Jangan
Gunjingkan Gaji Si Kutu Loncat !
Suatu petang, Rita menghampiri
ruang kerjaku, lalu ia mohon ijin menutup pintu. Dengan suara pelan ia sampaikan
suatu hal yang bersifat rahasia.
Dengan penuh perhatian saya
menyimak setiap ucapannya. Keluhan Rita perihal besaran gaji yang diterima lebih
rendah dibanding Beti. Padahal mereka berkedudukan sama, sebagai sales
executive.
Setelah penyelidikan, ternyata
gaji Rita memang lebih rendah dibanding Beti, tapi gak jauh-jauh amat.
Penasaran bagaimana Rita bisa
tahu gaji Beti?.
Begini penuturannya. Saat makan
siang mereka ngobrol di kantin. Beti mendapat tawaran bekerja di hotel lain. Ia
berniat mengundurkan diri dari hotel, padahal ia baru bekerja memasuki minggu ke-7.
Percakapan berlanjut tentang
gaji. Tiada yang disembunyikan darinya hingga jumlah tunjangan lainpun
dibeberkan.
Setelah peristiwa itu Rita
menyimpan semua uneg-uneg. Merasa penasaran, ia bercerita seperti di awal kisah
ini.
Gaji berdasarkan standar perusahaan
Di hotel, besaran gaji tiap-tiap
karyawan sebenarnya ditentukan
berdasarkan bujet yang telah disahkan dalam pembuatan business plan.
Kisah Rita dan Beti, terjadi atas
pertimbangan tertentu dengan persetujuan GM.
Sekecil apapun keluhan karyawan
harus didengar, alhasil Rita disetarakan gajinya sesuai standar hotel setelah
lulus masa percobaan. Begitu pula Beti, dipromosikan menjadi eksekutif senior.
Sirik boleh tapi lihat juga kualitasnya
Gaji menjadi krusial di
lingkungan kantor. Mempercakapkan gaji sama dengan open the kitchen, yaitu membuka rahasia dapur.
Di hotel, besaran gaji menyesuaikan
standar keuangan hotel masing-masing. Kadang terkesan menekan, take it or leave it. Hotel yang saklek,
menolak mentah-mentah setelah menerima lamaran jika besaran terlalu melambung.
Beberapa hotel diperbolehkan
tawar menawar. Yang paling senang, jika kita, calon karyawan yang diharapkan
banget oleh hotel. Biasanya karena orang itu sudah dikenal kecakapan dan
integritasnya dalam bekerja.
Itu sebabnya hotelier senang
berpindah-pindah, mereka menyebutnya sendiri kutu loncat. Tak mengapa menjadi
kutu loncat, asal jangan bajing loncat.
Kepiawaian menjadi “kutu loncat”
disebabkan 3 alasan :
(*) Meningkatnya jenjang karir
(*) Kenaikan gaji
(*) Memburu hotel berkelas lebih
tinggi (prestise)
Hotel buruan karyawan adalah
hotel yang memberikan kesempatan untuk ketiga hal tersebut. Bagi perekrut, pandai-pandailah
menggali alasan kepindahan karyawan, kadang tidak melulu masalah gaji.
Ada pula alasan kepindahan yang
mencakup ketiganya, sila simak kisah selanjutnya.
Memburu hotel berkelas disertai peningkatan jenjang karir serta
kenaikan gaji
Retno sebagai asisten direktur
penjualan Hotel Xyz. Ia membantu Doni, sang direktur, bekerja erat dengannya,
bahu membahu, kompak.
Setelah tiga tahun, ia hapal,
paham seluk beluk jabatan bos. Pikirnya, toh dirinya yang selalu mengerjakan
tugas-tugas bos.
Retno tak berkutik sebab Dindin
masih betah disitu. Tiada sinyal Dindin akan undur. Iapun berencana menjadi “kutu
loncat” terbang ke kota lain.
Selain ia terbang juga dapat mengisap
madunya, yaitu gaji yang lebih tinggi disertai kenaikan jabatan.
Review diri anda sebelum meminta kenaikan gaji
Supaya segala sesuatunya lancar,
HRD bertukar pikiran dengan kepada departemen (HOD) sebelum merekrut karyawan
dengan menyebut besaran gaji.
Kepala departemen (HoD) tidak
memiliki hak menentukan besaran gaji bagi anggota tim, namun ia dapat
mengusulkan kenaikan gaji anggota tim kepada HRD dengan sepengetahuan GM
berdasarkan penilaian:
(*) Lembaran penilaian (performance
appraisal) di atas rata-rata
(*) Prestasi bagus (achievement)
(*) Sikap dan tingkah laku baik,
pribadi yang berintegritas (good attitude)
Baiklah, kini saya bawa anda agar
mengerti sekilas tentang pekerjaan di hotel beserta pendapatannya.
Seseorang yang bertugas di garis
depan yang berhubungan langsung dengan para tamu (guests contact) cenderung
memiliki pemasukan lebih banyak ketimbang karyawan bukan guest contact.
Hal ini menjadi salah satu alasan
mengapa mereka betah bekerja di posisi yang sama bertahun-tahun.
Setamat SMK, Sekolah Menengah
jurusan perhotelan, Hendra melamar bekerja di hotel A. Hendra telah 10 tahun
bekerja sebagai bell boy. Tersebab ia membantu keuangan keluarga sehingga tidak
meneruskan studi.
Sebelum pandemi, Ia mengantongi
rata-rata gaji perbulan sebesar Rp. 6 juta/bulan (gaji bersih) di hotel
berbintang 5, bahkan ia bisa mengantongi lebih dari itu.
Perhitungan dengan asumsi gaji
pokok (sebagai contoh UMR kota Medan) ditambah uang jasa pelayanan sebesar Rp
2,5 hingga 3 juta. Belum lagi tambahan tip dari tamu jika ia bekerja baik.
Namun uang tip tergantung peruntungannya.
Uang jasa pelayanan dapat
melebihi besaran gaji pokok. Ini terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta,
Bali, Medan dan Balikpapan.
Penjelasan tentang gaji di atas,
hanyalah sebuah contoh saja, pasalnya kondisi pandemi yang kurang menguntungkan
bisnis hotel sejak setahun lalu, menjadi segalanya berubah.
Di masa sekarang, uang jasa pelayanan tidak lagi dipersoalkan, alasannya senin-kamis, on-off. Jumlah tamu berkurang juga pelayanan. Menerima gaji pokok saja, sudah sangat bersyukur.
Gaji bersifat rahasia, hanya
karyawan bersangkutan, HRD, FC, GM, HoD yang boleh mengetahuinya serta
membicarakannya.
Namun kenyataannya, banyak
karyawan hotel mempercakapkan hingga gaji seorang GM pun terendus.
Jika kita bijaksana, gaji besar
(kalau itu menurutmu besar) tergantung kualitas pekerjaan individu. Katakanlah
mengapa seseorang dapat mencapai puncak karir, ia berhak, layak mendapat upah
sepadan.
Sebenarnya hal tabu
mempercakapkan gaji kolega tanpa memandang perjuangan karir yang bersangkutan.
Terkadang mereka berkorban agar
dapat mengikuti sekolah online, pulang larut tanpa imbalan. Tanpa perhitungan
selalu siap membantu.
Dimanapun, dulu dan sekarang,
gaji selalu menjadi bahan gunjingan karyawan. Entah mengapa kok berita menyebar dari mulut ke mulut, gonjang ganjing
tentang besaran gaji seseorang tersiar.
Bukankah hal ini dapat melukai hati
karyawan yang kurang beruntung?
Bekerja memang untuk mencari
nafkah. Biarkan setiap orang memiliki rejeki dan keberuntungan masing-masing.
Jika fokus kita, tidak melulu
kepada upah, suatu saat, kala di puncak karir, tak terasa bahwa kita telah berupah
di puncak.
Dear hotelier, selamat berkarir.
Tundalah tawar menawar dimasa sukar. Fokus berprestasi, melakukan yang terbaik.
Suatu hari langit akan cerah.
Salam hospitality!
Catatan:
HRD: Human Resources Development
HoD: Head of Department
FC: Financial Controller
GM: General Manager
(*) Nama-nama
disamarkan
Comments