Tergiur Foto di Aplikasi Pesan-antar Makanan

foto celestineP

Ketika saya tinggal di pulau sebrang, hampir setiap hari Minggu, pasti ada saja makanan yang dibeli melalui online. Biasanya kudapan kentang goreng, fried chicken.

Selain telah mengenal rasa makanan itu juga terhindar dari kekecewaan, pasalnya foto menu sering tak secantik aslinya.

Pertama, memang pandangan selalu memberikan kesan. Saat melihat foto-foto kedua akun makanan di gawai,   tinggal pilihan yang ini atau yang itu. Keduanya pakai cara bayar online. Sederhana dan cepat.

Disana tersedia ratusan jenis makanan tersedia, dari kedai hingga restoran kelas atas.

Nah, dari sekian menu tadi saya fokus pada menu yang jarang saya makan. Semacam food adventure,  sekalian merasakan kangennya makanan tertentu. Hari itu, jatuhlah pilihanku pada menu nasi gudeg jogja.

Karena lokasi dekat, hanya 20 menit pesanan tiba. Betapa terkejutnya ketika Pak Ojol hanya membawa satu kresek plastik putih, kecil mungil.

Untuk meyakinkan jangan-jangan tertukar saya bertanya “Pak, ini benar makanan saya?”

“Iya Bu, ini nasi gudeg” begitu ujarnya

Saya buka plastik itu yang berisi nasi sekepal tangan, telur, krecek, sayur gudeg kering, sepotong ayam,  dikemas seperti nasi rames.

Saya katakan bahwa minggu lalu makanan dikirim dalam kemasan box, kenapa memakai plastik sekarang. Jawabnya “gak tahu Bu, dari sananya begitu”

Langsung selera makan hilang seketika. Ibarat saat kupandang pria tampan, tapi kukunya hitam. (maaf ya)

Pada tahap itu saya masih menyimpan rasa kaget. Berikutnya rasa gudeg serasa kolak. Omg! Kok bisa? Minggu kemarin baru saya beli lho.

Saya periksa kembali foto menu nasi gudek jogja di gawai, jangan-jangan salah pilih restoran. Saya tetap yakin ini kesalahan restoran yang tidak konsisten dalam membuat dan menyajikan masakan.

Bagai gadis geulis gunung, artinya jika diliihat langsung dari dekat tampak berbeda. Tidak secantik dalam foto.

Baiklah, saya akan diam saja dan hal ini saya simpan sendiri, yang pasti saya tidak akan pernah membeli makanan itu lagi. Itu hal yang wajar toh.

Sebaliknya yang terjadi di kota Medan, saya merindukan  ayam goreng renyah lengkap dengan mayonaisenya. Kebetulan hari Sabtu malam, enggan keluar rumah. Saya pesan satu menu ayam goreng sejenis menu ayam geprek.

Rasanya aduhai nikmat sesuai selera. Padahal porsi hanya sekepal tangan. Saya tidak menyesal, walau porsi kecil.

Keesokan harinya, dengan diantar taxi, iseng-iseng berkunjung ke tempat ayam grepek yang saya beli online kemarin.

Saya pesan 2 porsi ayam saja. Sejak saat itu saya berlangganan menu tersebut. Dari online, saya menjadi pelanggan langsung tanpa membeli makanan  online.

Tidak konsistennya kualitas produk masakan mejadi hal yang penting bagi saya. Suka duka membeli makanan online selalu saja terjadi.

Ada yang tidak sesuai keinginan, kecewa lalu berganti restoran namun kebanyakan memenuhi keinginan selera pembeli.  

foto celestineP

Menurut pengalaman, hanya sekitar 30% kekecewaan datang dari penjual berkualitas rendah. Selebihnya 70% penjual masih mempertahankan qualitas baik dari segi rasa, kemasan dan kebersihan.

Faktor kebersihan ini pernah menjadi bahasan penting di salah satu media dimana salah seorang pengemudi ojol membocorkan rahasia keadaan restoran, tempat ia membelikan pesanan pembeli.

DI foto tersebut terdapat ketel penggoreng ditaruh di lantai yang kotor dengan sandal-sandal berserakan. Di atas ketel itu tempat ia memasak makanan. Area memasak begitu kumuh.

Akibat melihat foto tersebut, saya selalu memesan makanan yang telah saya ketahui baik lokasi serta penjualnya.

Menu yang mempunyai rating tinggi sama sekali tidak menjadi lirikanku oleh karena alasan higienis makanan.

Beberapa restoran di hotel, memasukkan menu andalan melalui pesanan online (food promotion). Diskon-diskon yang berlaku menggiurkan pembeli. Bagi restoran itu sendiri lebih diuntungkan karena food cost yang tertutupi.

Foto-foto yang dipasang tidak sesuai aslinya sebetulnya masuk kategori pembohongan kepada konsumen. Pembeli memang tidak komplen namun setidaknya rating menurun bahkan buruk. Saran saya makanan sebaiknya dibungkus layak dan pantas sesuai harga.

Bila kita malas melangkahkan kaki, pesanan online memang sangat membantu. Misalnya ada keluarga yang sakit, kerabat yang datang mendadak.

Agar tidak mengecewakan pembeli berikut ini beberapa saran menikmati makanan online. Hal ini berdasar pengalaman pribadi jadi anda berhak tidak sepakat.

(*) Pilih menu/restoran dengan brand yang telah kita kenal beserta lokasinya sehingga kita dapat membayangkan kebersihan dapurnya, cara penyajian makanan, terutama kebersihan tempat penjual sebagai standar.

(*) Pilih menu yang pernah kita makan. Bila menebak-nebak rasa masakan, bisa jadi kita akan kecewa

(*) Sebaiknya tidak tergoda oleh foto-foto makanan

(*) Jangan memaksakan diri membeli makanan karena tergiur diskon.

Anda bisa bayangkan, perut lapar, menanti pesanan tetiba menu yang datang tak sesuai harapan. Mau komplen tak tega. Sikap diam, kesal bertambah.

Hukum alamiah dalam marketing, bila pembeli mengeluh, kabar negatif lebih cepat tersebar kepada 80 orang. Sebaliknya jika kabar positif, hanya 20 orang saja yang mendengar kabar baik itu.

Segala sesuatu memang harus bijak dihadapi. Kecewa atau senang menjadi pembelajaran.

Jadi, saya masih beli makanan online tapi lebih selektif. Bagi penjual, jaga kualitas makanan, kemasan dan kebersihan. Itu cara anda bersaing.

Begitulah pengalaman beli makanan online di berbagai kota.

Comments