Hidup Sederhana Itu Menyenangkan

 


“Jika kamu menghakimi orang, kamu tidak punya waktu untuk mencintai mereka” (Mother Teresa)

(Photo ilustrasi pixabay.com)

Suatu sore, hujan rintik membasahi rerumputan, saya ditemani 2 kawan berlindung di bawah pohon lobi-lobi. Lalu kami kumpulkan lobi-lobi dalam tas.

Tetiba, seorang tentara lewat dengan senapan ditangan, tanyanya  “Adek sedang apa disini?”

Langsung saja kami ketakutan, lari terbirit-birit pulang.

Setiba di rumah saya mencari Ibu sambil memberikan buah lobi-lobi. “Mami, shall we pray?”

sambil ketakutan saya minta Ibu berdoa dengan saya. Ibu terheran-heran, namun ia lakukan saja.

Usai berdoa, saya ceritakan kisah tadi. Ibu menyimak sambil tersenyum.

Setelah dewasa saya paham, tentara itu hanya menyapa saja, tapi kami ketakutan karena memunguti buah lobi-lobi di kebun orang.

Bila ada anak yang amat menyesal ketika Ibu tiada, itulah saya.

Suatu hari, Ibu minta dibelikan pensil alis mata. Sehari-hari ia hanya berdandan tipis saja. Entah mengapa, saya selalu lupa membelikannya.

Waktu terlewati ditelan kesibukan, ketika ibu tiada, saya teringat akan permintaan yang terlupakan itu.

Semasa kedua anakku masih bayi, ibulah yang mengawasi hingga kanak-kanak,  selain Tika, yang telah bersama kami sejak saya kecil.

Ketika anakku memasuki taman kanak, keadaan rumah menjadi sunyi. Hanya ibu dan Tika. Itupun jika Tika takpulang kampung menengok keluarganya.

Setiap akhir pekan, kami sekeluarga rutin bertemu ibu setelah ditinggal ayah. Ibunda berdarah Jepang ini tampak bahagia, ketika kami sekeluarga sesekali menginap di rumah.

Kupandangi semua benda peninggalan di sekeliling rumah, dalam ingatanku kini menjadi suatu kenangan indah. Tersenyum sekaligus mengoyak kerinduan.

Beberapa bulan berselang, kakakku kuatir dengan keadaan ibu, apalagi Tika yang hampir setiap minggu pulang kampung.

Setelah melalui perundingan yang cermat, kakakku memutuskan untuk membawa ibu ke Villa Bilabong Tujuannya agar ibu ditemani banyak kawan disana. Seorang suster akan menemani.

Villa ini dikelilingi pemandangan hijau nan indah, diperuntukan bagi lanjut usia agar tenang beribadah.

Tika terpaksa dirumahkan. Kesedihan ibu tampak di raut wajahnya ketika berpisah dengan Tika.

Acara rutin di Villa yaitu saat teduh, berolahraga, karaoke lagu-lagu rohani, diselingi ceramah keagamaan, khotbah dari Pastor, Suster.

Setiap akhir pekan kami berkunjung. Acapkali kami hendak pulang, ibu selalu ingin ikut. Kami sedih merasakan hati ibu ditinggal sendirian, sementara jauh dari kami.

Minggu berikutnya, di hari ke 14, saya menemukan buku catatan Ibu. Saya baca perlahan, kata demi kata.

“ Hidup sederhana itu menyenangkan.

Kini aku telah sampai senja kala dalam hidup

Dunia penuh dengan hiruk pikuk tentang uang, kekuasaan, kepuasaan.

Namun aku lepas dari peredaran dan menemukan kesenangan dengan cara sederhana, yang dapat dilakukan setiap orang.

Sekarang aku semakin kurang untuk menikmati udara bebas.

Kulakukan apa saja yang membuat diriku senang. Pendengaranku telah menurun, kurang dapat menikmati merdunya nyanyian, tertawa riang, kicau burung, atau desiran angin pada dedaunan.

Mataku kurang dapat menikmati buku, bintang-bintang di malam hari, bulan purnama, matahari terbit dan terbenam, bunga-bunga nan indah di taman, serta bukit di kejauhan.

Makanan tidak semua dapat kusantap seperti dulu. Pesta, restoran, bukan tempat yang mengasyikan.

Aku telah mengenyam kesenangan

Sekarang aku ingin pulang “

Saya menyimpannya, lalu kutunjukkan pada kakakku. Kakak terbesar menasehati ibu agar bersabar. Akhirnya kami pulang satu persatu, meninggalkan ibu bersama suster.

Hampir genap satu bulan ibu disana, kami berencana merayakan ulang tahunnya yang ke 78. Kami disibukkan membeli hadiah untuk ibu. Kakakku membawa anggrek, saya membawa baju baru. Dua kakakku membawa penganan kesukaannya.

Tibalah hari ulang tahun Ibu. Kakak terbesar menghubungi ketiga adiknya serta keluarga besar bahwa ibu ada dirumahnya. Jadi kami akan merayakan ulang tahun ibu di rumah kakakku itu. Ternyata ibu merengek pada suster di Villa untuk mengantar ke rumah kakak.

Kami semua telah berkumpul, Ibu berjalan ke kamar, lalu berbaring ditempat tidur. Tepat dihari ulang tahunnya, ibu meninggalkan kami. Firasatnya ingin berpulang, beristirahat selamanya.

Watashi wa anata o aishteimasu, mami

Comments