Tergoda

(ilustrasi pixabay)

Tergoda


Aku menghitung hari. Tubuh terkulai lemas di pembaringan. Tidak! Aku ingin hidup seratus tahun lagi. Kataku.
Vonis dokter bagai palu hakim. Derita leukemia berujung kepasrahan hidup.
 
Ramalan berujar 39 hari tersisa. Pasrah. Hidup kepada Sang Empunya langit.
 
Hari demi hari, kitab suci, panjatan doa, tiada kulewat.
 
Makanan tak selezat dulu. Pakaian semua melonggar. Tubuhku kurus sekali.

Sepatu mahal, untuk apa? Dimataku, kini hidup pasrah jiwa, raga.

Dua bulan berlalu, aku masih bugar. Wajahku berseri, aku tampak ayu meski tanpa polesan.
 
Seorang pria tampan menjadi sandaranku, aku mencintainya.

Hari demi hari kulalui. Lupa bahwa diriku menanti hari. Kesenangan hidup, memabukkan pikiran dan hatiku.
 
Aku kembali ke kubangan. Aku terlupa esok tinggal nama, berkalang tanah.
 
Tenggelam dalam kemabukan dunia. Aku lupa bahwa Tuhan berencana lain. Dia memulihkan untuk sebuah pertobatan.
 
Kucampakkan perintahNya, tak tahu nafas tak dapat kubeli.

Tiba hari naasku. Tiada seorang tahu, begitu juga aku. Tubuhku terbaring bersama kekasih. Bergulat
aku melampiaskan nafsu. Penyakit benar-benar mematikan raga, tapi tidak rohku.

Rohku terpisah. Melayang ke langit. Disambut siapakah aku?
 
Aku tak ingin seperti Lazarus, meminta celupan air pada lidahku.

Dimanakah tempatku berpulang?

Comments