Kacamata sales marketing terhadap hotel

 

Mengundang trainer dari luar hotel secara teratur (photo CelestineP)

Melamar pekerjaan di perhotelan cukup mudah bagi lulusan sekolah perhotelan. Itu dulu, sebelum pandemi. Syarat yang universal pada hakekatnya adalah pandai, berperilaku baik dan tidak malas.

Proses perjalanan karir dunia hospitality bertumpu pada kriteria kepintaran, kesantunan, rajin dan tekun. Pencariannya bahkan nyaris tak terlalu membuahkan hasil dari platform lowongan kerja online, formal recruitment atau melalui iklan. Rekomendasi mouth to mouth adalah promosi yang ampuh dan jitu.

Hotel-hotel pre-opening selalu menyerap calon pekerja yang berkualitas di tempat sebelumnya atau ‘fresh graduate yang siap diberikan training. Alasan kepindahan umumnya karena peningkatan level jabatan dan  upah. Dua alasan itu pemicu gairah staff gemar melompat dari satu hotel ke hotel lain. Ada pula karena silaunya hotel anyar walau jabatan tak berubah.

Bergabung dengan hotel pre-opening telah masuk dalam daftar sejarah penulis. Tak mudah memang menyatukan seluruh anggota team dengan latar belakang dan didikan hotel berbeda. Tiibalah pada satu kesempatan dihadapkan pada penjualan produk hotel berumur lebih dari 10 tahun.

Mempertahankan bangunan hotel  yang terurus baik, tertata rapih dan bersih, disertai pegawai-pegawai yang ber-attitude excellent akan tetap mengundang banyak pelanggan datang. Faktor tersebut berdampak pada kinerja sales team. Peran sales team dan seluruh staff sangat penting. Team dituntut memenuhi target perusahaan. Setiap hotel memiliki tantangan berbeda sekaligus  harus bersiap menghadapi segala kendala dan problemanya.

Menjelang 10 tahun, hotel memasuki lampu kuning kira-kira begitulah menurut saya. Apabila tak ada perbaikan dan pemeliharaan yang apik, lambat laun menunjukan penurunan pelayanan. Staff yang bergabung sejak pre-opening mulai ‘layu. Sebagian besar staff hampir memiliki karateristik dan kebiasaan yang sama. Apalagi jika HRD enggan melakukan position rotation. Bertahun-tahun seseorang akan duduk ditempat. Terpaku.

Kompak sebagai keluarga besar. (photo CelestineP)

Terdapat beberapa kendala yang membuat hotel management harus memperhatikan lebih seksama terhadap produk hotel  yaitu ciri-ciri  yang nyata merujuk pada angka 10 diatas, baik tangible maupun intangible:

1. Fasilitas hotel yang mulai usang

Dalam bahasa Inggris lebih tepat, ‘Old and tired hotel product. Ada hotel berumur 4 tahun namun tampak seperti bangunan 10 tahun, dinding retak disana-sini, ceiling yang sudah rapuh, karpet kusam, lantai tidak mengkilap. Di kamar mandi: toilet kusam, retak, noda kotor permanent, furniture yang old fashion dan bed yang swing. Belum lagi bau tak sedap semilir dari tempat tidur, kemudian smoking room pula. Management harus benar-benar memberikan perhatian serius terhadap hal ini.

Keluhan dari seorang tamu. (source TripAdvisor)

2. Karyawan hotel yang lelah

Beberapa hotel  mempekerjakan pegawai sejak masa pre-opening. Pegawai hotel golongan ini sangat paham betul seluk beluk management dan propertinya. Memahami jelas sepak terjang hotel. Dihadirkanlah Manager baru untuk kemajuan hotel, sebagian besar dari mereka merasa againts karena merasa 'lebih tahu dan mengusik suasana  comfort zone. Akibatnya peraturan  baru dan perubahannya dianggap angin lalu, acuh tak acuh.

Pekerjaannya sama setiap hari, dilakukan berulang-ulang dan bertahun-tahun. Pekerjaan yang memiliki ritme sama dilakukan setiap hari membuat enggan dan malas berubah oleh karena perubahan. Orang-orang yang sudah berada dalam area ini malas untuk berubah dan merasa allergic  terhadap perubahan. Termasuk Hotel Manager yang kadang bercokol bertahun-tahun karena pemilik hotel merasa cocok.  

Kejadian menutupi comment buruk dari tamu sungguh tak baik. Kebiasaan mencari selamat seperti ini akan menyebabkan ternodanya sistem management dan tinggal menunggu hotel bubar jalan. Sementara tujuan utama memberikan pelayanan terbaik kepada tamu menjadi slogan saja. Pada prakteknya nol. Mungkin lelah.

3. Sales Marketing tidak bergairah

Sales team mulai menerima keluhan langsung dari pelanggan. Keluhan terhadap sales marketing biasanya dari fasilitas yang tak dapat dikerjakan dalam sekejap , contohnya keadaan tempat tidur yang tidak nyaman (swing), toilet dan bath tube yang kusam, keramik yang retak, karpet kusam dan dekil.

Bagi pelanggan yang cerdas, keadaan ini digunakan sebagai senjata penurunan harga. Tamu merasa tidak membeli worthy. Take it or leave it tak berlaku pada tahap ini, ya ‘take it saja, sebab revenue harus dihasilkan. Tentu tak seluruh pelanggan melakukan itu. Itulah salah satu alasan permintaan turunnya harga kamar

Hotel baru adalah salah satu ancaman terhadap harga yang telah disusun. Tak dapat dihindari, begitulah berbisnis hotel, bersaing saling memberikan yang terbaik mulai dari produk, service hingga harga.

Orang-orang tertentu dalam team merasa tak tertantang lagi. Semakin lama semakin berkurang daya jual serta gairah team untuk menjual sebab seringnya menerima keluhan dari para pelanggan.

Keluhan dari perusahaan PT. Badu tentang bed yang tidak nyaman. Perusahaan PT. Kepo mengeluh karpet yang dekil. Lama kelamaan bertumpuklah sejumlah complaint yang apabila tak diselesaikan akan menjadi bom waktu. Hal ini mengakibatkan marketing team merasa  kehilangan energy dan challenge. Sedemikian efek domino terhadap revenue dan popularitas produk.

Keluhan dari seorang bellboy yang bermuka masam. (Source TripAdvisor)

4. Membutuhkan biaya perbaikan yang besar

Umumnya hotel yang menginjak usia 8 tahun telah diperlukan perbaikan baru dari seluruh kamar-kamar sebagai produk utama, Ballroom dan meeting room, restoran. Apalagi bila turn over yang tinggi, yaitu occupancy rata-rata yang selalu tinggi.  

Refurbishment, atau mengganti barang-barang yang telah using, mengganti fasilitas yang out of date harus sudah dilakukan. Contoh  di back office adalah computer yang sudah tak layak dan sudah berkali-kali diperbaiki sehingga menggangu kelancaran bekerja. Land telephone yang tidak layak, kursi-kursi untuk staff yang tak layak, seragam front liner atau waiter/waitress worn out – dekil dan kucel. Belum lagi fasilitas di Banquet operation. Lalu bagaimana dengan fasilitas untuk tamu  di kamar, lobby, restoran?

Karena begitu banyaknya biaya yang diperlukan, sales marketing harusi mengejar revenue semaksimal mungkin guna menutupi pengeluaran yang penting dan biaya tak terduga. Selain kerja keras juga mengakibatkan average room rate yang menurun.

Point ini tak akan menjadi problema bila hotel atau pemilik hotel cukup membayar biaya tersebut. Tentu saja!

5. Reputasi hotel menurun

Di bawah ini adalah salah satu contoh keluhan dari tamu yang diambil dari travel advisor . Ia tinggal di hotel yang sejenis itu dan itulah yang dikeluhkannya. Sticker 'love adalah nama hotel yang disamarkan.

 Dalam paragraph terakhir membuktikan bagaimana pegawai hotel malas menindaklanjuti sebab mungkin sudah terlalu sering menerima keluhan serupa. Ini adalah reaksi dan gejala penyakit hotel yang tidak peka terhadap pelayanan yang buruk.

Seperti keluhan Kompasianer, Bapak Yulianto Satmoko dengan artikelnya  berjudul ‘Pengalaman menginap di Hotel dekat Bandara saat pandemi yang dipakai untuk karantina” Walaupun pembaca tak paham itu terjadi di hotel apa, namun itu satu contoh menurunnya kualitas pelayanan yang berakibat jatuhnya reputasi hotel.

(Source TripAdvisor)

Keluhan sedemikian apalagi dengan mencantumkan photo berakibat rusaknya reputasi hotel. Brand, image hotel yang dibangun dengan baik akan bertumpu pada reputasi hotel di mata publik. Satu keluhan akan menimbulkan keluhan lain yang sama dan berulang-ulang.

Reputasi hotel harus dijaga sedemikian rupa sejak hari pertama hotel beroperasi sehingga brand dan image hotel terjaga elegant serta berkharisma. Telah banyak contoh hotel yang benar-benar menjaga reputasinya  seperti hotel group Marriot, Hilton, dll.

Hotel-hotel tersebut sangat mencegah terjadinya keluhan. When guests happy, they will quiet and smile. Bila satu complaint muncul, Management akan menyelidiki secara seksama dan menyelesaikannya. Bahkan bila keluhan yang muncul berhubungan dengan satu department akan mencoreng nama deparment head pula. Betapa harus jeli dan cermat kita bekerja.

Tiada yang sempurna dalam pergerakan bisnis hotel namun jika keluhan timbul sebaiknya cermat  mengatasinya dan cerdas menyikapinya. Yang pasti hotel sekelas Marriott akan meresponse cepat terhadap keluhan sekecil apapun. Bila tidak, jabatan General Manager akan dipertaruhkan berhadapan dengan complainer dan head office.

 6. Resiko keamanan

Dimanapun di belahan dunia ini, bangunan-bangunan tua mengandung resiko. Bangunan hotel-hotel di Indonesia jarang yang berusia diatas 40 tahun keatas, walaupun ada, biasanya berganti nama hotel atau brand. Seperti Papandayan Hotel Bandung yang telah beroprasi selama lebih dari 20 tahun, pertama kali  bernama Papandayan International Park Plaza di tahun 1989.

Suatu hari saya menginap di satu hotel di kota Batam, menuju lantai 11 dengan lift bergerak tak wajar. Begitulah fasilitas hotel akan berangsur-angsur menua dan tak layak. Lift yang sudah reyot, plumbing, pipe di kitchen dan gen-set berangsur-angsur menua. Bertindaklah sebelum terjadi apa yang tak diharapkan.

7. Re-branding menjadi hotel independent

Hotel yang telah terikat 1 atau 2 kali kontrak dengan management hospitality sebaiknya dipertahankan. Mari kita lihat effect dari proses ini, bila melakukan re-branding. Logo lama diganti dengan logo baru, seluruh advertisement collateral  diganti baik headletter, form, dsb

Brand yang baru harus di launch sehingga membutuhkan tenaga dan waktu. Publik akan mengetahui pergantian brand ini dalam waktu yang tak singkat. Bahkan bertahun-tahun. Pekerjaan yang tak mudah, menelan biaya tak sedikit. Seluruh proses berdirinya kembali hotel dengan logo baru dimulai dari nol.

Sebaiknya hotel tersebut tak usah re-branding. Jika memang sangat memaksa dapat menggantinya dengan management hospitality lain yang setingkat agar reputasi dimata publik tetap terjaga dan memiliki positioning yang tetap baik.

Lantai yang retak dapat mengakibatkan kecelakaan dalam kamar. (source TripAdvisor)

Sebagai sales marketer hospitality ada beberapa tips agar market tetap exist terhadap hotel-hotel berkondisi demikian, terlebih ditengah pandemi :

1. Memberikan pelayanan yang maksimal

Berikan pelayanan terbaik untuk setiap tamu dan pelanggan agar mereka semakin mencintai hotel anda dan merasa tak nyaman untuk mengucapkan ‘selamat tinggal pada hotel yang telah bertahun-tahun dikenalinya.

Pelayanan terbaik juga untuk menutupi fasilitas yang buruk dan minim

2. Fleksibel

Seluruh staff hotel bersikap friendly, luwes kepada para pendatang baru, pelanggan dan tamu-tamu yang loyal serta setia terhadap hotel.

Sales marketing team harus bersikap lebih baik pada para pelanggan, menaruh hormat, menghargai dan cepat menolong. Berikan prioritas kepada para pelanggan yang setia. Semakin luwes kita menghadapi mereka, semakin membuat pelanggan cinta dan menghargai bantuan kita.

3. Memberikan training/pelatihan kepada seluruh pegawai

Biasanya pegawai  lama merasa tak mempunyai ‘challenging lagi, jenuh karena telah bertahun-tahun pada zona yang nyaman, maka berikan training dan datangkan trainer dari luar hotel agar terbuka pikiran.  Berikan pengetahuan luar yang up to date, mungkin mereka belum menyerapnya  selama bergabung dengan hotel itu, Hal ini dikarenakan bertahun-tahun hanya focus pada satu hotel saja.

Pada tahun 1989 pertama kali penulis bergabung dengan Papandayan International Park Plaza, sekarang berlabel Papandayan Hotel Bandung. Di tahun ke 25 (bila tak salah ingat) hotel berdiri, hotel menghentikan sementara untuk beroperasi disebabkan renovasi hotel. Kini Papandayan Hotel kembali berdiri, tegak, kokoh dan memiliki reputasi yang baik di mata publik.  Memilih pegawai-pegawai baru hasil dari perekrutan baru yang berpengalaman. Memang seperti itulah kenyataannya. Hotel harus selalu dinamis.

Permasalahan yang datang silih berganti sebelum terjadinya perombakan management adalah hal yang biasa. Hotel akan berubah seiring perubahan jaman. Mampukah kita bersaing dengan hotel-hotel baru yang bermunculan? Bila tidak, akan tergerus jaman dan lapuk.

4. Jadikan ‘the best cleanliness Hotel

Hotel kita boleh saja tua, tetapi kebersihan hotel, room dan seluruh sudut ruangan harus bersih. Pimpinan hotel harus ketat terhadap hal ini. Tak ada toleransi dalam hal kebersihan. Seluruh staff harus menjaga kebersihan. Hotel yang dapat menjaga kebersihan akan meningkatkan reputasi hotel.

5. Merenovasi hotel

Walau demikian, renovasi adalah langkah termahal. Memakan biaya yang tak sedikit dan proses pengerjaannyapun akan mengganggu operation hotel. Yang perlu ditekankan adalah bahwa renovasi diperlukan, jangan sampai menunggu keadaan lebih buruk. Sekali lagi, hal ini tak menjadi masalah bila finansial berjalan lancar.

6. Re-branding menjadi hotel berlevel setara

Re-branding adalah langkah terakhir jika management hotel atau pemilik hotel telah jenuh dengan style hotel atau concept guna meningkatkan revenue.. Re-branding adalah pilihan terbaik asalkan perpindahan pada system hotel yang sepadan atau upgrade dari management hospitality sebelumnya.

 Hal yang positive dari perubahan itu dapat mendatangkan pembaharuan konsep hotel dan membawa kesegaran bagi hotel dan seluruh pegawai hotel. Contohnya Hotel Majapahit Surabaya yang kini beralih dibawah Management Accor.

Beberapa hotel mengundang hotel consultant dalam penanganannya atau para pakar di bidang  Management Hospitality. Para hotel consultant dari Indonesia contohnya Boy Indrajaya dari Boyin Konsultan Hotel Online, Rohayadi Supriyatno dari KN Management, dan masih banyak lagi.

Begitulah opini ini datang berdasarkan kacamata penulis sebagai sales marketer di beberapa hotel yang mengalami persoalan serupa.  

Tidak ada cara salah yang akan ditempuh dalam proses menuju perbaikan. Proses penurunan bisnis adalah alamiah. Terpenting adalah kita harus mempertahankan existence hotel di mata publik. Tetap terjaga brand dan image hotel juga reputasi hotel yang menentukan positioning hotel.

Memang mengendalikan bisnis hotel dibutuhkan perilaku sejati, hati yang tulus dan positif. Hotel  adalah team yang besar, keluarga besar. Tulisan ini mungkin tidak menyenangkan bagi para hotelier yang berhubungan. Namun itulah adanya.

Judul artikel ini belum buntu, entahlah anda mau tambahkan kata apa, karena kalau ‘tua, hotel tak akan pernah tua sejatinya.

Suus cuique mos, Setiap orang punya cara untuk melakukan sesuatu.

***

Artikel ini menjadi headline dalam www.kompasiana.com - Gaya hidup


Comments