Seorang karyawan, baru saja 14
hari bergabung di bagian sales marketing, tetiba mengajukan surat pengunduran
diri.
Setelah melalui tanya jawab,
karyawan ini tidak dapat menyesuaikan pola kerja di hotel sehari-hari. Tuturnya
setiap hari tiba di rumah, paling awal pukul 20:00, belum lagi dituntut masuk
kerja di hari Sabtu.
Begitulah bekerja di dunia
perhotelan, mengikuti irama kesibukan hotel. Staf itu bukan berlatar belakang
hospitality. Sebelumnya ia sebagai sales executive di bank.
Pada umumnya hotel merekrut staf
melalui lowongan kerja di media. Mengapa kami mengambil staf berlatar beda saat
itu? Pertama tentu pengalaman mencari nasabah disertai penampilan yang baik.
Jam kerja ngaret
Bekerja di hotel yang buka 24 jam,
bukan berarti semua karyawan selalu pulang ngaret. Bagi karyawan di bagian guest contact usai jam kerja selalu tepat
waktu sebab karyawan shift berikutnya akan menggantikan.
Namun keadaan berbeda bagi
karyawan di back office, jam kerjanya
mengikuti jam kantoran, 08:00 – 16:00 atau 09:00 – 17:00.
Apakah benar hotelier selalu
pulang telat?
Tulisan ini menyoal departemen
sales marketing hospitality, berdasarkan pengalaman yang dirangkum selama
bekerja di beberapa hotel. Jadi bila tak sama keadaannya, kan jaman berubah,
apalagi dimasa wabah melanda. Setidaknya memberikan sebuah opini untuk masa
mendatang.
Suatu pengalaman tidak perlu
diperdebatkan, karena pengalaman setiap orang berbeda. Asalkan memperkatakan
dengan benar dan tidak mengada-ngada. Kisah ini pernah terjadi di medsos Quora,
pendapat saya diperdebatkan.
Hari Sabtu libur atau masuk kerja?
Saat bergabung di Sheraton Media
Jakarta tahun 2004 – 2008, staf kantor (back office) selalu libur setiap hari
Sabtu. Hanya satu staf bertugas secara bergilir di kantor.
Fungsi bertugas di hari Sabtu agar
dapat menyelesaikan masalah bisnis di hari itu. Bila tamu datang, ia harus
menemui dan berdiskusi dengan tamu. Bertugas hari Sabtu akan diberi pengganti 1
hari libur di hari Senin.
Jadi, bila jumlah staf marketing
12, maka setiap staf bertugas setiap 3 bulan sekali. Staf lain bebas tugas.
Senang bukan?
Namun tahun belakangan, banyak
hotel tidak memberikan libur di hari Sabtu untuk back office. Alasannya acara
perkawinan, ulang tahun, reuni, dinner gathering di Ballroom mengharuskan staf
penjualan hadir.
Apabila Sabtu diberikan sebagai
hari libur, membuat ruang berkumpul bersama keluarga semakin sempit. Bagi yang
sudah berkeluarga, mereka harus pandai mengatur waktu mengurus anak dan
bercengkrama.
Tanggung jawab, loyalitas dan kebahagiaan melayani
Beberapa hotel sangat peduli
terhadap hak karyawan, namun sebagian acuh tak acuh. Memang mereka tidak
menuntut kita bekerja bagai kuda tapi akankah kita diam saja melihat pekerjaan
menumpuk di meja? Ora ilok Bahasa
Jawanya
Saya lebih mengartikannya sebagai bagian
dari tanggung jawab, loyalitas dan
kebahagiaan melayani orang lain. Secara pribadi saya senang bila mampu
membahagiakan setiap tamu yang datang, memberi jalan keluar dan membantunya.
Setiap orang yang memiliki jiwa
hospitality, tanpa harus diminta, mereka akan membantu. Itu sebabnya karyawan
yang telah bertahun-tahun bekerja di dunia hospitality akan sedikit sulit
menerima suasana baru di luar dunia hotel
Sebaliknya seperti staf baru
tadi, ia memilih mengundurkan diri ketimbang pulang selalu telat.
Are you married with the hotel?
Akan hal ini banyak hotelier sama
sekali tidak mempermasalahkannya. Because
of passion!. Tak heran sang suami pernah menyindir Are you married with the hotel?
Bekerja di hotel yang buka 24 jam bukan berarti kita harus melek terus. Kita juga manusia, harus seimbang antara dunia kerja dan dunia gaul. Telpon dari pelanggan, teks dari langganan kita, masakan kita abaikan?
Ternyata suatu hari saya dihadapkan peristiwa
sejenis. Kali ini serangan seorang bapak dari salah satu staf. Ia menelpon “Bu,
kenapa anak saya setiap hari pulang malam?” “Apakah itu dibenarkan menurut
aturan?”
Pertanyaan terlontar karena ia
menjemput anaknya yang telah 2 kali berturut-turut pulang pukul 18:30. Bapak
ini seorang protektif. Bahkan setiap hari ia mengantar dan menjemput anak
perempuannya ke kantor.
Padahal kami tidak melarang
setiap staf pulang tepat waktu. Hanya saja menunda pekerjaan dari hari ke hari
sama dengan membiarkannya bertumpuk. Anda tahu sendiri, hotel pesaing melotot, telat
sedikit tamu pindah kelain hati.
Sejak saat itu, saya selalu
melakukan pendekatan bahwasanya pekerjaan penting dan mendadak saja yang harus
segera diselesaikan. Urgent and important.
Toh masih ada esok hari.
Peristiwa itu akhirnya menjadi
titik balik saya dalam menyeleksi karyawan. Pertama mereka yang telah
berpengalaman di hotel dan fleksibel terhadap jam kerja.
Bercermin dari peristiwa seorang
karyawan yang resign setelah 14 hari bekerja, maka kami selalu memberikan wejangan
melalui teori 7 habits of highly
effective people.
Melalui pelatihan khusus, pola
diubah dari mengharuskan menjadi ajakan. Bila mereka tidak peduli
akan menjadi catatan lembaran appraisal
performance.
Menikmati akhir pekan
Ketika hari pertama bergabung
dengan satu hotel di kota A. Curhatan pertama tim tentang hari Sabtu, agar diliburkan.
Nah lho! Baru saja datang telah dihadapkan tuntutan ini.
Kali ini saya lebih perhatian,
kita semua perlu menghilangkan suntuk setelah 5 hari bekerja. Sabtu dan Minggu
dapat digunakan:
(*) Ke luar kota/negri tetangga
(*) Membaca buku sambil rebahan
(*) Bergaul dengan kawan-kawan di
komunitas gereja
(*) Ke tempat wisata 2-3 jam hanya
duduk-duduk melihat orang seliweran sambil mencari obyek foto
(*) Menikmati pemandangan sawah,
kebun
(*) Bermain gitar dan menyanyi
(*) Mengatur baju-baju di lemari,
sepatu
Kala itu belum mengenal Kompasiana, jadi tidak menulis apapun.
Karena setiap hari selalu jumpa
pelanggan, merasa telah cukup bersosialisasi lalu saya akan menikmati
kesendirian di akhir pekan kala itu dengan kegiatan tersebut.
Bosan? Tidak juga. Bosan bila
kita putus akan harapan hidup di masa depan
Hindari tekanan dalam bekerja, bekerjalah
dengan hati. Gunakan akhir pekan dengan melakukan hobi.
Hadiah berkarir
Terlepas dari tumpukan pekerjaan
dan waktu seharian di hotel, kesempatan berkarir seluas-luasnya menjadi
hadiahnya.
Seorang waiter lalu menjadi
concierge, dari concierge dipromosikan menjadi resepsionis, dari resepsionis ia
melaju ke sales executive. Setahun kemudian sales executive bisa merapat ke
asisten manager.
Seluruh putaran terpancar dari
sikap kita. Bekerja rajin dan tekun akan ada hadiahnya, tidak melulu direcoki jam
kerja. Bila selalu merasa dibebani jam kerja, ya sudah, tak usah kerja di hotel.
Demikian melakukan pekerjaan
sehari-hari tidak menjadikan tekanan karena kita asyik menggauli hobi, bercengkrama dengan keluarga
guna work life balance.
Salam hospitality.
Comments