(ilustrasi pixabay)
Bagi sales team, istilah sales call tak asing lagi. Tiada hari tanpa nyeles. Apa masa indah semasa merintis karir? Ya, sales call. Momen ini menghadirkan tawa, sedih, senang walau penuh tekanan.
Saya belum menemukan frasa yang
sepadan dalam bahasa Indonesia. Kata yang agak gaul kira-kira nyeles. Ada lagi kata yang lebih tepat
yaitu blusukan.
Menurut KBBI, blusukan yaitu
masuk ke suatu tempat dengan tujuan untuk mengetahui sesuatu.
Sedangkan definisi sales call
dalam bahasa Inggris “… is a pre-arranged
face to face meeting between a sales person and prospect with the goal of
making sales”
Tantangan sales call tentu membuat
kita berbeda dari admin, sekertaris atau juru tik. Tim mengejar waktu, menyusun
jadwal pertemuan, presentasi, mengenalkan produk dari utara ke selatan, timur
ke barat Jakarta, semua target area blusukan.
Suatu hari kami menyusuri
perusahaan di area Bantar Gebang. Panas terik menyengat kulit. Siang itu akan
bertemu beberapa langganan.
Dari Sheraton Media Hotel Jauhnya
sekitar 1,5 - 2 jam ke Bantar Gebang. Seperti biasa, jalanan macet, tapi tidak
separah melalui jalan tol.
Bersama Dena, saya mengunjungi 6
perusahaan di sana, Mereka adalah para sekertaris dan beberapa direktur.
“Selamat siang Pak. Mau ketemu
Pak Andi” begitu pinta Dena
“Sudah ada janji?” pertanyaan
biasa dari pak satpam.
Tetiba Dena mencubit pinggangku.
“Pak satpam, please tell to the
boss” ujarku. Tak pikir panjang, sang sekuriti langsung menyilakan ke ruang
tamu.
Tak berapa lama kami bertemu Pak
Andi. Ini bukan tipuan, memang kami sudah janjian dengan sang bos. Pak satpam lemot
menanggapi tamu seperti kita, sedangkan jam telah menunjukkan 11:45.
Dena sudah paham, jika pergi
bersamaku, selalu ia keluarkan jurus jitu bertemu pelanggan dengan cepat. Salah
satunya menyuruhku berbahasa Inggris. Ya, ia memang cerdik.
Apa yang didiskusikan saat sales call?
Menurut tipenya, sales call
terbagi dalam kelompok :
(*) Cold call
Tidak membuat janji. Untung-untungan kalau bertemu
decision maker syukur, gak ketemu masih beruntung, klien tahu kita sudah
datang.
Prosesnya mencari informasi dari media sosial, cerita kawan, kenalan bos,e-mail blasting. Yang terakhir, mengikuti naluri kita.
(*) Sales Appointment call
Membuat janji terlebih dahulu. Pelanggan menunggu. Mengenalkan produk hotel. Menjelaskan keunikan
hotel kita. Mengetahui agenda tahunan. Targetnya sudah jelas, siapa yang akan
dikunjungi.
(*) Follow up call
Membuat janji guna berdiskusi, presentasi. Klien perlu
lebih diyakinkan akan kualitas produk sebelum membeli.
Menyenangkankah blusukan itu?
Tergantung anda mengerjakan tahap
demi tahap prosesnya. Yang jelas, setiap saat harus berdoa, memohon diberi
keselamatan dan kelancaran tugas di lapangan.
Sales call di Jakarta memang tak
dapat diduga. Sedang asyik di jalanan, pohon tumbang gegara hujan lebat. Karena
pohon tumbang, bos menuding kita bohong. Padahal foto dan video sudah dikirim.
Jalanan macet di Jakarta sudah
biasa (sebelum pandemi), tak pandang waktu. Karena macet, mendadak seorang
klien menggagalkan pertemuan. Terlalu lama menunggu, katanya.
Sales call memang wajib bagi tim
marketing. Dilakukan dari posisi sales executive hingga sales leader. Sales
leader harus turun gunung. Jika tidak, lapuk kena debu gunung Sinabung. hehe
Modal sales call adalah memberi dan
diberi kepercayaan. Berhasil atau tidak suatu tim bergantung saling mempercayai
sesama anggota tim. “When you give a
task, just try to trust to him/her as you will be trusted by them”, kira-kira
begitu tepatnya.
Sales team tunjukan tanggung jawabmu!
Hasil akhir adalah bukti yang tak
dapat disangkal. Itu sebabnya, tak heran bila bos uring-uringan karena hasil
tidak maksimal.
Beberapa tahun silam, seorang bos
memiliki ide absurd. Saat itu saya wawancara kerja dengan ekspatriat, pimpinan
hotel di Jakarta Selatan. Sebuah ide agar selama sales call memakai rekaman
audio saat percakapan. Pendapat anda?
Setiap sales pasti mengernyitkan
dahi. Sepertinya terlalu mengada-ngada, sales call harus membawa bukti rekaman?
Saya berpikir, jangan-jangan ia
tidak mempercayaiku juga. Syukurlah saya
tidak jadi direkrut. Tampaknya terlalu berlebihan menggunakan ide-ide aneh
semacam itu.
Bagaimana kita menunjukkan bahwa
tim layak dipercaya?
(*) Tunjukkan hasil akhir
Manajemen akan bangga, tim
memberikan hasil gemilang.
(*) Mempersempit peluang komplen
Pelanggan, tamu bahagia dan
senang. Bila muncul keluhan hanyalah keluhan kecil yang dapat ditangani cepat.
(*) Raih testimoni sebanyak-banyaknya dari pelanggan
Testimoni dari pelanggan menjadi
bukti. Bisa juga chat dari W/A, E-mail. Baik berupa pesan singkat atau
komentar.
Seandainya ke-3 hal tersebut
diraih maka tak ayal lagi, manajemen menaruh harapan besar pada tim. Kemudian
memberi perhatian khusus kepada sales team.
Sales call terdapat dalam job desk wajib mulai dari sales
executive hingga sales leader. Kegiatan ini sangat penting sebelum masa
pandemi.
Pelanggan senang, cepat
ditanggapi oleh petugas hotel. Mereka terbantu.
Sales call menyenangkan bila pertemuan
dengan klien berjalan lancar. Mereka puas.
Saya perhatikan beberapa orang
melakukannya dengan gembira, namun tim seperti terbeban? Mengapa tim enggan sales
call? Kemungkinan penyebabnya, malas bertemu klien, tidak membuat janji, belum
persiapan, malas jika pergi sendirian
Banyak tim menyiasati rasa malas
ini. Agar betah di jalanan juga nyeles
jadi ceria :
(*) Membeli baju kerja, tas,
sepatu secara teratur
Tujuannya bukan untuk bergaya bak
model tapi membuat lebih percaya diri. Mahal, murah adalah relatf. Suka-suka
anda saja, mana yang mengangkat rasa percaya dirimu berhadapan dengan klien.
Berlenggak lenggok di lobi gedung
saja akan memesona orang sekitar. Masa hotelier dekil?
(*) Anggap saja bertamu ke rumah
klien daripada kesan menjual produk. Jangan melulu jual cuap kayak tukang obat.
Sesekali hanya bertandang saja.
(*) Jalin persahabatan dengan
klien
Jika gayamu mencari kawan, ini
akan membantu hubungan anda dengan klien, ujung-ujungnya pasti melambungkan
pendapatan.
(*) Rencanakan makan siang di
restoran enak
Makanan enak, tidak enak, itu relatif.
Namun saya telah berencana hari itu makan dimana, dan makan apa. Jangan salah,
makan enak, juga menjadi penyemangat, asalkan makan jangan rewog.
Sales call tidaklah mudah. Tidak
banyak orang mampu melakukannya jika tidak didukung keahlian dan ketrampilan
yang baik.
Proses membuat janji saja kadang
rumit. Di perjalanan belum tentu lancar sebab kemacetan di jalan raya seperti
di Jakarta. Panas terik naik turun mobil. Bayangkan bila tinggal di kantor, duduk
manis di ruang sejuk.
Sales itu harus tahan banting. Mereka
terlatih menghadapi yang terburuk dari situasi buruk. Lama menunggu di ruang
tamu, belum tentu bisa bertemu, sebab menyusul pertemuan berikutnya.
Seperti harus menunggu antrian
taksi di depan gedung, jalan di muka gedung macet berjam-jam. Memakai mobil
kantor saja sulit keluar gedung, apalagi menunggu taksi.
Beberapa hotel belum memberikan
tunjangan insentif. Padahal insentif menjadi penyemangat seorang penjual.
Sales team yang sukses mencapai
gol, perlu diapresiasi. Penghargaan yang layak, bentuk menyemangati. Gak usah
berlebihan, yang penting semangat mencari leads.
Di masa wabah, tentu blusukan tak
seperti dulu. Persiapkan saja hal diatas, yang terbaik di masa mendatang.
Jangan lupa bekali pengetahuan
e-commerce. Bidang ini menjadi prioritas.
Salam hospitality!
Comments