Masa pandemi telah mengubah kondisi perekonomian negara ini. Hidup segan, mati tak mau, demikian hebat berdampak terhadap bisnis pariwisata.
Itu dulu. Kini tampaknya semua aman saja. Seluruh lini bisnis kembali sibuk. Hingga terkadang lupa hari, lupa tanggal. Malam berganti pagi. Pagi berganti siang. Berlalu sangat cepat.
Kemarin
kutelpon Rina, kawanku yang tinggal di Balikpapan. Maksud hati bertanya kondisinya, berlanjut curhat. Kemudian saling berbagi cerita diakhiri keluhan-keluhan. Sad ending.
Berapa
banyak kawan-kawan yang sering mengeluh akhir-akhir ini? Apalagi sejak masa pagebluk.
Keluhannya yang itu-itu saja. Kalau tidak karena masalah finansial, pasti problema
pekerjaan.
Ya, keduanya setali tiga uang. Wabah telah meluluhlantakan seluruh tatanan kehidupan yang baik-baik saja selama ini yang dulu masih adem ayem. Lagi-lagi wabah biang keladinya.
Di tengah perubahan itu, masih banyak kawan yang baik-baik saja kondisi finansialnya. Namun saya penasaran, mengapa orang-orang cepat mengeluh sekarang ini?
Ibarat memakai baju, yang mana ukuran baju Anda?
1. Ukuran L. Golongan berpunya. Ada gejolak atau perubahan apapun tidak berpengaruh dalam hal finansial dan pekerjaan. Gaweannya di kantor babe. Di kantor paman, di kantor milik kakak, dsb. So? No problem at all.
2. Ukuran M. Masalah? Ada saja. Rentan terhadap perubahan. Mulai tidak baik-baik saja.
3. Ukuran S. Sangat rentan masalah. Yang paling pertama terimbas. Sulit banget rasanya. Kesana sini mentok.
Omong-omong
tentang duit, siapa yang tak perlu? Uang dihasilkan setelah kita bekerja. Tanpa
uang, mau makan apa? Mau tinggal dimana? Baju dibeli pakai apa?
Namun bagi
sebagian orang, mendapat pekerjaan itu untuk menaikkan harga diri (self esteem)
dan martabat seseorang. Status, Sob!
Hidup
itu penuh misteri. Tengok saja, sekalipun kekayaan bejibun, pasti rindu
bekerja. Tidak hanya meraup rupiah, aktif memutar otakpun penting agar tak berkarat. Kecuali orang
itu memiliki memang tabiat pemalas.
Bayangkan
jika seorang kaya hanya sibuk di medsos, nonton film seharian, rebahan,
berenang, golf, ngopi, main game, makan, rebahan lagi. Hidup sedemikian
membosankan. Gak jelas tujuan hidupnya.
Ada
kebutuhan menitipkan status, harga diri, martabat agar terangkat dalam kehidupan
sosial. Karena itu sejatinya berkaryalah.
Siang
jadi angan, malam berbuah mimpi. Niscaya setiap pribadi bermartabat dalam
kedudukan masing-masing.
Steven Covey dalam The 7 Habit of highly effective people, salah satu poin “put first thing first” meletakkan important and urgent pada kuadran 1.
Ya,
kebutuhan akan pekerjaan kini telah memasuki kuadran 1, penting dan
mendesak. Yang harus dikerjakan (do), tidak lagi masuk dalam rencana
(plan), apalagi to be postponed (ditunda)
Kebutuhan
ini telah bergeser. Semua insan mengingini pekerjaan, penting dan segera.
Berduyun-duyun menuju titik yang sama. Berebut mendapat kursi ruang sempit itu,
bahkan seringkali tertutup. Ekonomi ambruk, loyo.
Porsi kue
itu semakin kecil untuk dibagi. Namun anak panah tetap harus lurus
Guys, Anda
tak sendirian. Begitu banyak teman sepenanggungan disana. Bahkan tak sedikit
yang lelah, frustasi. Mengais-ngais sana sini hingga jawaban “Sorry, not at
this moment”
Jika
Anda masih berdiri tegak, gak cengeng, walau tak meraih apapun, dialah pemenang!
Tanda sosok pemenang, ia yang
mampu bertahan dalam segala kondisi, terlebih di masa paceklik. Semua berpusat pada
mental pribadi.
Yuk,
kita nikmati indahnya matahari terbenam. Ingat saat dimusuhi teman sekantor?
Ingat saat ditraktir teman? Lalu saat tiup lilin ulang tahun di kantor?
Ya,
kenangan itu masih tertanam dalam ingatan. Lalu kini?
Jika
kita mau menerima kesenangan, masakan kita tak mau menerima yang buruk?
Mari lakukan hal yang bermanfaat bagi orang-orang, sambil menaruh asa:
a. Bersabar. Berserahlah padaNya yang memberi napas sampai detik ini.
b. Bersyukur. Mengerjakan segala sesuatu dengan mengucap syukur.
c. Bekerja dengan jujur, rajin dan tekun. Tetap arahkan anak panah pada satu tujuan.
Tetap
semangat! Gunakan waktu dan nikmati hari demi hari. Kelak akan muncul kisah
menarik untuk dibukukan dan dikenang.
Salam
hospitality.
Comments