Pertama kali saya menyapanya
dalam kolom komentar Kompasiana dengan sebutan Abang. Maklumlah baru beberapa
hari menjadi Kompasianer.
Setelah membaca banyak postingan sebelumnya
juga di kolom komentar, saya menggantinya dengan sebutan Opa Tjiptadinata. Hal
sama terjadi, saya pernah memanggil Om pada Romo Bobby (Ruang Berbagi). Begitulah
berkomunikasi dalam goresan pena tanpa mengenal secara fisik.
Melalui unggahan-unggahan Opa
Tjiptadinata Effendi, Kompasianer level Maestro, sayapun mengenal pendamping
Opa Tjip yaitu Ibunda Roselina Tjiptadinata. Saya menyapanya ibunda Rose,
kadang memanggil Oma Lina.
Pasangan ini memiliki kesukaan
sama yaitu menulis. Ketika sang maestro Kompasianer, Opa Tjip mencetuskan
semangat ‘one day one article”,
sangat menyemangati saya agar menulis konsisten.
Bila tulisan penyandang rangking #1
ini terlewatkan, sayapun membacanya sekaligus. Tulisan yang dinantikan, singkat,
inspiratif, bermanfaat, menarik kadang menghibur.
Halnya Ibunda Rose, mendapat 10
kali berturut-turut K-Reward dalam usia 77 tahun di Kompasiana Kaleidoskop
2020. Beliau termasuk dalam 20 Kompasianer teraktif. Prestasi gemilang.
Saya mengenal Opa Tjiptadinata
dan Ibu Rose sebagai Kompasianer aktif. Tinggal di Australia setelah perjalanan
dari kota ke kota, pulau di Indonesia, serta negri sebrang. Pasangan ini kompak
menulis, saling berbagi kepada pembaca dengan
materi tulisan berbeda diantara keduanya setiap hari.
Melalui tulisan, mereka
menghidupkan cinta kasih berdua, berkisah tentang hal-hal romantik, menyatukan hati,
menunjukkan keteladanan. Siapa tidak iri? Buatan kopi sang istripun menjadi
bahan postingan Opa Tjip.
Tanggal 2 Januari 2021 kemarin,
mereka merayakan hari pernikahan ke-56. Mengagumkan!. Hidup berjuang dalam bahtera pernikahan
selama 56 tahun adalah sebuah great value.
Tampak foto pernikahan dalam tulisan di Kompasiana hari itu , imut-imut, cantik
dan tampan.
Toleransi, menghargai sesama, low profile, pantang menyerah, penyerahan
hidup melalui doa, kerap menginspirasi kita
dalam tulisannya. Hal ini semakin menguatkan cita-citaku agar menulis sesuatu
yang positif. Harus ada sesuatu yang dibagikan kepada pembaca.
Saya tertawa ketika postingan 2
artikel berisi candaan persiapan Kompasianival. Anggaran milyaran dan susunan
komite yang aduhai, pesta gegap gempita menyambut acara bergengsi Kompasiana
itu.
Kesayangannya terhadap anak ayam
peliharaan yang tersapu banjir membuatnya meratapi seharian. Hingga ayam
bertelur di telapak tangan dan berakhir dengan tidak menyukai daging ayam.
Tulisan yang menyentuh hati.
Telah banyak Kompasianer memuat
tulisan apresiasi tentang Opa Tjip dan Ibunda Rose. Diketahui, merekalah orang
tua teladan setiap pembaca. Tiada yang disembunyikan dari kisah sedih dan
bahagianya alam kehidupan. Kompasiana seolah catatan diary.
Membagi waktu untuk kegiatan
menulis, mencipta tema, selalu saja ada suatu hikmah baru untuk dipelajari
setiap hari.
Hidup adalah sekolah terbaik,
pengalaman adalah guru terbaik karena memberikan pelajaran yang tidak pernah
diajarkan. Universitas yang tidak berijasah, menurut Opa Tjip. Inilah pelajaran
yang dapat kita petik dari perjalanan Opa Tjip dan Ibunda Rose.
Dalam mengarungi kehidupan, pasti
ada badai. Opa Tjip menjelaskan badai kehidupan telah berlalu, kini dengan
Ibunda Rose, berdua menikmatinya bersama anak-anak terkasih, serta cucu-cucu.
Selamat hari pernikahan ke-56 kepada
kedua Kompasianer terkasih Opa Tjiptadinata dan Ibunda Roselina Tjiptadinata.
Tulisan ini sebagai penghargaan
saya sebagai Kompasianer muda yang banyak belajar melalui tulisan bernilai dari
beliau.
Salam hangat,
Celestine Patterson
Jakarta, 3 Januari 2021
Comments