Mengampuni

 

"Forgive others not because they deserve forgiveness but because you deserve peace"

Seorang dokter menceritakan, belum lama ini  kawannya didatangi oleh seorang ibu yang mempunyai  penyakit serius.

Kawan saya tadi mengetahui ibu ini tidak rukun dengan saudara perempuannya. Iapun bercerita tentang awal penyakit menyerangnya.

Kemudian kawan tersebut memandang lurus, penuh persahabatan, sambil berkata “Ampunilah saudara perempuanmu itu!”

Ibu ini tampak heran, sambil menjawab: “Saya tidak dapat mengampuni saudaraku itu”.

“Nah, jika demikian  cintailah kanker pada perut ibu” timpalnya

Beberapa minggu kemudian, kawan tadi berjumpa lagi. Dengan lincah ia mendekati, katanya;

“Saya telah menemui saudara perempuan saya dan saya memaafkannya, kami akrab sekarang. Perutku tak merasakan nyeri apapun".

Ketika remaja saya pernah terserang penyakit maag. Penyakit yang menyerang lambung ini, terkadang membuatku pingsan. Jika kambuh, perut serasa teriris, pedih sekali.

Suatu ketika, seorang dokter menasehati agar saya membuang segala kebencian, iri hati, terhadap siapapun. Alhasil penyakit itu hilang, hingga kini tak pernah muncul kembali. Ajaib!

Ini adalah sebuah pilihan. Kita akan membuangnya atau penyakit itu menetap.

Bagaimana mengampuni

Perbuatan mengampuni tidaklah mudah. Dibutuhkan keinginan sepenuh hati untuk mengucapkan, melupakan lalu membuangnya.

>> Jika perasaan anda tersinggung oleh suatu hal, maka luka dalam jiwa itu segera obati dengan yodium khusus, yaitu doa. Bila  hal  ini tidak dilakukan, luka itu akan lebih nyeri.

>> Jika perasaan dendam itu telah melekat pada jiwa, buka pintu dan buanglah kesedihan itu.

>> Dendam hanya mendatangkan penyakit. Sadarlah akan hal ini maka kebencian akan hilang

Suatu hari, ketika saya duduk di bangku kuliah, saya memohon kepada ayah agar dibelikan buku. Entah karena ia sibuk atau tidak fokus pikirannya, ayah berkata ‘nanti. Anda tahu jawaban penuh janji tanpa ditepati itu melukai hati. Saya menyimpannya penuh kebencian bertahun-tahun.

Dalam kendaraan melaju, teringat sikap dan perilaku saya terhadap orang tua. Saya tertegun berakhir dengan tetesan air mata. Betapa saya egois karena keinginan yang selalu ingin dituruti. 

Seketika ada sesuatu menggerakkan hati agar dapat membuang  perasaan benci itu. Dorongan agar saya mempercakapkannya padaNya, membuka hati, mohon ampunan Tuhan. 

Jika saya tidak mengampuni ayahku, Tuhanpun tidak akan mengampuni saya. “Si vous ne pardonnex pas aux hommes votre Pere ne vous pardonnera pas non plus”

Tindakan mengampuni untuk kepentingan diri semata.

Comments