan hotel dikenal luas, tim
ingin menjamu para pelanggan yang belum atau tidak kenal produk.
Ibu Nia bermaksud mengadakan
acara pernikahan putri sulungnya. Namun ia ragu akan kelezatan makanan di hotel
itu.
Bu Nia menghubungi hotel,
berbincang agar dapat berdiskusi perihal rencana penting ini.
Setiba di hotel, ia dijamu dengan
ramah oleh staf pemasaran. Pelayanan pertama sungguh berkesan. Dapat diduga
kesan selanjutnya. Kesan serta layanan pertama menentukan pelanggan dalam
memutuskan.
Seorang tim pemasaran yang tidak
membaca peluang itu, ia akan kalah telak
memenangkan bisnis.
Kegiatan Mira mengajak klien
datang, menjamunya adalah salah satu contoh dari program retensi (retention
program), Departemen Food & Beverage.
Program retensi bertujuan
meningkatkan nilai pelanggan dan mendorong pelanggan untuk terus berbisnis dengan
hotel.
Dear hotelier,
Melayani tamu atau pelanggan dengan
tulus hati adalah wajib bagi hotelier. Syarat mutlak, tak dapat ditawar.
Gerbang pertama terbuka, sambutan hangat
berikutnya menanti.
Tidak sedikit tim pemasaran memberikan
pelayanan setengah hati. Apalagi adanya birokrasi internal yang berbelit-belit,
menyulitkan semua pihak.
Berperilakulah positif. Bagi manajemen
menjadi cermin, pertahankan sistem yang sudah baik, ubah sistem yang cacat.
Tahun-tahun terakhir sebelum
pandemi, keharusan menjamu tamu sering terlewat oleh karena kesibukan luar
biasa. Banyak bisnis yang dapat dikembangkan dari promosi menu. Bahkan tren delivery
service, katering meningkatkan pendapatan hotel.
Hotel yang pelit berpromosi, akan
dilupakan langganan. Sebaliknya jika hotel tak hitung-hitungan, penghasilan
melambung.
Hukum alam menegaskan, yang
menabur banyak akan menuai subur pula. Sederhana.
Jadi, menjamu pelanggan di hotel adalah gratifikasi? Selama untuk tujuan
promosi, tidak berlebihan, ditengarai sebagai product testing.
Promosi jitu disebarkan dari
mulut ke mulut. Setuju? Tak perlu risau, pelayanan kepada tamu adalah
prioritas. Bersikaplah tulus, itu asset tak ternilai yang kita miliki.
Semoga anda bangga pada diri
sendiri, jangan sombong, ingatlah kepada siapa dan dimana anda bekerja.
Demikian ulasan sederhana ini
sebagai pengetahuan tambahan para pembaca tercinta dan hotelier sejati.
Salam hospitality!
Comments