Work by Heart to Get Worklife Balance

 

Lobby hotel (pixabay.com)

Seorang karyawan, baru saja 14 hari bergabung di bagian sales marketing, tetiba mengajukan surat pengunduran diri.

Setelah melalui tanya jawab, karyawan ini tidak dapat menyesuaikan pola kerja di hotel sehari-hari. Tuturnya setiap hari tiba di rumah, paling awal pukul 20:00, belum lagi dituntut masuk kerja di hari Sabtu.

Begitulah bekerja di dunia perhotelan, mengikuti irama kesibukan hotel. Staf itu bukan berlatar belakang hospitality. Sebelumnya ia sebagai sales executive di bank.

Pada umumnya hotel merekrut staf melalui lowongan kerja di media. Mengapa kami mengambil staf berlatar beda saat itu? Pertama tentu pengalaman mencari nasabah disertai penampilan yang baik.

Jam kerja ngaret

Bekerja di hotel yang buka 24 jam, bukan berarti semua karyawan selalu pulang ngaret. Bagi karyawan di bagian guest contact usai jam kerja selalu tepat waktu sebab karyawan shift berikutnya akan menggantikan.

Namun keadaan berbeda bagi karyawan di back office, jam kerjanya mengikuti jam kantoran, 08:00 – 16:00 atau 09:00 – 17:00.

Apakah benar hotelier selalu pulang telat?

Tulisan ini menyoal departemen sales marketing hospitality, berdasarkan pengalaman yang dirangkum selama bekerja di beberapa hotel. Jadi bila tak sama keadaannya, kan jaman berubah, apalagi dimasa wabah melanda. Setidaknya memberikan sebuah opini untuk masa mendatang.

Suatu pengalaman tidak perlu diperdebatkan, karena pengalaman setiap orang berbeda. Asalkan memperkatakan dengan benar dan tidak mengada-ngada. Kisah ini pernah terjadi di medsos Quora, pendapat saya diperdebatkan.

Hari Sabtu libur atau masuk kerja?

Saat bergabung di Sheraton Media Jakarta tahun 2004 – 2008, staf kantor (back office) selalu libur setiap hari Sabtu. Hanya satu staf bertugas secara bergilir di kantor.

Fungsi bertugas di hari Sabtu agar dapat menyelesaikan masalah bisnis di hari itu. Bila tamu datang, ia harus menemui dan berdiskusi dengan tamu. Bertugas hari Sabtu akan diberi pengganti 1 hari libur di hari Senin.

Jadi, bila jumlah staf marketing 12, maka setiap staf bertugas setiap 3 bulan sekali. Staf lain bebas tugas. Senang bukan?

Namun tahun belakangan, banyak hotel tidak memberikan libur di hari Sabtu untuk back office. Alasannya acara perkawinan, ulang tahun, reuni, dinner gathering di Ballroom mengharuskan staf penjualan hadir.

Apabila Sabtu diberikan sebagai hari libur, membuat ruang berkumpul bersama keluarga semakin sempit. Bagi yang sudah berkeluarga, mereka harus pandai mengatur waktu mengurus anak dan bercengkrama.

Tanggung jawab, loyalitas dan kebahagiaan melayani

Beberapa hotel sangat peduli terhadap hak karyawan, namun sebagian acuh tak acuh. Memang mereka tidak menuntut kita bekerja bagai kuda tapi akankah kita diam saja melihat pekerjaan menumpuk di meja? Ora ilok Bahasa Jawanya

Saya lebih mengartikannya sebagai bagian dari tanggung jawab, loyalitas dan  kebahagiaan melayani orang lain. Secara pribadi saya senang bila mampu membahagiakan setiap tamu yang datang, memberi jalan keluar dan membantunya.

Setiap orang yang memiliki jiwa hospitality, tanpa harus diminta, mereka akan membantu. Itu sebabnya karyawan yang telah bertahun-tahun bekerja di dunia hospitality akan sedikit sulit menerima suasana baru di luar dunia hotel

Sebaliknya seperti staf baru tadi, ia memilih mengundurkan diri ketimbang pulang selalu telat.

Are you married with the hotel?

Akan hal ini banyak hotelier sama sekali tidak mempermasalahkannya. Because of passion!. Tak heran sang suami pernah menyindir Are you married with the hotel?  

Tim marketing hotel (foto celestineP)

Bekerja di hotel yang buka 24 jam bukan berarti kita harus melek terus. Kita juga manusia, harus seimbang antara dunia kerja dan dunia gaul. Telpon dari pelanggan, teks dari langganan kita, masakan kita abaikan?

Ternyata suatu hari saya dihadapkan peristiwa sejenis. Kali ini serangan seorang bapak dari salah satu staf. Ia menelpon “Bu, kenapa anak saya setiap hari pulang malam?” “Apakah itu dibenarkan menurut aturan?”

Pertanyaan terlontar karena ia menjemput anaknya yang telah 2 kali berturut-turut pulang pukul 18:30. Bapak ini seorang protektif. Bahkan setiap hari ia mengantar dan menjemput anak perempuannya ke kantor.

Padahal kami tidak melarang setiap staf pulang tepat waktu. Hanya saja menunda pekerjaan dari hari ke hari sama dengan membiarkannya bertumpuk. Anda tahu sendiri, hotel pesaing melotot, telat sedikit tamu pindah kelain hati.

Sejak saat itu, saya selalu melakukan pendekatan bahwasanya pekerjaan penting dan mendadak saja yang harus segera diselesaikan. Urgent and important. Toh masih ada esok hari.

Peristiwa itu akhirnya menjadi titik balik saya dalam menyeleksi karyawan. Pertama mereka yang telah berpengalaman di hotel dan fleksibel terhadap jam kerja.

Bercermin dari peristiwa seorang karyawan yang resign setelah 14 hari bekerja, maka kami selalu memberikan wejangan melalui teori 7 habits of highly effective people.

Melalui pelatihan khusus, pola diubah dari mengharuskan menjadi ajakan. Bila mereka tidak peduli akan menjadi catatan lembaran appraisal performance.

Menikmati akhir pekan

Ketika hari pertama bergabung dengan satu hotel di kota A. Curhatan pertama tim tentang hari Sabtu, agar diliburkan. Nah lho! Baru saja datang telah dihadapkan tuntutan ini.

Kali ini saya lebih perhatian, kita semua perlu menghilangkan suntuk setelah 5 hari bekerja. Sabtu dan Minggu dapat digunakan:

(*) Ke luar kota/negri tetangga

(*) Membaca buku sambil rebahan

(*) Bergaul dengan kawan-kawan di komunitas gereja

(*) Ke tempat wisata 2-3 jam hanya duduk-duduk melihat orang seliweran sambil mencari obyek foto

(*) Menikmati pemandangan sawah, kebun

(*) Bermain gitar dan menyanyi

(*) Mengatur baju-baju di lemari, sepatu

Kala itu belum mengenal Kompasiana, jadi tidak menulis apapun.

Karena setiap hari selalu jumpa pelanggan, merasa telah cukup bersosialisasi lalu saya akan menikmati kesendirian di akhir pekan kala itu dengan kegiatan tersebut.

Bosan? Tidak juga. Bosan bila kita putus akan harapan hidup di masa depan

Hindari tekanan dalam bekerja, bekerjalah dengan hati. Gunakan akhir pekan dengan melakukan hobi.

Hadiah berkarir

Terlepas dari tumpukan pekerjaan dan waktu seharian di hotel, kesempatan berkarir seluas-luasnya menjadi hadiahnya.

Seorang waiter lalu menjadi concierge, dari concierge dipromosikan menjadi resepsionis, dari resepsionis ia melaju ke sales executive. Setahun kemudian sales executive bisa merapat ke asisten manager.

Seluruh putaran terpancar dari sikap kita. Bekerja rajin dan tekun akan ada hadiahnya, tidak melulu direcoki jam kerja. Bila selalu merasa dibebani jam kerja, ya sudah, tak usah kerja di hotel.

Demikian melakukan pekerjaan sehari-hari tidak menjadikan tekanan karena kita asyik  menggauli hobi, bercengkrama dengan keluarga guna work life balance.

Salam hospitality.

Comments