Sakit Sesaat Tiada Sesal Kemudian

 

Sejarah akan mencatat peristiwa langka yang mendunia ini 

(ilustrasi pixabay)

Seorang kawan terbirit-birit ketika ada cecak di ruang kerjaku. Sementara saya menanggapinya biasa saja. Ah, cuma cecak! Kawanku yang lain menjerit saat melihat kecoa. Bila saya kepergok kecoa, cukup menyemprotnya dengan pembasmi serangga.

Pembaca yang budiman mungkin berpendapat, saya orang yang kolokan saat jarum suntik ditancap ke badan. Saya akan menangis tersedu-sedu, lebay.

Biasanya saya menyiapkan bala bantuan agar dapat menenangkan tangisan dengan cara memegang sebelah tangan. Yah, memang macam anak kecil.

Masakan pula saya harus membawa keluarga untuk menenangkan saya disuntik vaksin? Duh.

Saya teringat saatku kecil disuntik vaksin cacar yang membekas besar di lengan kiriku. Saya ingat benar peristiwa itu. Ayah dan guru memegangi tanganku kemudian kawan-kawan sekelas banyak yang menangis terpancing jeritan tangisku. Hehe..

Merekapun banyak yang menangis. Maklumlah masih kelas 1 SD. Akhirnya satu kelas penuh tangisan gegara suntikan vaksin cacar. Tangisanpun beruntun.

Terakhir saya disuntik ketika tes darah sebagai syarat masuk kerja di Cambridge Hotel Medan tahun 2019. Itu terjadi di RS Siloam Simatupang. Ketika seorang di sana mau melakukan suntikan, saya minta dipanggilkan seseorang untuk saya pegang tangannya.

Abang itu terkejut melihat saya ketakutan. Sayapun tak banyak cakap, hanya berujar “ya itu lebih baik daripada saya tidak lolos persyaratan”. Sulit menerangkan kepadanya.

Derita terbesarku yaitu ketika terbaring di RS karena oprasi myoma, yaitu sejenis tumor jinak dalam kandungan. Setiap hari diberikan suntikan tambahan darah 2 tabung plastik, selain itu diinfus juga.

Sakitnya tidak terkira. Tiga kerabat menenangkan isak tangisku. Jauh sebelum itu suntikan saat melahirkan. Setiap peristiwa suntikan jarum selalu ingat dan tidak pernah terlupa baik tempat maupun waktu.

Kini saya akan berhadapan dengan suntikan vaksin covid 19. Paling tidak saya akan membawa salah seorang keluarga agar menenangkan. Takut? Sedikit ketakutan sih namun apa daya, daripada kena serangan virus.

Mengapa saya takut jarum suntik? Hal ini yang belum saya dapatkan jawabannya. Sulit diterangkan. Adakah trauma sejak kecil? Tiada juga.

Tidak ada seorangpun dari keluargaku bersikap seperti saya kala menghadapi jarum suntik. Tapi saya akan tenang jika tangan kanan dipegang suami misalnya, atau anak, kakak.

Jika tidak ada seorangpun di sana, saya memanggil seseorang hanya untuk tempat berpegangan dan mengajaknya bicara.

 Tiada sedikitpun keraguan akan vaksin covid-19. Pasalnya ketika SD antrian suntikan vaksin cacar di sekolah menjadi bukti saya sehat-sehat saja selama ini. Bayangkan jika tidak ada vaksin cacar, mungkin wajah saya dan teman sekelas bopeng semua.

Begitupun sejarah akan mencatat peristiwa suntikan vaksin covid-19 saat anak cucu besar kelak. Sama halnya dengan kisah vaksin cacar di kelas 1 SD dulu yang tidak terlupakan.

Menurut kabar, sebelum disuntik vaksin disediakan formulir singkat seputar kondisi tubuh. Pada saat itulah saya akan persiapkan. Lalu saya akan memberitahukan fobia jarum suntik agar diperbolehkan seseorang menjadi pegangan.

Semoga suntikan vaksin covid-19 kelak berjalan lancar. Setidaknya saya tidak membuat malu orang sekeliling atau disangka lebay.

(*) Artikel ini menjadi artikel pilihan di Kompasiana.com


Comments