Di suatu desa, tinggalah seorang pemuda bernama Jaka Tarub. Ia hidup dengan ibunya. Ayahnya telah lama meninggal. Pekerjaannya berburu menjangan di hutan.
Ibunya gelisah sebab umurnya yang menua, suatu hari pasti ia meninggalkan ananknya itu. Lagipula pemuda itu belum beristri.
Sang ibu ingin menjodohkan Jaka dengan anak perempuan tetangganya, namun ia harus memberi tahu Jaka Tarub terlebih dahulu. Pikirnya, kalau ia meninggal, ada yang merawat anaknya.
Ketika ia akan mengatakan keinginannya untuk menjodohkan Jaka dengan seorang gadis, Jaka sudah pergi ke hutan. Iapun berniat akan menceritakan sepulang berburu.
Ketika Jaka Tarub berburu, ia menangkap menjangan dan memanggul seekor menjangan di pundaknya. Namun seekor harimau menghadangnya, karena ketakutan menjangan berhasil direbut harimau dan dimakannya. Jaka berpikir mengapa ia bernasib sial hari ini.
Tiba di rumah, ia mendapati kerumunan para tetangga. Didapati ibunya telah meninggal dunia. Jaka Tarub menangisi kepergian ibunda.
Jaka Tarub sedih, ia hidup sebatang kara. Saat berburu di danau Toyawening, ia melihat 7 bidadari dari kahyangan sedang mandi sambil bersenda gurau.
Bidadari cantik, tertawa riang bersemburan air, tampak senang bermain di bumi.
Dari kejauhan tampak sepasang mata memandangi para bidadari itu.Timbul niat Jaka Tarub mengambil pakaian satu bidadari. Pikirnya bila ia ambil satu pakaian bidadari akan tinggal di bumi.
Dicurinya selendang berwarna merah, dibawanya ke rumah dan disimpannya di bawah timbunan lumbung padi.
Kemudian ia mengambil pakaian ibunya. Pikirnya bila bidadari telanjang, ia akan berikan pada salah satu bidadari itu.
Saat semua bidadari usai mandi, satu bidadari molek ditinggal kawan-kawannya setelah seledang merahnya tidak ditemukan.
Dilihatnya bidadari itu dari jauh.
Sekembalinya Jaka Tarub menghampiri sang bidadari bernama Nawangwulan, diberikannya pakaian dan membawa ke rumahnya.
Akhirnya bidadari itu dinikahinya, dan melahirkan bayi bernama Nawangsih.
Selama menikah Jaka Tarub merasa bahagia dengan Nawangwulan, namun ada suatu yang mengganggu pikirannya. Jaka heran mengapa padi di lumbung mereka tidak pernah berkurang walau dimasak setiap hari.
Lumbung padi itu selalu penuh bertumpuk.
Suatu hari Nawangwulan akan mencuci ke sungai. Ia menitipkan Nawangsih serta mengingatkan Jaka Tarub agar tidak membuka tutup kukusan nasi yang sedang dimasaknya.
Ketika Jaka sedang asyik bermain dengan anaknya, ia teringat akan nasi yang dimasak istrinya lalu membuka kukusan nasi itu. Jaka terkejut sebab istrinya hanya memasak setangkai padi.
Nawangwulan marah kepada Jaka Tarub, kenapa ia tidak menuruti perintahnya. Sejak itu kesaktiannya hilang merubah setangkai padi menjadi sebakul nasi. Istrinya harus menumbuk padi.
Hari demi hari lumbung padipun menipis. Ketika persediaan padi hampir habis, betapa terkejutnya Nawangwulan tatkala menemukan selendang berwarna merah miliknya yang hilang dulu.
Seketika ia memperoleh kesaktiannya kembali. Ia katakan kepada Jaka Tarub, “kenapa kau mendustai aku?”
Jaka Tarub diketahui perbuatan liciknya. Ia telah menipu Nawangwulan selama ini. Ia meminta maaf padanya, namun nasi menjadi bubur.
Ia menyerahkan Nawangsih anaknya agar diurus oleh jaka Tarub sebab ia adalah bidadari bukan manusia.
Menyesalah Jaka Tarub melihat kenyataan itu. Ia menanggung akibatnya sendiri.
Perbuatan licik, menipu sampai kapanpun akan ketahuan akhirnya. Becik ketitik, ala ketara. Lambat laun ketahuan busuknya. Bagai menyimpan durian, baunya akan tercium juga.
Berbuatlah jujur.
Comments