"Di-Ghosting" si Mr. Goban!

 

Tip (ilustrasi pixabay)

Wahai Kawan, Jangan sedih “Di -Ghosting” si Mr. Goban!

“Har, ada si MG tuh di lobi” Ujar Dede petugas di group concierge.
“Kapan check-in, Bos?” seloroh Hari
“Jam 04:00 subuh”

Obrolan singkat itu terjadi saat pergantian shif. Mereka menuju kantor FO.
Di suatu kesempatan, saya menguping nama itu disebut-sebut lagi. Penasaran saya tanya sang kapten.

“Siapa sih MG ?”
“Itu Bu, Pak Rendra Sungkono” jawabnya
“Kok dipanggil MG?” Tanyaku lagi
“MG, Mr. Goban!” katanya
“Oh”

Kebetulan, suatu siang saya bertemu MG. Begini kisahnya, Pak Rendra dikenal baik dan ramah oleh semua staf hotel, front liner. Ia menjadi langganan tetap hotel walau kedatangannya tak tentu.

Tamu ini berbisnis kayu glondongan di luar pulau. Setiap 2 kali seminggu, pasti wajah sumringahnya muncul di lobi.

Suatu hari saat hendak check-out, Pak Rendra  pamitan. Kami berjabatan.

Di kaunter, ia membagikan lembaran Rp 50 ribuan kepada setiap staf. Mulai dari front desk hingga housekeeping yang tertangkap mata di lobi.

Oh, ternyata sebutan Goban diambil dari kata goban, Bahasa Mandarin yang artinya Rp 50.000. Rasa penasaranku terjawab sudah.

Begitulah setiap ia datang,  selalu saja ada tip untuk dibagi. Sampai-sampai Pak Rendra dijuluki si MG alias Mr. Goban. Saat itu uang Rp 50.000 setara dengan Rp 100.000 jaman kiwari.


Memberi tip atau tipping adalah hadiah kepada pemberi jasa sebagai tambahan. 

Bisa cash, bisa pula catatan tangan dalam nota, dibayar memakai kartu kredit.

Tip tidak dianjurkan, pun tidak dilarang di hotel. Tamu bebas tidak memberi atau memberi uang tip. Manajemen hotel tidak melarang, juga tidak menganjurkan kepada pemberi tip. Jadi bersifat opsional, bukan paksaan.

Berbeda seperti layanan umum Bandara, larangan memberi uang tip, dapat dibaca pada seragam airport helper, “No Tipping”. Tujuannya agar staf bekerja fokus melayani tamu.

Sebelum aturan ini diberlakukan, penumpang bebas memberi uang tip bagi airport helper.

Menyoal uang tip, maka bahasan tulisan ini hanya berkisar seputar hotel, agar tidak melebar kemana-mana.

Kisah Mr, Goban, menjadi penyemangat teman-teman di group concierge, sebagai energizer, katanya. Kendati tanpa “energizer” pun mereka sudah tulus melayani.

Apa efek  negatif memberi uang tip?

 (*) Kedua belah pihak pilih kasih

Ditengarai pemberian uang tip menjadi diskriminatif. Berpotensi sembarangan ‘memperlakukan’ staf. Tamu memberikan uang tip kerap berdasarkan faktor usia, jenis kelamin, ketampanan, dsb.

(*) Kecemburuan diantara karyawan guests contact

Menjadi pengikis kekompakan tim karena iri. Misalnya operator telpon iri terhadap resepsionis. Sesama concierge rebutan tamu, akhirnya menimbulkan rasa cemburu.

(*) Pemberian uang tip dapat mengurangi fokus bekerja.

Seharusnya Dede melayani tamu lain, tapi ia malahan fokus terhadap tamu Mr. Goban. Akibatnya tamu lain terabaikan.

Kebahagiaan seorang pemberi

Mr. Goban memberi uang tip dari kekayaannya. Baginya hanya uang kecil yang dikeluarkan sebagai tipping.

Bagaimana rasanya menerima uang tip?

Seorang Mr. Goban, tidak memiliki beban untuk memberi. Tak heran kemanapun selalu menyiapkan sejumlah uang untuk keperluan itu.

Baginya memberi tip telah menjadi gaya hidup. Seorang pemurah memberi karena hatinya tergerak untuk memberi.



Berapa sih yang layak diberikan sebagai uang tip?

Besaran memberi uang tip tidaklah ditentukan hotel. Namun yang berlaku umum sebesar 5% dari biaya yang dikeluarkan. Misalnya harga kamar Rp 980.000 per malam. Maka tip sebesar Rp 50.000. Lebih dari itu, adalah kelimpahan rejeki bagi penerima.

Hitungan di atas hanyalah sebuah gambaran, bukan aturan baku. Bagi tamu, tidak diharuskan. Namun jika ingin memberi, berikan dengan tulus hati.

Alasan ini yang membuat tamu memberi tip:

(*) Perhatian dan kepedulian dari staf

(*) Cepat dengan pelayanan

(*) Puas dengan pelayanan

Pernah dengar kisah pesepakbola Ronaldo yang memberikan uang tip £17,850?

Ronaldo memberikan setara Rp 447 juta saat itu. Ia terkesan akan pelayanan seluruh staf di resort mewah Costa Navarino – Pelopnnese, Yunani. Kemudian ia menyuruh membagi rata kepada seluruh karyawan.

Tentu saja ia mendapat pelayanan memuaskan, bukankah ia terkenal di dunia?

Tapi jangan lengah, berhati-hati juga dalam memberi! Tidak semua orang mau menerima pemberian uang, apalagi dengan jumlah sedikit sekali. Bisa-bisa tersinggung dibuatnya.

Ibu Dini baru saja check-out. Tergopoh ia memberi tip kepada concierge dan langsung pergi dengan mobilnya.

Tak mengira, 5 menit kemudian ia kembali ke hotel. Tergopoh ia menambah uang tip kepada petugas sekuriti. Ia keliru memberi uang Rp 10.000.

Memberi uang tip pun ada etikanya.

Etika memberi tip:

(*) Saat takada orang lain.

Jika ingin memberi 2 orang atau lebih, alangkah baiknya diberikan masing-masing.

(*) Memberi dengan uang kecil.

Uang besar boleh saja, tapi jangan meminta kembalian

(*) Berilah setelah pekerjaan selesai



Tip adalah rejeki, bukan tradisi

Sebelum pandemi, seorang staf concierge seperti Dede dan Hari, mendapat uang tip yang cukup menutupi  makanan sehari-hari bersama keluarga. Ia memperoleh rejeki tak terduga setiap hari. Gajinya setiap bulan digunakan  mengangsur cicilan rumah.

Wahai pembaca budiman, senyuman manis dari staf hotel, bukanlah karena uang tip. Namun sudah kewajiban mereka, dituntut melayani para tamu dengan senyuman.  Uang tip hanyalah bagian peruntungan mereka.

Kala industri hotel menurun, bersabar saja. Ya, industri pariwisata memang sedang dalam keadaan rehat.

Jadi, kalem aja di “ghosting” si Mr. Goban. Terpenting, tetap memberi pelayanan prima, niscaya dewi keberuntungan akan menghampiri, asal anda melayani dengan tulus hari dan selalu tersenyum manis.

Salam hospitality!

 

Rujukan:

(*) Thesun.co.uk, 20 Juli 2018, “Christiano Ronaldo leaves £17,850 tip for staff at luxury hotel in Greece before Juventus unveiling”

(*) En.m.Wikipedia.org, “Gratuity”

(*) nama-nama disamarkan

 

Comments