Pada hari natal, saat kanak-kanak, saya bersama adik selalu mendapat kado dari Sinterklas. Kado–kado itu ada di depan pintu rumah. Setiap natal di pagi hari, saya dan adik cepat-cepat membuka pintu, ada 2 bungkus kado di sana.
Saya dan adik meminta agar Sinterklas
memberi hadiah. Ternyata benar, kado itu tas sekolah yang saya impikan, lalu
adikku mendapat mainan robot sesuai harapannya.
Setelah beranjak remaja, saya
tahu, ibulah yang menyiapkan kado-kado itu. Ia membungkus dan menaruhnya disana.
Tentu saja hadiah itu selalu sesuai harapan karena ibu paham keinginan saya dan
adik.
Siang
harinya kami mendapat hadiah lagi dari Sinterklas di sekolah minggu. Satu
persatu Santa menggendong anak-anak kemudian memberi hadiah. Akhirnya saya tahu,
ibu yang membeli kado itu. Itulah kesan masa kecil.
Pemberian hadiah di hari natal telah
menjadi tradisi kristiani. Dalam salah satu sejarahnya indentik dengan
pemberian hadiah kepada bayi Yesus yang lahir ke dunia, kemudian 3 orang majus
memberikan emas, mur dan kemenyan sebagai tanda sukacita.
Tradisi ini menjadi turun temurun
hingga sekarang. Kedua anakku menabung jauh-jauh hari sebelum hari natal tiba
agar dapat menyiapkannya. Masing-masing membungkusnya secara rahasia. Jadilah 4
kado itu diletakkan dibawah pohon natal.
Enam tahun berlalu, terakhir keluarga
kami berkumpul, cara tukar kado sedikit berbeda. Bulan Desember awal kami sudah
menentukan siapa pemberi dan penerima.
Akhirnya saya mendapat alat
kosmetik, ayah mendapat dompet, si sulung beroleh hadiah sepatu, si bungsu
menerima ipad baru. Masing-masing menabung, jadi sesuai kemampuan.
Ketika natal bersama keluarga
besar enam tahun lalu, sekitar 17 saudara berkumpul, tua muda, besar kecil.
Semua kado harus dibungkus koran. Jadi setiap orang tidak menandai kado tertentu.
Harga kado minimum 50 ribu rupiah.
Senang juga saat kado dibuka.
Saya mendapat coklat. Hadiah lain
berupa dompet, hairdryer mungil, tas
tangan, cukur jenggot, eye shadow, baju kemeja, baju batik, kaos, dll.
Hadiah lainnya berupa kamera, box besar berisi
amplop putih yang ternyata terdapat 3 box kado didalamnya, berisi uang 300
ribu.
Memang beberapa
kado dikemas semenarik mungkin, agar suasana meriah. Alangkah lebih baik jika
tukar kado berisi benda tahan lama dan awet. Selain dapat dipakai sehari-hari
juga menjadi kenangan.
Memberi mengajari kita agar tulus hati melakukannya (source pixabay)
Di kantor, kami rayakan dengan
tim kecil. Seperti biasa kado dibungkus bekas koran. Kali ini panitia natal
tidak menentukan harga kado. Jadi sesuka kami saja membungkus. Namun siapa
memberi sesuatu yang bernilai, ia akan menerima kembali jauh lebih berharga.
Ada yang memberi kado buku agenda, jam meja, bantal kursi hello kitty,
T-shirt, baju batik, selimut tipis, gelas sinterklas. Memberi kado harus
dengan hati tulus Apapun jenis kado yang didapat, harus diterima dengan baik. Jangan
sampai mengomel, cemberut karena kado kurang bernilai.
Di hotel-hotel, Sinterklas
berkelintaran di area hotel, membawa kantong lalu membagikan sesuatu kepada
anak-anak yang dijumpai di lobby, tepi kolam, restoran, halaman hotel. Kantong
kaos kaki berukuran jumbo itu dibawa Santa, berisi coklat, permen, cookies.
Kemudian anak-anak itu satu persatu berfoto bersama Sinterklas.
Makna
memberi kado yaitu mengajarkan kita agar menghargai setiap pemberian walaupun
kurang bernilai bagi si penerima. Hati tulus memberi memang sukar dalam
pelaksanaannya. Begitupun dalam hal menerima sesuatu, harus dengan ucapan
syukur.
Meski wabah corona masih menerpa,
kita masih dapat memberi kado. Acara natal di gereja ditiadakan, perayaan natal
diadakan secara virtual, anak-anak sekolah minggu merayakannya melalui virtual.
Nah saatnya orang tua menciptakan suasana natal nan meriah di rumah
masing-masing.
Untuk menghindari kerumunan di
toko kado, belilah secara online.
Tukar kado memang menambah meriah suasana natal. Takperlu mahal, terpenting seluruh anggota keluarga bahagia.
Comments