Sweet karma (foto celestineP)
Sweet Karma Membalas E-mail
Berbahasa Indonesia
Selama perjalanan bekerja
bertahun-tahun, saya kerap mengalami keberuntungan secara kebetulan. Salah satunya
bernasib baik diberi kesempatan bergabung di 7 hotel berbintang 5 dan 4.
Hotel pertama yang sempat ku
singgah yaitu hotel berbintang 4 di kota
Bandung. Saya kuliah sambil bekerja.
Kala itu 4 orang ekspatriat termasuk
pimpinan hotel dan tim bekerja keras menyambut masa pembukaan hotel baru
(pre-opening hotel).
Jabatan perdana di hotel
pertamaku itu sebagai sekertaris lalu beberapa bulan kemudian menjadi sales
executive. Hingga kini sales marketing menjadi departemen fanatik saya.
Pekerjaanku sebagai sekertaris membalas
seluruh e-mail dalam Bahasa Inggris tentunya. Setelah itu beberapa hotel
kusinggahi hingga berakhir di kota Medan sebagai sales leader.
Dalam berkomunikasi antar
departemen di hotel selalu menggunakan Bahasa Inggris. Begitupun dengan
pelanggan dan tamu-tamu berkorespodensi melalui fax, telex.
Tahun 1990-an, semua pekerjaan
masih dikerjakan secara manual. Seperti banquet order harus dibagikan kepada
setiap departemen melalui buku ekspedisi. Sekarang banquet order dikirim
melalui e-mail. Banquet order itu formulir pemesanan acara untuk distribusi
kepada seluruh departemen di hotel.
Seiringnya waktu, perpindahan
antar kota dan pulau menjadi hal yang biasa. Kota yang didatangi walau hotel
berbintang, dalam berkomunikasi harus memakai bahasa Indonesia guna menghindari
kesalahpahaman.
Kelemahan saya berbahasa
Indonesia membuat saya acuh tak acuh, diantaranya malas membalas e-mail dari
pengirim berbahasa Indonesia. Demikian saya sering melalukan kepada sekertaris
atau staf administrasi untuk membalasnya.
Terkadang saya membuat draft
e-mail dalam Bahasa Inggris kemudian sekertaris menerjemahkan dalam Bahasa
Indonesia.
Bagaimana jika sales call? Segmen
favorit adalah korporat. Bertahun-tahun selalu digiring menangani korporat di
Jakarta sebelum menjadi sales leader. Inipun suatu keberuntungan.
Sampai pada tahap ini, saya
merasa aman-aman saja. Namun kelemahan berbahasa Indonesia kurang mendapat
respons dari pelanggan segmen pemerintahan (government segmentation). Terlebih
sering ditemukan kata baku Bahasa Indonesia dalam lembaran konfirmasi tertulis
yang tidak saya pahami sama sekali.
Kesulitan ini dapat dituntaskan oleh
sales manager yang cakap menangani sekaligus menerangkan artinya. Saya mengekor
saja.
Kekuatiran lain, saya harus
menekan keluhan dari pelanggan. Bisa-bisa saya dimaki karena tak becus
berbahasa Indonesia. Masakan leader tak berbahasa Indonesia lancar?
Kesempatan lain bila pelanggan
baru berjumpa pada awal tahap perkenalan kerap membalas dalam Inggris padahal
saya berbahasa Indonesia, walau agak lama mikir.
Januari 2020, saya direkrut oleh salah
satu hotel baru di Palangka Raya. Setiap departemen briefing harus berbahasa
Indonesia. Namun saya kerap berbahasa Inggris dengan GM secara tatap muka.
Inilah penyebab sulitnya
nyemplung dalam pergaulan yang seharusnya bisa lebih asyik. Tidak sampai
sebulan saya undur oleh karena satu dan lain hal. Kembalilah saya ke Batam,
lalu ke Jakarta.
Selama di Jakarta saya membantu
pekerjaan suami hanya sebatas administrasi dan mengetik. Ini pekerjaan serius,
dan saya bergaji dari perusahaannya.
Sambil #bekerjadirumah saya iseng
membuka semua buku dan membereskan akun-akun di media sosial.
Suatu hari saya dipertemukan oleh
Kompasiana. Secara bertahap saya rajin membuat artikel berbahasa Indonesia.
Setiap hari blogwalking dan menulis dalam Bahasa Indonesia semampu saya.
Setelah cukup mantap saya posting
di Facebook, Twitter dan Linkedin. Pada postingan pertama, beberapa kawan
mengirim pesan w/a.
“Hi, Are you sure that’s your article?”
Saya balas “You don’t trust?, I followed the course. I would become a writer”
(tapi bohong).
Beberapa pelanggan yang menghubungiku
bahkan masih berbahasa Inggris, padahal jawaban saya berbalas bahasa Indonesia.
Sekarang, anda membaca tulisan
saya. Saya berbahasa Indonesia kan? Dahulu saya sebel, sekarang mencintainya.
Begitulah my sweet karma.
Comments