Jika kematian menghampiri

 

Lost time is never found again

(picture pixabay.com)

Suatu hari saya berhadapan dengan seorang tamu hotel bernama Joe (nama disamarkan) berwarganegara Amerika, Ia berencana tinggal lama di kota Abc. Menurut penuturannya untuk suatu bisnis di kota itu.

Kami pun berdiskusi tentang harga kamar yang ditawarnya. Keterangan yang ditambahkan, hanya memerlukan kamar tidak termasuk makan pagi. Seorang diri saja. Ia memesan untuk 5 hari lamanya.

Namun ia menghubungiku kembali setelah kedatangan pertama kali ke hotel.  Ia berniat memperpanjang masa tinggal 5 hari. Setelah selesai semua pembayaran kamar, kami jarang bertemu apalagi berkomunikasi.

Berganti-ganti perempuan

Ketika saya sedang berbincang dengan beberapa tamu di lobby, terlihat Joe dengan seorang perempuan muda berjalan keluar hotel. Saat itu untuk kedua kalinya saya melihatnya.

Kemudian saya bertanya detail mengenai pekerjaannya. Namun ia menjawab kesana kemari dengan jawaban tak jelas. Saya takdapat menangkap jawabannya. Gaya bicara, intonasi dan kata demi kata tak jelas. Seperti sedang meracau.

Yang kutangkap, ia bekerja di perusahaan heavy equipment, sebagai konsultan perusahaan sejenis di kota itu. Saya pun tak ambil pusing.

Menurutnya ia telah lama tinggal di kota itu, tinggal di hotel  Xyz selama 2 bulan. Voila, akhirnya ia berpindah hotel, entah karena alasan apa. Kebiasaannya melakukan pemesanan kamar  berulang-ulang dengan jangka waktu pendek.

Kawan-kawan di hotel selalu menyampaikan semua yang dilakukan tamu khusus ini. Disebut tamu khusus, sebab kebiasaan buruknya menjadi contoh tidak baik bagi kawan-kawan.

Ia sering membawa perempuan muda, berganti-ganti masuk keluar kamarnya.  Saya pernah menemukan ia berganti perempuan dalam satu hari. Ada yang cantik, ada pula yang biasa-biasa saja, tua dan muda. Setiap hari berganti.

Dikejar-kejar Jurnalis

Suatu hari, waktu pagi, kebetulan pesawat baru saja mendarat dari Malaysia. Seorang jurnalis  koran lokal mengirim text W/A dalam perjalanan ke hotel. Rupanya jurnalis  bertanya tentang kematian seorang tamu.

Para jurnalis memang dekat denganku karena urusan hotel. Tentu saja saya tak siap menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Sungguh terkejut bercampur panik sebab GM sedang di luar kota. Siapa gerangan.

Seketika saya menelpon Duty Manager hotel mencari tahu siapa gerangan yang ribut diberitakan.

Ya, tamu berusia 40-an itu Joe, minggu lalu kami berdiskusi. Ia meninggal dunia beberapa menit tiba di rumah sakit.

Kisahnya, di suatu pagi dini hari pukul 02:00, ia menunggu seorang wanita di cafĂ© hotel. Setelah duduk wanita paruh baya dan  Joe memesan beer, Mereka minum hingga pukul 03:00.

Kemudian pergilah mereka menuju kamar Joe di lantai 9. Menurut penuturan perempuan ini, Joe tampak gelisah, kemudian ia menyiramkan air, dipikirnya ia mabuk. 

Kegelisahan itu menghantui jiwanya. Ke tempat tidur lalu ke kamar mandi. Jiwa gelisah di tempat tidur, taktahu apa yang akan diperbuatnya.

Tak lama, teman perempuannya menelpon receptionist. Bantuanpun datang.

Di akhir cerita, melalui proses yang sangat panjang, melibatkan kepolisian setempat, Kantor DUBES Amerika di Jakarta dan pihak Imigrasi turut membantu. 

Akhirnya jenasah dikremasi di kota itu. Ibunya yang sudah sepuh tak dapat datang ke Indonesia untuk membawa jenasah.

"Dont think of it as dying said death. Just think of it as leaving early to avoid the rush"

Kebebasan yang tak terkendali

Kisah nyata lainnya, terjadi sekitar 10 tahun lalu. Seorang kawan, Lita menikah dengan seorang lelaki warganegara Inggris, Bryan.  Mereka memiliki seorang anak perempuan cantik. Suatu hari badai pun menghantam keluarga ini

Istri dan putrinya tinggal di England sementara Bryan tinggal di Indonesia, setelah perpisahan itu. Saya menyebutnya perpisahan, nyatanya mereka memang tidak bercerai.

Bryan mengurus perusahan iklan di Indonesia miliknya. Kebanyakan perusahaan besar dan ternama yang menjadi langganannya.

Indentik dengan Joe, Bryan memiliki kebiasaan menggauli remaja-remaja berasal dari club, diskotik dan panti pijat. Itulah alasan ditinggalkan dengan sang istri yang mual dengan perilaku busuknya.

Keadaan seorang diri di rumahnya yang besar itu ditemani seorang pembantu, membuatnya terbebas dari aturan. Di setiap  kesempatan, ia dapat menggaet remaja-remaja genit. Beberapa ada yang telah berumur. 

“kadang 2 atau 3 perempuan bu, selalu ganti-ganti” ujar pembantu itu

Hidup tanpa tujuan

Hidupnya seperti tanpa tujuan. Hanya mengikuti keinginan nafsu dunia belaka.

Seminggu setelah saya bertemu di kantor untuk urusan kantor, saya mendapat kabar ia meninggal dunia. Seorang kawan bisnisnya menuturkan, ia didera kesakitan yang teramat sangat pada detik-detik menjelang kematian.

Keadaannya kacau, meracau sepanjang hari. Ia menderita sakit pada bagian tubuh hingga menjalar ke lengan. Entah apa penyakitnya, yang jelas hingga detik ajal menghampiri, ia menderita karena penyakit aneh itu.

"Life is for the living
Death is for dead
Let life be like music
And death a note unsaid"


Memiliki Jiwa dan Roh yang tenang

Satu hal apabila kita menyerahkan hidup sepenuh kepada Sang Pencipta, kekuatiran datangnya kematian, tiada menghampiri. Kedekatan kita denganNya, menghapus kengerian alam neraka.

Itulah tanda pencabut nyawa telah menghampiri. Berbahagialah, manusia yang memiliki jiwa tenang ketika detik-detik kehidupan berakhir.

Manusia yang terdiri dari Roh, tubuh dan jiwa akan menangkap signal khusus jika kematian akan menghampiri. Ayah saya berucap “I will go to bed”. Ibu saya memohon “I will go home”.

Konon gelisah, resah menghantui setiap jiwa manusia yang tidak siap menuju dunia kekal. Agar jiwa kita tenang, berlakulah seakan detik ini kita meninggalkan dunia. The fear of death follows from the fear of life. A man who lives fully is prepared to die at anytime.

Beri menu sehat bagi jiwa dan Roh yang akan kita bawa bila raga mati.

Apa yang dilakukan manusia semasa hidup, menjadi cerminan kelak. Jika hidup baik, bertakwa, cerminan dimasa datang bernuansa cemerlang. Sebaliknya perilaku membunuh, cabul, sombong, menghina, serakah, korupsi, dan perilaku buruk lainnya akan mendapat tempatnya tersendiri.

Ketika kematian menghampiri, apa yang dapat kita perbuat?


Death ends a life, not a relationship

(picture source freevector.com)

Comments