Sisa Makanan yang Terhimpit Aturan

 

By eating many fruits and vegetables in place of fast food and junk food, people could avoid obesity

(gambar ilustrasi pixabay.com)

Entah mengapa banyak kawan saya selalu menyisakan makanan di piring selesai menyantapnya. Setiap makan selalu saja ada yang terbuang.

Beruntunglah sejak kecil kami selalu diajarkan tidak boleh membuang makanan. Apalagi makanan yang dibuat ibu. Mengambil makanan secukupnya, itu nasehatnya.

Sebenarnya saya senang memasak. Sejak perpindahan dari satu kota ke kota lain urusan memasak jadi terabaikan. Bila memaksa, jajan diluar, inipun jarang saya lakukan sebab kebersihan makanan nomor satu.

Menu di rumah sederhana saja, Ketika kami masih berkumpul, setiap hari makanan yang dimasak tidak sesulit memasak menu Indonesia. Bahan masakan yang telah tersedia biasanya telur, ikan, roti-rotian, sayuran hijau ditambah buah.

Untuk menikmati menu Indonesia, sesekali saja jajan diluar. Selain lebih sulit membuatnya juga memasaknya membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Tengok saja menu ikan kakap, opor ayam, rending daging, sayur asem kesukaanku. Tapi kini banyak bumbu masakan yang instan, nah ini banyak membantu para ibu yang ingin cepat saji.

Memakan daging ayam, sea food sesekali saja. Ibu jarang membuat makanan dari bahan daging-dagingan, gantinya yaitu ikan selalu tersedia. Sushi hampir tersedia setiap hari. Selebihnya jika ingin menikmati makanan diluar menu itu, sesekali jajan di luar saja.

Jajan diluar sebenarnya tidak dilarang, namun kami tidak terbiasa. Makanan rumah sepertinya lebih nikmat daripada makanan manapun.

Sejak anak pertama menikahi gadis Brazil 5 tahun lalu dan sayapun kerap berpindah dari satu kota ke kota lain, otomatis tiada lagi acara masak memasak. Apalagi suami dalam kontrak kerja di negara tetangga serta anak perempuan studi di Jakarta. Namun saya telah berpesan pada kedua anak agar jangan menyisakan makanan di piring.

Karena menu sederhana itu, maka kami jarang membuang makanan. Menu yang diolah dapat disantap semua dan cepat tersaji.

Selama berkecimpung di dunia hotel, hal ini yang saya pahami, umumnya di restoran yang menyediakan buffet (prasmanan), pengunjung sering menyisakan makanan di piring padahal ala prasmanan. Ini mengakibatkan menumpuknya sampah basah di plastik hitam

Sementara bagian produk makanan (FB product) dibawah Executive Chef harus selalu cermat membuat perkiraan jumlah pengunjung ke restoran setiap harinya. Hingga saat ini, makanan bersisa hanya sebatas berakhir di plastik hitam.

Sedikit pengetahuan yang erat hubungannya dengan sisa makanan dari hotel berbintang, bila makanan berlebihan dari meja prasmanan tetap masuk dalam plastik sampah basah. Telah menjadi standar dalam peraturan yang ketat, makanan tersisa di meja prasmanan dari setiap acara di hotel, dilarang untuk diolah kembali, disajikan pada café karyawan, atau diberikan kepada siapapun.

Tidak dapat dipungkiri, pasti ada saja hotel yang nakal untuk mendaur ulang. Akibatnya tentu berdampak terhadap layanan produk hotel/restoran yang tidak prima terhadap tamu dan menyalahi standar hotel berbintang.

Demikian pula dengan makanan tersaji di buffet pada acara perkawinan, ulang tahun, pertemuan, bila masih tersisa, akan masuk plastik hitam. Saya menyebutnya plastik hitam karena makanan itu bukanlah sampah namun makanan bersisa yang masih layak dimakan.

Bagaimana bila keluarga penyelenggara acara meminta makanan dibawa pulang? Menurut SOP (Standard Operating Procedure), tetap dilarang membawa makanan di buffet ke rumah atau untuk disantap beberapa jam kemudian di luar hotel.

Bagaimana bila ia memaksanya? Tetap dilarang, namun ada satu kekecualian, bila penyelenggara acara ngotot ingin membawa kelebihan makanan ke rumah, pihak pembawa harus membuat surat perjanjian yang menyatakan bahwa pihak hotel tidak bertanggung jawab atas sesuatu yang terhadap makanan itu.

Surat perjanjian itu dibubuhi materai serta ditandatangani kedua belah pihak. Hal ini guna menghindari suatu gugatan jika terjadi sesuatu hal yang mendatangkan kerugian terhadap hotel. Hal ini berdasarkan pengalaman saja ya, bukanlah standar hotel yang merujuk pada peraturan hotel.

Memang aturannya seketat itu sebab kita tidak tahu kapan seseorang memakannya. Apalagi bila makanan itu telah masuk lemari pendingin, mengandung santan, mengandung mayonnaise yang mengundang bakteri dengan cepat.

Keterikatan peraturan itu, menghasilkan sisa makanan berlimpah. Di satu pihak terpaku terhadap peraturan hotel, disatu sisi banyak saudara-saudara kita menderita kelaparan bahkan kekurangan gizi.

Mengutip dari Kompas.com tertanggal 29 September 2020, melihat kenyataan ini, Ibu Astrid beserta sang suami, pendiri FoodCycle lewat gerakan #ZeroFoodWaste #Zerohunger ingin mengurangi sampah makanan serta membantu kelaparan di Indonesia. Selanjutnya dapat dilihat di sini.

Salah satu sumber foodwaste itu berasal dari acara pernikahan di hotel-hotel seperti terurai di atas.

Kembali kepada lingkungan keluarga, cara yang ampuh sejak dini berikanlah contoh teladan pada anak-anak kita agar menghargai makanan yang telah tersedia, menyantap habis, bersih di piring.

Mudah-mudahan dengan contoh teladan dimulai dari kita, negara ini tidak lagi menjadi penghasil limbah makanan peringkat ke-2 tertinggi di dunia di masa mendatang.

Semoga.

Comments