Awan Putih dari Jendela Pesawatku

Hobiku melancong seorang diri. Selama pandemi, aku berpesawat 4 kali. Setelah itu #bekerjadarirumah.

Demikian kesenangan menikmati kota-kota baru, bekerja sekaligus memperdalam pengetahuan budaya. Mempelajari adat setempat, kuliner baru, museum, festival seni, lomba melukis layangan.

Pergi ke luar pulau menempuh jalur udara. naik pesawat terbang yang menyenangkan. Apalagi berkeliling kota sekaligus berwisata.

(ilustrasi pixabay)

Aku gemar berpesawat, tempat duduk disamping jendela selalu menjadi pilihan. Bahkan aku siap membayar biaya tambahan untuk tempat duduk asalkan kudapat memandang awan dari jendela kecil itu.

Melihat pemandangan sebelum terbang dan mendarat. Jam keberangkatan favorit, pagi hingga petang  hari. Kecuali bila aku pulang ke Malaysia, berkunjung ke Singapore, melewati malam lebih kusukai.

Aku selalu berkacamata gelap jika melewati siang hari agar dapat memandang warna langit biru walau sejauh mata memandang hanya awan putih dari jendela kecil.

Apa sih senangnya naik pesawat? Aku senang melihat orang hilir mudik dengan fesyen aneka model. Corak gaya masing-masing.

Perempuan umur paruh baya itu memakai rok panjang, bersepatu cats, terlintas sederhana dan energik. Ada pula remaja itu gayanya seronok hingga memancing para pria menoleh.

Senang melihat ibu muda itu, bergaya model turis Hongkong, dan ia yang di tepi kursi itu bergaya Britney saat remaja. Ia yang bersandal merek terkenal, gaya kantoran hingga paling modis sekalipun.

Kemudian sekelompok pria, wanita berseragam datang. Pilot, pramugari, pramugara semua molek, comel. Pilot  gagah nian sampai-sampai mainan teman kurebut saat kecil karena mainan kapal terbang itu berseragam pilot.

Oh, lamunanku melayang.

Dua jam sebelum boarding, aku tiba di bandara. Melihat-lihat buku, tempat cedera mata. Makanan berat kuhindari 2 jam sebelum keberangkatan, kecuali roti untuk menahan lapar agar perut tidak bereaksi, mencegah sering ke kamar kecil. Minum secukupnya khusus selama 3 jam penerbangan.

Saat menuju pesawat, kupatuhi seluruh aturan. Tersenyum kepada pramugari, pramugara. Itulah kehebatan pelayanan kepada setiap penumpang. Bekerja setiap hari di ketinggian.

Tibalah take-off, aku hindari tidur di pesawat. Untung aku tidur lebih awal kemarin malam.

Hari nan cerah, langit biru mempesona. Melihat awan mengasyikan, anganpun tinggi melayang. Setinggi aku di kapal terbang. Fantasiku menjadi burung lalu menerobos gumpalan awan.

Gumpalan awanpun kelabu, oh mendung akan tiba. Tetiba hujan berkelebat, tampak kilat petir. Pesawat bergoncang, turbulensi. Penumpang panik. Syukurlah hanya sekejap, pesawatpun kembali normal.

Seorang anak kecil di belakangku duduk menangis terus-terusan. Sang pramugari membantu. Ibunda yang menggendong panik, tak kuasa menahan tangis sang anak. Mungkin buah hatinya sakit. Penumpang lainpun bersabar.

Sang pramugari membagikan makan siang. Aku makan sedikit saja dengan penutup pudding berwarna merah.

Selama perjalanan, aku tidak memikirkan apa yang akan kulakukan setelah mendarat nanti.  Menjalani menit demi menit hanya tertuju kepada Sang Khalik saja.

Aku memandang  gumpalan awan, mengaguminya sementara hati terpaut kepadaNya. Pikirku, apa yang akan kuperbuat bila tak sampai di sebrang. Aku luruskan antena jiwa dan roh.

Apakah itu wujud dari ketakutan? Takut adalah manusiawi namun dibayang-bayangi ketakutan terus-menerus akan menjadi kengerian.

Pasrahkan raga namun jiwa, hati tetap terpaut denganNya. Berikan hati, pikiran bersih agar Dia mendengar rengekan kita.

Katakan pada hati, apapun yang terjadi dalam perjalanan ini, aku menyerahkan hidup, raga, jiwa sepenuh hanya pada Dia. Doakan pilot, crew agar bekerja dengan tenang.

Saat hati damai, kuatir takkan lagi menerpa apalagi cemas di tempat ketinggian. Manusia tak luput dari  perasaan kuatir. Kuatir berlebihan hanya membuat hati gelisah. Apabila lelah, tidurlah, toh roh dan jiwa masih terpaut. Raga boleh lenyap namun roh tetap hidup.

Menengok jendela dalam gelap. Tampak rumah-rumah menyemut, kerlap kerlip lampu seperti deretan lilin terang.

Waktu mendarat, semua penumpang bersiap. Tersenyum, ucapkan terima kasih kepada pilot dan pramugari. Hari ini berkah keselamatan menaungi. Esok akan mengulangnya kembali.

Seorang pria bersujud di tanah tempat yang baru dipijak. Ibu berkerudung coklat itu mengangkat kedua tangan. Mereka orang-orang yang mengucap syukur karena diberikan keselamatan dalam perjalanan.

Turut berduka kepada keluarga seluruh penumpang pesawat Sriwijaya Air SJ-182. Kematian dan kehidupan ada dalam kuasaNya.

Tiada seorangpun tahu bila saatnya.


*Artikel ini menjadi artikel pilihan pada Kompasiana.com

Comments